15. Persona ☕

1K 166 251
                                    

Happy-Reading

.

.

.

Gaze detection system--kemampuan sensorik manusia untuk merasakan tatapan yang diam-diam diarahkan padanya. Suatu bentuk ilusi persepsi dari aktivitas bagian otak yang disebut sulkus temporal untuk meningkatkan kewaspadaan. Merupakan detektor alami yang menghadirkan perasaan seperti sedang diintai, dilihat, atau diperhatikan.

Rean menghela napas kasar begitu menyadari sepasang mata yang sedari tadi menghujam punggungnya. Sebagai seorang petarung, kepekaan Rean sudah terasah. Menganalisa posisi dan pergerakan lawan dari derap langkah, desiran angin, dan tarikan napas sudah biasa baginya, apalagi hanya untuk seorang penguntit amatir seperti ini. Jangan bercanda, Rean bahkan sudah tahu identitasnya.

Rean mengulum senyum, bermain-main dengan stalker ini mungkin bisa membantunya meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat begadang semalam menulis jurnal. Rean mempercepat langkah, membiarkan sosok yang mengikutinya itu terus mengekor dan bersicepat mengambil jalan memutar.

Rean berdeham kecil begitu berada tepat di belakang penguntit yang celingak-celinguk mencari keberadaannya.

"Rean! Ba-bagaimana bisa?!" Gio terperanjat begitu Rean menepuk pundaknya dari belakang. Gio memutar kepala beberapa kali, masih kurang yakin apakah Rean di hadapannya sekarang adalah Rean yang sedari tadi diikutinya. Gio pernah mendengar Rama menyebut-nyebut Rean sebagai saudara ninja Hatori. Apa jangan-jangan Rean benar seorang ninja?

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Rean bertanya langsung pada intinya. Sejak kemarin sore sehabis mengantar Aldo ke poliklinik, Rean sudah menyadari ada yang tidak beres dengan sikap Gio dan ia merasa cukup terganggu dengan itu. Gio terus memperhatikannya meski tidak berani mendekat, dan walaupun tidak mampu membaca pikiran orang lain, Rean cukup yakin ada hal yang ingin informan itu utarakan.

"Bi–bicara apa kamu!" Gio berusaha tertawa, namun terdengar sumbang. "Aku duluan, ada urusan--"

Brak!!!

Gio yang baru mengambil ancang-ancang untuk melangkah tercegang saat Rean tiba-tiba menghentakkan sebelah kakinya ke tembok, menghadang jalannya. Gio menelan ludah begitu menyadari tembok penyanggah lorong di sisi kanannya itu bergetar.

Bisa langsung meet and greet dengan Mungkar dan Nakir kalau aku yang kena tendang barusan! Gio membatin takut-takut, tanpa sadar lututnya bergetar.

"Aku bertanya. Beri aku jawaban. Bukan alasan." Rean memasang wajah serius, namun melihat gelagat ketakutan Gio, ia segera menarik kembali kakinya yang menghalangi jalan. Rean sedikit menyesal sudah terbawa emosi.

"Maaf. Aku tidak bermaksud mencegatmu. Tapi ...," Rean merendahkan tubuhnya sampai sejajar dengan Gio dan meremas bahunya kuat-kuat, "aku tahu kamu menyimpan sesuatu."

Gio menatap Rean dengan kecut. Sorot mata tajam Rean begitu mengintimidasi, seolah menguak semua informasi yang selama ini disembunyikannya dalam-dalam.

Rean menghela napas panjang, cengkramannya mengendor. Ada satu hal ia dapatkan saat menyelami tatapan rikuh Gio barusan. Sesuatu yang membuatnya mengurungkan niat untuk memberi informan itu pelajaran karena terus membuntutinya seharian.

"Aku tidak peduli seberapa banyak rahasia yang kamu simpan. Aku juga tidak akan memaksamu mengakuinya. Satu hal yang perlu kamu ingat baik-baik," Rean memposisikan dirinya tepat di samping telinga Gio, "jangan bebani dirimu."

Gio tertegun. Saat Rean menepuk pundaknya sebagai penutup sebelum melangkah, Gio memberanikan diri untuk angkat suara.

"Apa yang kamu tahu dariku?"

Prescriptio☕  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang