Bab 3 : Salting

2.3K 225 32
                                    

Levi mendengus kesal ketika niatnya yang ingin mendatangi seorang Irma untuk kepo batal begitu saja sebelum ibunya benar-benar menyerangnya dengan senjata andalan berupa sapu lidi.
Levi pun menuntaskan pekerjaannya hingga ibunya pun kembali menghampirinya.

"Setelah ini kamu kepasar ya. Ibu sama emaknya Shin dan emaknya Irma bentar lagi mau ngumpul. Biasalah meetup gitu."

Levi menoleh kearah ibunya dan mengerutkan dahinya "Kenapa gak diluar aja sih? Hari gini meet up kok dirumah. Plish deh Ma, kalau meet up dirumah mending mama order makanan terus-"

Pletak!

Satu sentilan mengenai dahi Levi dan menatap putrinya itu dengan tajam.

"Terus kamu jadi anak yang pemalas kalau dimintai tolong gitu? Aduh pusing deh ya! Anak jaman sekarang ini gak seperti jaman dulu. Dulu waktu jaman Mama kecil, usia seperti kamu itu belajar masak didapur, ngurus rumah, bangun pagi, supaya ada bekal dikemudian hari kalau sudah menikah. Pantas aja sekarang kalau pagi-pagi ada lihat anak gadis nyapu didepan halaman rumah itu langka pakai banget."

"Lah itu kan Mama. Bukan aku." bela Levi.

"Justru itu kamu wajib ikutin Mama. Jangan malu-maluin ah sama calon mertua! Nanti dikira mamah gak didik kamu. Gak ajarin kamu masak dan urus rumah!"

Lagi-lagi Levi memutar bola matanya dengan jengah. Ibunya itu memang sering memberi wejangan tentang kewajiban seorang wanita dalam mengurus rumah tangga. Ah, semua memang masuk akal apalagi itu adalah fakta kenyataan hidup.

"Sudah jangan cemberut. Nanti cantiknya hilang!" Ibunya Levi pun berdeham. "Maksudnya kecantikan Mama yang hilang."

Dengan santai, ibunya Levi itupun mengibaskan rambut panjangnya seperti iklan sampo di televisi. Dan Levi melongo karena ibunya itu sangat narsis.

"Ma, plish ingat umur."

"Kalau ingat umur mestinya kamu cepat-cepat nikah terus berikan Mama cucu!"

"Sudah sana kerja yang rajin. Jangan malas. Ugh, anak jaman sekarang ini emang susah ya! Jangankan kedapur, bangun pagi aja yang dicari handphone. Bukan ujuk-ujuk kedapur terus ngerjain pekerjaan yang sekiranya berantakan atau gak beres."

Dan ibunya pun pergi berlalu untuk segera bersiap-siap diri. Levi hanya mengelus dadanya.

"Ya Allah. Beginilah nasib anak yang tersakiti. Ah yaudahlah. Kalau Mama gak aku heranin, aku akan berdosa. Bisa-bisa aku dikutuk tambah cantik nanti, sudah cantik akutuh, plis jangan ditambah-tambah lagi." kekeh Levi pada akhirnya dan ia pun kembali mengerjakan pekerjaan rumahnya.

Waktu terus berlalu dan akhirnya Levi sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Kegiatannya kali ini adalah pergi menuju pasar tradisional dan segera membeli kebutuhan bahan-bahan memasak yang akan di olah untuk acara meetup ibunya dengan para emak-emak rempong. Siapa lagi kalau bukan bersama ibunya Shin dan ibunya Irma.

Huft, benar-benar merepotkan! Sungguh, mereka sama sekali tidak ingin keluar uang kalau disuruh meet up di luar sana seperti di cafe-cafe atau restoran.

Ah, dasar emak-emak.. Tetapi di kembalikan lagi, mereka itu tetap memikirkan kondisi keuangan dan perekonomian masing-masing untuk bisa menghemat pengeluaran.

Dari kejauhan, seorang pria tengah berada didepan seorang penjual sayur. Levi menyipitkan matanya dan merasa heran. Pria itu adalah Kalvin.

"Aku enggak salah lihat kan ada pria tampan di pasar tradisional sini?"

Levi menghentikan langkahnya sejenak, mengusap salah satu matanya dan berusaha meyakinkan diri jika apa yang dilihat didepan matanya itu benar. Merasa penasaran, Levi pun mendekati penjual sayur tersebut dan berdiri disebelah pria itu.

"Sebentar ya Pak. Saya cari catatan belanjaan sayur nya dulu."

Levi mendengar suara Kalvin pada si penjual sayur tersebut sambil merogoh saku celana dan saku kemeja yang dikenakannya. Selagi menunggu disamping pria itu, Levi kembali menoleh ke penjual sayur dan memfokuskan dirinya.

"Pak. Saya beli tomat setengah kilo."

"Iya Mbak. Sebentar ya."

Levi hanya mengangguk. Sementara pria tampan yang berada disampingnya masih terlihat berkutat sambil mencari catatan tersebut.

"Waduh Pak! Catatan belanjaan sayurnya enggak ketemu nih. Gimana ya? Kayaknya hilang atau terjatuh."

"Emang Mas nya mau masak apa hari ini?" sela Levi tiba-tiba secara spontan. Bahkan ia merutuki kebodohannya!

Kalvin menoleh ke samping dengan terkejut. Ia menatap Levi sejenak yang tiba-tiba menegurnya.

"Em.." pria itu menggaruk kecil tengkuk lehernya. "Itu, saya lupa sih Mbak. Tapi kalau enggak salah Ibu saya tadi katanya mau masak sayur sop dan daging rendang. Dagingnya sudah saya beli sih, tinggal olahan bumbu dan sayur-sayuran lainnya."

"Oh sayur sop sama daging rendang? Gampang Mas." Levi pun segera beralih menatap si penjual sayur.

"Pak tambah sayurannya lagi ya. Ini untuk si Mas nya. Saya pesan wortel, kentang, dan daun SOP untuk sayur sop lalu.."

Kalvin tidak terlalu fokus mendengar ucapan Levi. Ia terdiam menatap Levi yang sepertinya begitu ramah apalagi saat ini sedang berusaha membantunya.

Menit terus berjalan bahkan ia tidak mendengarkan semua ucapan Levi dan bahan apa saja yang di beli oleh wanita itu. Apalagi wajah Levi yang manis dan-

"Ini punya Mas."

"Eh?"

Kalvin langsung beedeham salah tingkah karena tidak sengaja menatap Levi selama beberapa menit.

"Em, makasih."

"Kalau begitu saya pergi duluan ya Mas. Kebetulan belanjaan saya sudah lengkap semua." Levi terlihat memperlihatkan beberapa tas plastik yang berisi berbagai jenis macam sayur didalamnya.

Kalvin hanya mengangguk. Tiba-tiba bibirnya terasa kelu untuk merespon karena sempat tertegun melihat wajah Levi yang baginya meneduhkan hatinya.

Dan lagi, pria itu beristighfar dalam hati agar segera menundukan pandangannya kepada yang bukan mahramnya. Pria itu pun segera mengalihkannya untuk berbicara kepada penjual sayur.

"Semua ini totalnya berapa Pak?"

"Semuanya 50.000 Mas."

"Apa? 50.000? Gak salah pak? Ini belanjaan saya banyak loh." Kalvin kembali melongo kedalam tas plastik yang berisi semua belanjaannya.

"Bapak enggak salah hitung kan?"

Penjual sayur itu hanya tersenyum. "Belanjaan Mas memang banyak. Tapi Mbak-Mbak tadi sudah tawar menawar sama saya Mas. Makanya saya kasih harga murah. Mas nya tadi enggak memperhatikan ya?"

"Ha? Em i-itu saya-" Kalvin menghela napasnya dan berusaha untuk mengalihkannya dengan memilih membayar semua belanjaannya.

"Ini pak, 50.000 kan? Makasih ya."

"Sama-sama Mas."

Kalvin segera beranjak dari sana dan ia berniat mencari Levi semata-mata hanya ingin berucap terima kasih. Wanita tadi benar-benar membantunya dalam hal berbelanja dengan harga murah.

Namun, sungguh disayangkan Kalvin kehilangan sosok Levi dan malah mendapati beberapa wanita mendekatinya lalu tersenyum ramah kearahnya. Beberapa diantaranya ada yang meminta foto bersama walaupun ia sedikit menjaga jarak posisi posenya dengan wanita-wanita tersebut.

Oh ayolah, siapa yang tidak kenal dengan Kalvin? Pengusaha sukses yang dikaruniai wajah tampan dan soleh serta murah senyum. Kalvin juga tidak merasa terbebani ketika orang kaya dengan segala karir yang ia punya seperti ini di suruh pergi menginjak pasar tradisional. Tanpa bantuan siapapun.

👠💄

Kalvin penasaran sama Levi😆
Wkwkwkw.

Salamat malam buat kalian. Makasih sudah baca dan mampir kesini.
Sehat selalu buat kalian ya.

With Love 💋
LiaRezaVahlefi

Instagram
lia_rezaa_vahlefii

Three Love One HearthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang