Chapter 9 : Dilema 3 hati

1.7K 202 11
                                    

Sebulan kemudian..

Kalvin mengusap raut wajah lelahnya. Setelah berpikir panjang dalam mengurus Store Bodyshop Casanova yang terbakar di pusat perbelanjaan diluar negeri pun benar-benar sudah menguras waktu, tenaga dan pikirannya. Semua sudah menjadi takdir ketika musibah itu terjadi.

Setelah jam bekerja berakhir. Kalvin melepas lelah sambil merentangkan otot-otot tubuhnya yang saat ini sedang duduk di kursi kerjanya.

Kalvin mengecek jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul lima sore dan sudah waktunya ia pulang. Untung saja sejak kemarin ia menyicil semua pekerjaan didalam kantor sehingga sedikit banyaknya ia akan mengurangi jam lembur diruangannya. Ntahlah, akhir-akhir ini ia mulai memikirkan kondisi dan kesehatannya untuk mengurangi waktu bergadang.

Disisilain, Kalvin juga harus bisa mengatur jadwal schedule sebuah job pemotretan sebagai kontrak brand ambassador mobil sport keluaran terbaru yang sudah ia tandatangani.

Tanpa mau membuang waktu lagi, Kalvin segera beranjak dari duduknya. Ia pun keluar dari ruangannya dan menuju basement untuk mengemudikan mobilnya.

Sesampainya dijalan, Kalvin menyipitkan kedua matanya dan mendapati Levi sedang berjalan di trotoar dan masih berpakaian kerjanya. Bukankah semua karyawan pulang pukul empat sore? Kalvin melirik jam di pergelangan tangannya yang saat ini sudah menunjukan pukul setengah enam sore.

"Tumben sekali dia jalan kaki? Apakah dia tidak pulang bersama Irma atau Shin?" ucap Kalvin pelan.

Kalvin pun menepikan mobilnya sambil membunyikan klaksonnya dan membuat Levi menoleh ketika mendapati sebuah mobil berhenti disampingnya.

Leve mengerutkan dahinya. "Bukankah itu mobil Pak Kalvin?"

Kalvin keluar dari mobilnya dan menghampiri Levi. "Assalamualaikum Levi."

"Wa'alaikumussalam, Pak Kalvin?"

Kalvin tersenyum. "Kamu pulang sendiri? Yang lain kemana?"

Levi terlihat canggung. Apalagi seorang pria yang menjadi atasannya itu menghampirinya. "Em, mereka sudah pulang jam empat sore tadi Pak."

"Kamu mau kemana? Ini sudah senja." Kalvin menatap langit diatas kepalanya yang mulai memerah senja.

"Em. Sa-saya mau ada keperluan Pak."

"Mau saya antar? Daripada kamu jalan kaki. Kali aja satu arah sama tujuan saya."

Dan Kalvin pun memperhatikan Levi yang saat ini sedang membawa beberapa kantong plastik berisi makanan dan kue-kue.

"Sepertinya kamu mau ke suatu tempat. Saya antar ya? Tidak baik kalau senja begini kamu jalan kaki."

Levi terlihat ragu. Apalagi pria sebaik Kalvin sudah membukakan pintu mobil bagian belakang buat dirinya. Setelah berpikir sejenak, Kalvin benar. Lebih baik ia menumpang mobil Kalvin agar bisa mempersingkat waktunya.

Begitu didalam mobil, Kalvin kembali bersuara. "Ini mau diantar kemana? Sebutin aja alamat kamu."

"Ini bukan alamat saya Pak."

Kalvin melirik kearah Lia melalui spion tengahnya. "Jadi kemana?"

"Ke rumah anak-anak. Bapak tinggal terus kemudian belok kanan. Ada gang pertama disitu lokasinya."

Kalvin terdiam. Ia sedang tidak salah dengar, kan? Anak-anak? Maksudnya apa? Apakah dia sudah berkeluarga?

Kalvin terlalu menerka-nerka sejak tadi. Ia berusaha mengingat riwayat data lengkap karyawan Levi ketika wanita itu menyerahkannya dengan keterangan masih single.

Three Love One HearthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang