Part 5

63 3 0
                                    


Tangisan Nia tak bisa ia bendung lagi, Fita dan Lina melihat Nia yang menangis tersedu-sedu di dekat pantai.

"Nia lo kenapa?" Lina memeluk Nia yang sedang menangis.

Nia hanya diam.

"Ada yang nyakitin lo atau ada yang ngebentak lo?" Nia hanya diam dalam tangisannya.

"Mungkin Nia nggak bisa cerita sama kita," ucap Fita.

"Ya udah, kalau lo nggak bisa cerita sama kita. Tapi sekarang kita harus balik ke panggung karena semua panitia dan peserta akan pulang." Nia menghapus air matanya dan Lina membantu Nia menghapus air matanya.

"Ya udah, yuk?" ajak Fita.

Nia segera melupakan kesedihannya, dan Nia kembali ke tempat panitia berada. Akhirnya acara berjalan dengan baik dan sekarang Nia ingin sekali sampai di rumah dan menghempaskan badannya ke kasur tercintanya.

Setelah acara resmi di tutup, semuanya bubar untuk pulang ke rumah masing-masing. Nia segera bergegas pulang ke rumah karena rasa kantuk tak dapat Nia tahan lagi.

Sesampai di rumah, Nia meletakkan barang-barangnya kesembarangan tempat dan segera menuju lantai dua, di mana kamarnya berada. Tanpa mengganti pakaian dan melepas sepatu, Nia segera menghempaskan tubuhnya ke kasur.

***

Nia mendengar dosen menerangkan perkuliahan hari ini. Nia yang berada di kursi depan harus kuat menahan rasa kantuk yang sangat berat. Sedangkan Febri berada di sudut kelas, dengan tangan yang dilipat dan memejamkan matanya, Nia melirik sebentar ke arah Febri, ia benar-benar kelelahan, semoga dosen di depan kelas tidak menyadari itu. Setelah satu jam lewat, akhirnya dosen itu keluar dan Febri terbangun dari tidurnya. Febri menghampiri Nia yang sedang memasukan buku ke tasnya.

"Ya, gue lihat tugas lo ya?" Ini lah Febri meski ia aktif dan suka bercanda, ia tetap mengedepankan pendidikan. Ia selalu membuat semua tugas dengan benar. Beda sekali dengan cowok yang ditemukan Nia selama ini. Febri merupakan salah satu anggota geng nakal di jurusan Nia, namun dia tetap bisa memposisikan dirinya. Saat di kelas ia akan belajar dan saat bersama dengan gengnya ia akan mulai tertawa seakan Febri memang layak ada di geng itu. Ia juga tidak merokok. Dalam gengnya hanya dia yang tidak merokok, banyak yang tidak merokok sebelum masuk geng nakal itu namun sekarang hanya Febri yang tidak merokok.

"Iya, nanti gue kirim. Lo mending pulang deh, mata lo udah merah tu!"

"Eheemmm... Nia nih mengerti gue banget deh!" ucap Febri lebay.

"Pergi lo dari sini. Jijik gue lihat lo."

"Hahaha gue bercanda kali, ya udah gue pulang ya, jangan lupa gue lihat tugas lo."

"Iya, dasar cerewet." Nia merasa kalau dia saat ini mulai dekat dengan Febri.

Nia bergegas untuk pulang ke rumah karena mata kuliah tidak ada lagi dan kegiatan di kampus sedang tidak ada. Nia berjalan seorang diri untuk menuju ke parkiran, di sana Nia melihat Febri sedang mengobrol asyik dengan anak kelas sebelah. Terbesit rasa cemburu di hati Nia. Ia kecewa kalau Febri selalu bersikap sama dengan semua cewek.

Nia melajukan motornya begitu saja saat di depan Febri. Padahal Febri sudah menunjukkan senyuman untuk Nia tapi Nia hanya diam. Dan Febri tak memperdulikan sedikitpun perubahan sikap Nia.

Sesampai di rumah Nia, ia meletakkan sembarangan sepatunya bahkan tasnya. Ia segera naik ke lantai dua, kamarnya. ia tak memperdulikan apapun selain ingin tidur. Ia malas membuka ponselnya karena ia akan diajak pergi dengan teman-temannya sedangkan saat ini hati Nia sedang sakit dan tak ingin ke mana-mana.

Hujan turun mengguyur kamar Nia. Nia terbangun dari tidurnya, memandangi setiap titik air yang berjatuhan di langit dari jendelanya. Cuaca saat ini sangat mendukung perasaan Nia, saat ia mencintainya sepihak.

"Ah sudahlah, dia memang bukan untukku. Lupakan Nia, tugasmu sekarang bahagiakan ayah," ucap Nia sambil menghapus air mata yang tanpa disadari sudah mengalir di pipinya.

Nia membuka tasnya untuk mengambil buku dan mengerjakan tugas dari dosennya. Tak butuh waktu lama untuk Nia mengerjakan tugas karena Nia memang dikenal pintar di kampus. Setelah selesai mengerjakan tugas, Nia tak lupa mengirimkannya pada Febri. Meski saat ini Nia akan melupakannya namun semua itu tidak dijadikan alasan untuk Nia menjauhinya.

Nia mengambil buku dari meja belajarnya untu dibaca sambil terbaring di atas tempat tidur, ia melampiaskan rasa kecewanya dengan membaca buku karena itu akan membuatnya lebih baik. Dengan membaca ia akan ingat tujuan utamanya yaitu membahagiakan ayahnya, orang tua yang merangkap menjadi ibu untuk Nia.

***

Hari yang cerah tidak mampu membangunkan Nia seperti biasa. Karena pagi ini Nia harus terburu-buru untuk sampai ke kampus. Beruntunglah di kelas bukan dosen yang killer melainkan dosen yang baik hati. Nia melihat kursi di barisan pertama sudah penuh terisi sehingga Nia harus duduk di belakang, kebetulan Nia berada di belakang Febri.

"Kenapa lo telat, Ya?" tanya Rizky yang berada di sebelah Febri.

Febri ikut menoleh ke belakang saat ia melihat Rizky menoleh ke belakang.

"Ya, lo kalau dilihat mirip Fanes adik tingkat kita deh," ucap Rizky.

"Apaan sih lo!" Nia marah karena Nia sadar kalau Fanes lebih cantik darinya dan ucapan Rizky seakan meledeknya.

"Nggak Ky, Nia ini mirip adik gue," ucap Febri.

"Adik lo?" Febri mengangguk.

"Jadi kalau gue kangen adik gue, gue bisa lihat lo, Ya." Febri memberikan senyum ke arah Nia, Nia tersipu malu. Nia tak menyangka kalau Febri akan bilang seperti itu.

"Seriusan Feb?" tanya Rizky tak percaya.

"Lo berdua kenapa lihat belakang sih, makanya gue malas duduk di belakang pasti ada aja yang ngajaki gue ngobrol!" Mereka berdua tak menghiraukan ucapan Nia, melainkan segera menghadap ke depan agar mereka berdua tidak ke tahuan oleh dosen yang mengajar di depan.

"Ya, kita buat tugas bareng yuk?" ajak Febri.

"Oke." Dose hari ini baru saja membagi kelompok. Nia dan Febri ternyata satu kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4 orang.

"Ya, kita kerjainnya di perpus yuk?" ajak Dwi yang merupakan kelompok Nia juga.

"Oke."

Kirania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang