Part 26

37 2 0
                                    


Sorak kebahagiaan menyelimuti gedung tempat diadakannya upacara wisuda. Para wisudawan dan orangtua tersenyum bahagia hari ini. Berakhirnya perjuangan mereka dalam menempuh pendidikan di sini.

Febri berada diantara gengnya, hanya tiga orang dari gengnya yang wisuda hari ini dan itu termasuk Rifki. Sedangkan yang lain belum tahu kapan wisuda.

Fita sibuk ber-foto ria dengan teman-temannya dan Wahyu juga sama. Febri melirk Fita, sedari tadi ia memperhatikan ke arah Fita tapi ia tak menemukan sosok yang ia cari. Ia mendekati Fita namun Fita secepat mungkin menghindar dan pergi bersama teman-temannya yang lain.

Setelah selesai upacara Wisuda, Febri melihat ke arah Fita lagi. Tetap saja sosok Nia tidak terlihat olehnya. Febri merasa bingung ke mana Nia berada. Dari tadi ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan Nia.

"Fita!" Fita tersentak, ia buru-buru menghindarI Febri karena ia tahu kalau yang memanggilnya adalah Febri.

Febri mengejar Fita yang berjalan cepat. Sepatu high heels yang digunakan Fita tidak bisa membuat Fita berlari.

"Fit, tunggu!" Fita terjatuh namun Wahyu segera menompang Fita.

"Kenapa sih kalian, main kejar-kejaran. Udah besar kalian itu, mana hari ini wisuda, masih aja main kejar-kejaran," ucap Wahyu yang kesal melihat Fita dan Febri.

"Bacot lu Wahyu!" Fita mengendap-ngendap untuk menghindari Febri.

"Fita, mau ke mana lo?!" teriak Febri. Langkah Fita terhenti.

"Apa?" tanya Fita menoleh ke arah Febri.

"Mana Nia, kenapa gue nggak lihat dia." Wahyu dan Fita menggaruk kepala yang tidak gatal. Mereka bingung, alasan apa yang akan ia berikan kepada Febri.

"Kenapa kalian?" Fita dan Wahyu saling berpandangan dan memberi kode untuk siapa yang lebih dulu menjelaskan.

"Kenapa lo nanya-nanya Nia lagi. Lo udah bahagia sama Fanes. Kenapa? Lo mau nyakitin Nia dengan hubungan lo dan Fanes!" ucap Fita sinis.

"Nia pergi!" mata Fita melotot, ia tidak habis pikir mengapa Wahyu dengan mudahnya mengatakan itu.

"Lo Wahyu!" Fita menjitak kepala Wahyu. "Jangan lo kasih tahu, biarkan orang ini kehilangan Nia untuk selama-lamanya. Orang kayak Nia nggak pantas sama dia!" Febri tak menghiraukan ucapan Fita. Ia mendekati Wahyu untuk mencari kebenaran dari ucapannya barusan.

"Lo bilang apa Wahyu? Nia pergi?" Wahyu hanya bisa mengangguk.

"Ke mana? Kenapa gue nggak tahu!"

"Penting banget kasih tahu lo. Lo nggak ada pengaruh apapun di hidup Nia. Lo cuma bisa nyakitin dia, saat dia tulus sama lo!" Febri melirik Fita yang sedari tadi menyalahkannya. Namun Fita menepis rasa takutnya, ia harus berani mengatakan semua tentang Nia karena di sini yang salah Febri bukan Fita.

"Lo dari tadi nggak bisa diam!"

"Wajar, lo nyakitin temen gue!" Fita pergi dan ia menarik tangan Wahyu.

"Wahyu, ayo pergi." Akhirnya Wahyu mengalah, ia mengikuti arah tarikan Fita.

"Wahyu tunggu," ucap Febri.

Wahyu menoleh. "Kenapa?"

"Gue boleh tahu ke mana Nia pergi?"

"Lo cari tahu aja sendiri," potong Fita.

Febri menghebus napas kasarnya, ia mengusap mukanya kasar. Ia sangat kebingungan hari ini. Ia merindukan Nia yang beberapa hari ini tidak melihatnya. Rasa sayang itu kian menguat di dirinya dan hari ini ia akan mengatakan sebenarnya. Tapi Febri putus asa, ke mana Nia pergi sebenarnya.

Kakak Febri memanggilnya, Febri menghampiri kakaknya karena ia akan melakukan foto bersama keluarganya. Di dalam mobil, Febri melihat foto Nia yang tertawa dari ponselnya.

"Sebenarnya, gue pengen banget foto bareng lo." Febri mengusap foto Nia di dalam ponsel.

Kakak Febri melirik adiknya yang dari tadi sibuk dengan ponselnya, lebih tepatnya menatap ponsel yang bertampilan foto Nia yang sedang tertawa.

"Itu yang dulu nemani kamu di rumah sakit kan?" tanya kakak Febri dan Febri terkejut, ia segera memasukan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Iya," jawab Febri.

"Ke mana dia tadi, Kakak nggak lihat."

"Dia pergi, aku nggak tahu dia ke mana," jawab Febri lesu. Kakaknya terkekeh.

"Kamu suka dia." Febri mengangguk malu.

"Kenapa nggak kamu kejar dia, cari dia."

Febri terdiam sebentar. "Dia udah benci aku, Kak."

"Kok bisa?"

"Aku pernah nolak dia dan dia lihat aku sama Fanes, adik tingkat aku. Semenjak kejadian itu aku udah nggak lihat Nia lagi." Kakak Febri mengelus punggung adiknya untuk menenangkan Febri.

"Dia nyatakan cinta sama kamu?" Febri mengangguk.

"Kenapa kamu nggak terima?" Itulah penyesalan Febri saat ini.

"Aku emang bodoh, Kak. Aku bingung harus bagaimana saat ini," ucap Febri putus asa.

"Kamu laki-laki, cari dia ke mana pun. Kalau kamu yakin sama dia, kamu nggak boleh nyerah kayak gini." Febri terdiam, yang dikatakan kakaknya memang benar, dia tidak boleh putus asa.

Setelah selesai sesi foto keluarga, Febri kembali ke rumah untuk melepaskan penatnya sebentar. Hari sudah hampir malam. Febri bersiap-siap dan mencoba menghubungi Nia, hampir setiap detik Febri menghubungi Nia setelah kejadian saat Fanes memeluknya tapi tidak pernah di angkat oleh Nia. Dengan menatap wajahnya di cermin, ia meyakinkan dirinya kalau ia harus bisa bertemu dengan Nia dan menjelaskan semuanya.

Febri menaiki motor ninjanya, ia akan mencari Nia dari rumah Fita. Ia berharap Fita bisa memberikan informasi untuknya.

Dengan keberanian yang sudah terkumpul, Febri mengetuk rumah Fita. Dan beruntungnya Fita ynag membukakan pintu.

"Ternyata lo," ucap Fita. Dia berniat untuk menutup pintu kembali tapi tertahan oleh kaki Febri.

"Fit, gue mohon, kasih tahu gue ke mana Nia," ucap Febri memohon.

"Terus kalau lo udah tahu Nia di mana, lo mau ngapain? Nyakitin dia? Cukup ya Feb, dia udah menderita sama lo. Dia harus nahan sakit cuma karena lo. Gue senang dia udah pergi, artinya dia nggak ketemu lo lagi!"

"Iya Fit, gue tahu gue salah. Tapi kasih satu kesempatan untuk gue. Gue sayang sama dia Fit, kemarin gue masih bingung sama perasaan gue sendiri. Gue bingung sama perasaam gue kalau gue sayang dia sebagai adik gue atau orang yang ada di hati gue. Tapi sekarang gue yakin kalau gue sayang dia sebagai orang yang ada di hati gue. Setiap kali gue mau ngungkap ini, selalu aja ada yang ngalangin. Gue mohon Fit." Fita melihat Febri meneteskan air matanya.

"Feb, lo beneran sayang sama Nia?" tanya Fita memastikan.

"Iya Fit, gue emang bodoh. Lo boleh ngomongi gue apa aja. Tapi gue mohon tolong kasih tahu gue ke mana Nia. Gue sayang dia Fit."

"Tapi Feb, Nia udah pergi jauh dan dia nggak akan mudah kita temui kapan aja."

Febri menatap Fita. "Maksud lo?" tanya Febri.

"Beberapa hari setelah sidang skripsi lo, Nia ngasih kabar ke gue dan Wahyu kalau dia akan pergi. Mimpi dia terwujud untuk ngelanjutin pendidikannya. Sebenarnya dia nggak ngizinkan gue untuk kasih tahu lo tapi gue pikir lo harus secepatnya tahu."

"Kapan dia pulang?" tanya Febri dengan suara gemetar.

"Gue nggak tahu. Dia sengaja nggak ikut acara wisuda-" Febri memotong ucapan Fita.

"Karena dia nggak mau ketemu gue?"

"Menurut gue begitu." Febri terdiam, ia langsung meninggalkan rumah Fita dan mengendarai motor ninjanya.

Mukanya kacau, tampilannya tak karuan dan sesekali ia bergumam nama Nia. Fita sangat prihatin dengan Febri. Memang berat bagi Febri untuk menerima kenyataan bahwa Nia meninggalkannya saat ia yakin kalau ia perasaannya untuk Nia.

***

Kirania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang