Part 9

58 3 0
                                    


Nia dan Febri terlibat di salah satu kegiatan jurusannya. Acara kali ini adalah ulang tahun jurusan mereka. Nia terpaksa harus ikut andil di sana. Setiap rapat Nia selalu saja merasa kehilangan, karena Febri selalu berada diantara perempuan yang menggodanya. Nia mendengus kesal, rasanya ia ingin berhenti saja menjadi panitia acara ulang tahun jurusannya karena setiap rapat ia harus bertemu dengan Febri saat ia sedang tebar pesona, itulah yang disimpulkan Nia. Nia mengerti bahwa Febri mudah bergaul dan berteman dengan siapa saja, tapi bisakah itu hanya cowok saja? Nia sekarang bertingkah seakan Febri miliknya. Itu lah mengapa cinta itu tak harus memiliki.

Nia mengambil ponselnya di dalam tas, ia tak menghiraukan penjelasan tentang konsep acara, karena ia tidak mood lagi berada di dalam ruangan ini. Fita datang menyodorkan permen ke arah Nia, ia pun mengambilnya dan memakannya. Tak sedikitpun kata yang dikeluaarkan oleh Nia.

"Nia lo kenapa? Kayak nggak semangat gitu." Nia menoleh ke arah Fita.

"Gue cuma bosan aja kok, masih lama ya pulangnya?" tanya Nia.

"Nggak tahu, Ya. Paling sebentar lagi." Tiba-tiba Febri duduk di depan Nia dan Fita, setelah itu dia menoleh ke belakang.

"Kalian lapar nggak?" tanya Febri.

"Nggak!" jawab Nia cepat.

"Kok gue sendiri ya yang lapar," kekeh Febri.

"Makanya peliharaan cacing di perut lo nggak usah banyak, kan jadi repot," kekeh Fita.

"Ya udah gue kasih sama lo aja."

"Enak aja, peliharaan lo nggak sesuai di perut gue haha." Nia hanya diam melihat Fita dan Febri sedang melucu.

"Nia kenapa, Fit?" tanya Febri sambil melirik Nia namun Nia hanya menunduk, memainkan ponselnya.

"Dia bosan, lagian panjang amat tuh ketua panitia, ngalahi Jokowi pidato aja," bisik Fita ke Febri.

"Haha, emang udah pernah lihat Jokowi pidato?"

"Nggak haha." Mereka tertawa sedangkan Nia pura-pura tidak mendengar.

"Dasa gaje lo."

"Fit, gue keluar bentar, gue mau makan. Cacing di perut gue udah demo minta jatah!" ucap Febri sebelum ia keluar.

"Terserah lo Feb. Cacing, cacing lo bukan cacing gue." Febri izin keluar dengan alasan ingin mengangkat panggilan dari orang tuanya. Fita melirik ke arah Nia yang masih fokus dengan ponselnya.

"Baik lah, rapat kali sampai di sini saja. Besok akan kita lanjutkan tentang konsep yang matang dan persiapan yang akan kita lakukan. Terima kasih, selamat sore." Nia membereskan buku-bukunya dan keluar, ia tak menunggu Fita yang masih sibuk menyapa temannya yang lain. Nia berjalan seorang diri, saat ini yang ia tak ingin banyak bicara, ia hanya ingin menenangkan dirinya karena rasa cemburunya.

Nia naik keatas motornya dan segera melajukan motornya. Suasana mendung dan perubahan langit yang menjadi warna jingga, mengiringi rasa sedih Nia. Ia menikmati angin yang menghebus di mukanya, dan helai rambutnya berterbangan. Nia membawa motor dengan kecepatan yang pelan, ia ingin lebih lama lagi merasa angin yang berhebus dengan pelan, dan langit yang mendung namun tetap menampakkan langit jingganya. Nia mampir ke sebuah toko, beruntunglah tak ramai. Nia mengambil makanan yang mampu mengembalikan perasaannya menjadi baik. Kemuadian ia pulang ke ruamh.

"Kak, aku minta ajari tugas dong." Adik Nia bernama Sarah sudah berdiri di depan rumah untuk menyambut kepulangan Nia karena ia akan menyuruh Nia mengerjakan tugasnya.

"Letakkan aja di ata meja belajar kakak." Sarah segera masuk ke dalam.

Hati Nia saat ini sudah membaik, ia bisa menerima jika Febri memang seperti itu. Dan Nia bukan siapa-siapa Febri saat ini, jadi ia tak berhak marah dengan Febri.

Kirania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang