BRIANA - 9

7K 915 11
                                    

Siang ini kami memutuskan untuk makan siang di luar, Rey menyarankan sebuah café sederhana dengan menu makanan khas Negara ini.

Aroma panggangan daging begitu menggiurkan ketika kami memasuki café sederhana yang sudah tampak ramai ini.

Obrolan-obrolan singkat sembari menunggu pesanan kami di dominasi oleh Rey, pria ini terlalu banyak bicara hari ini.

“Briana, Ya Tuhan” suara wanita yang sudah sangat lama tak ku dengar, kini kembali terdengar, tubuhku mendadak kaku.

“Mom Shane” sapaku pada beliau.

Wajah beliau tampak tambah tua dari terakhir yang aku lihat, dan tentu saja, waktu sudah 5 tahun berlalu.

Rey dan William tampak penasaran dengan wanita tua itu, apalagi aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mom’ sebutan yang dulu beliau minta langsung. Dan Sekarang masihkan aku berhak atas panggilan itu?

“Ya Tuhan, akhirnya Mom bisa bertemu denganmu” beliau langsung memelukku erat, aku yang awalnya duduk langsung berdiri karena tenaga beliau yang begitu kuat.

“Mom” kataku seraya menepuk lengannya pelan.
“Bisakah kita bicara sebentar?”

***

Aku gugup, seperti dulu saat Adam akan mengenalkanku pada keluarganya, dulu aku takut tak bisa di terima karena latar belakangku, namun wanita tua yang tengah merangkulku ini begitu antusias ketika melihat anak sulungnya membawa seorang wanita.

“Café ini punya teman Mom, Mom udah minta izin untuk menggunakan ruangannya untuk berbicara sebentar denganmu”

Setelah Mom Shane meminta untuk berbicara empat mata denganku, aku langsung minta izin pada Will selaku atasanku dan dia mengizinkannya.

Sebenarnya aku agak merasa sungkan karena sudah 2 kali ini izin karena alasan pribadi, menyangkut masa lalu.

“Kenapa kamu tak pernah ke Rumah, Ana? Mom terus tunggu kedatangan kamu” suara Mom Shane membuatku memusatkan fokusku pada beliau.

“Ana sudah tidak berhak Mom” kataku seraya menunduk, rasanya menyakitkan harus kembali mengungkit luka lama.

“No… Ana, kamu masih keluarga kami dan akan selalu seperti itu, sekalipun Adam sudah tenang disana” tanganku yang saling bertautan di genggam secara lembut oleh Mom Shane.

“Di depan sana… kekasihmu?” Tanya Mom Shane dengan senyum menggoda, aku tau beliau mengalihkan aura sedih yang melingkupiku saat ini.

“Bukan, Mom. Yang menggunakan kursi roda itu Atasanku, aku diminta untuk merawatnya selama dia sakit, dan yang satu lagi supir yang di pekerjakan keluarganya, mungkin aku tak akan pernah memiliki kekasih atau menikah lagi” bisikku di akhir kalimatku.

“Kamu harus melanjutkan hidupmu, sayang. Menikahlah dengan pria yang begitu besar mencintaimu”

Bagaimana aku akan menikah jika hatiku sudah ikut terkubur bersama dengan Adam 5 tahun yang lalu?

***

Ku tatap lembar surat kepemilikan atas sebuah Villa yang di berikan Andrew Kemarin secara paksa, dia tak memaksaku untuk menandatangani surat tersebut, aku di minta untuk berfikir terlebih dahulu, karena Adam menyiapkan ini semua dan memberikannya untukku.

Andrew berfikir aku berhak tau, tapi tidak….

Aku semakin terbebani dengan kenangan bersama Adam nantinya.

Ku lirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam, apartemen begitu sunyi dan sepi, bahkan Will pun mungkin sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu.

Aku melangkah dengan kaki telanjang, membiarkan kakiku tersengat rasa dingin yang di hantarkan oleh lantai menuju dapur, mengambil sekaleng bir milik Rey, aku akan menggantinya besok.

“Kau tampak murung sejak kembali tadi siang” suara Will menggema di udara, aku bahkan tak mendengar suara kursi roda yang bergerak bergesekan dengan lantai karena terlalu larut dalam pikiranku.

“Aku ingin minum itu, tapi aku yakin kau tak akan memperbolehkannya” lanjutnya dan tentu saja aku akan melarangnya bagaimanapun dia memaksa.

Ku tatap lubang di atas kaleng Bir yang ku genggam dengan kedua tangannya.

“Wanita siang tadi adalah mertuaku”

--------

Maaf, baru sempat post.
Part ini nggak di edit, dan maaf kalau typo bertebaran.
Happy Reading and Enjoyyyy

BRIANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang