BRIANA - 11

6.7K 859 11
                                    

Aku membantu Will turun dari mobil dengan agak kesulitan karena hari ini Rey meminta izin pada pria itu karena ia harus pulang kampung, ada hal mendesak yang harus di lakukannya.

“Maaf merepotkanmu” bisik Will pelan ketika aku berhasil mendudukkannya di kursi roda yang sudah di keluarkan terlebih dahulu.

“Aku di bayar untuk itu Will” kataku seraya mendorong kursi rodanya menuju Lift yang akan membawa kami ke lantai 3, dimana ruangan dokter Ridwan praktik.

“Kenapa kau menjadi seorang suster, Briana?” aku menunduk penatap puncak kepalanya.

“Aku mendapatkan beasiswa itu Will, dan aku tak bisa memilih, aku tak terlahir sebagai anak dari keluarga kaya yang bisa bebas memilih jurusan yang ku senangi” tepat setelah berkata itu, lift terbuka membawa sekeluarga dengan seorang wanita tua di atas kursi roda yan di dudukinya.

Aku tersenyum ketika sekeluarga itu menatapku.

Ku dorong kursi roda yang diduduki Will memasuki Lift dan hanya ada kami berdua di dalam kotak besi itu.

“Jadi… apa cita-citamu?” Tanya Will memecah keheningan di dalam lift.

“Dulu… ibuku mengatakan kalau orang-orang seperti kami tak berhak memiliki cita-cita karena sudah bisa makan dan hidup secara layakpun kami harusnya sudah bersyukur, kami hidup mengikuti nasib yang Tuhan tuliskan untuk kami” aku menatap wajah Will lewat pantulan dinding besi lift yang mengkilat.

“Tapi tentu saja, sewaktu aku kecil aku memiliki cita-cita seperti teman-temanku, Aku memimpikan memiliki suami seperti Ken, dan memiliki sebuah rumah dengan halaman hijau yang luas dengan sepasang anak anjing yang menggemaskan”
Ku dengar Will terkekeh pelan.

“Khas mimpi anak-anak, umur berapa kau menginginkan itu?”

***

“Bagus Will, aku senang kau memiliki semangat untuk kembali sembuh, jika perkembanganmu seperti ini terus, aku yakin 2 atau 3 bulan lagi kau akan bisa berjalan lagi, walau belum sempurna” Dokter Ridwa berkata dengan senyum di wajahnya.

Nafas Will masih terengah masih belum pulih dari lelahnya akibat terapi yang baru saja di jalaninya, Dokter Ridwan tampak puas dengan perkembangan William dan aku ikut senang akan hal itu.

“Aku senang kau merekomendasikan Briana sebagai suster pribadiku, Dok” kata William sambil tersenyum.

Briana terkekeh pelan tak menanggapi secara berlebihan pembicaraan kedua pria berbeda usia di hadapannya ini.

“Bagus kau menyukai Briana, dia Primadona di Rumah sakit ini, apalagi bagi kakek-kakek yang sering datang ke sini untuk melakukan cek up, mereka mencarimu, Ana” kelakar dokter Ridwan dan lagi lagi aku hanya menggapi dengan senyuman.

Setelah berbincang hangat dengan dokter tua itu, Aku menuju ke apotik rumah sakit untuk menebus obat-obat William yang kini sudah sedikit lebih berkurang.

Dokter Ridwan menyarankan beberapa makanan untuk mempercepat penyembuhan tulang kaki William dan aku sempat mencatatanya di note phonselku, mungkin aku harus berbelanja setelah ini.

“Briana… ahh aku fikir aku salah lihat” setelah memberikan resep di apotik, aku duduk di salah satu bangku tunggu, dan Wiliam masih tampak sibuk dengan phonselnya.

“Hai Clara” aku memeluk wanita yang beberapa tahun lebih tua dariku ini, sejak awal masuk ke rumah sakit ini, Clara menjadi teman yang baik, dia mengajariku banyak hal karena dia lebih senior.

“Kau sudah kembali kesini?” Tanya Clara dan aku langsung menggeleng.

“Belum” Clara tampak sedikit kecewa dengan jawabanku.

“Aku berharap kau kembali ke sini, suster suster sok cantik itu semakin merasa di atas awan karena tidak ada saingannya” keluh Clara pelan.

“Apalagi ada dokter baru yang masih muda, semakin membuatku pusing” lanjut Clara dan aku tertawa pelan.

“Briana” suara William memotong pembicaraan kami.

“Ah… ohh, Clara perkenalkan, ini William Froklyn” Clara menatap William sejenak sebelum senyumnya mengembang sempurna.
Ya Tuhan… Clara masih belum imun pada laki laki tampan, padahal dia sudah memiliki suami dan seorang anak laki laki yang begitu tampan di rumah.

“Hallo Mr. Froklyn, saya Clara teman seprofesi Ana” Clara sedikit membungkukkan tubuhnya memberi salam pada Will.

“Hai Clara, senang bertemu denganmu” ku lihat Clara bersemu, semburat pink muncul malu malu di pipinya.

Suara seseorang memanggil nama William membuatku menoleh dan ternyata obat milik Will sudah selesai di ambilkan.

“Aku harus mengambil obat terlebih dahulu”

--------

Uhuyyyyy.
Cerita ini bakal jadi cerita yang singkat, jadi kalian harus berpuas diri sama yang aku post 😂😂😂

Semoga kalian suka.
Happy Reading and Enjoyyyyyy

BRIANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang