Aku meminta izin untuk keluar sebentar pada Will, dan sangat kebetulan kalau Uncle Ryo juga Aunty Dina datang mengunjungi anak laki lakinya.
Setelah beberapa hari aku mengabaikan isi pesan yang di kirimkan Andrew, akhirnya aku sudah tak mampu lagi menahan rasa penasaranku.
Tadi pagi, aku mengirimkan pesan pada Andrew agar kami bertemu hari ini dan langsung di iyakan oleh Andrew dengan senang hati.
Andrew mengatakan kalau dia akan sedikit terlambat karena harus menyelesaikan masalah kantor sebentar, dan aku mau tidak mau harus menunggu pria yang pernah menjadi adik iparku itu.
Ku sesap es kopi yang ku pesan, begitu menyegarkan ketika menyentuh bibir dan masuk ke tenggorokan.
Café kecil ini tak pernah berubah, dari desain interior sampai cita rasa yang di jual masih sama seperti bertahun tahun yang lalu.
Setelah 5 tahun berlalu, akhirnya aku mampu memberanikan diri untuk kembali menikmati suasana tempat ini.
“Maaf Ana aku sedikit terlambat” suara Andrew terdengar setelah aku menghabiskan setengah es kopi yang ku pesan.
Aku mengangguk.
“It’s okey” kataku padanya.
Kami memilih makan siang terlebih dahulu, sebelum Andrew mengatakan sesuatu yang entah kenapa aku yakin akan membuatku menangis semalaman nanti.
“Beberapa waktu yang lalu aku ke rumah sakit tempat kamu bekerja, tapi staf disana mengatakan kalau kamu sekarang menjadi perawat pribadi”
Aku mengangguk dan meminum air putih, meloloskan makanan dari tenggorokanku.
“Sudah hampir 3 bulan ini aku bekerja pada seseorang”
“Ohh baguslah kalau seperti itu, kamu tampak bahagia sekarang” aku tersenyum tipis, ya… aku bahagia di depan semua orang.
Dan semua orang tak tau seberapa rapuhnya aku ketika aku sendirian.
“Seperti yang kamu lihat” kataku berlagak seolah aku memang sudah baik baik saja.
“Aku ingin memberikan sesuatu padamu” wajahnya berubah serius, aku memperhatikan dia yang sedang mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tas kerjanya.
“Buka lah” katanya seraya memberikan amplop tersebut padaku.
Aku menerimanya dengan ragu.
“Andrew… apa ini?” tanyaku sebelum membukanya, aku harus memastikan apa yang akan ku baca terlebih dahulu, apalagi ini semua menyangkut Adam.
“Bukalah, kamu bisa membacanya sendiri” katanya berkata dengan tenang, wajah Andrew yang biasanya terlihat lebih riang kini tampak datar.
Mataku terbelalak ketika melihat sebuah surat kepemilikan sebuah Villa di Tokyo atas namaku.
“Oh My God” bisikku, aku menaruh surat tersebut di atas meja.Tidak…. Aku tidak bisa menerima ini semua.
“Kamu harus menerimanya, ini Milikmu” tegasnya ketika melihat ekspresi enggan yang ku tunjukkan.
“Aku udah nggak berhak menerima apapun, An” bisikku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Itu semua disiapkan Adam sebelum dia meninggal”
Ku lihat Andrew menghela nafas pelan, matanya menatap sekeliling seolah menghindari tatapan mataku.
“Sebelum pernikahan Kalian, aku di minta untuk mencari sebuah hadiah untukmu, dia terlalu sibuk mengurus pernikahan kalian sampai tidak sempat melakukannya dan akhirnya memintaku”
Aku ingat ketika hari pernikahanku dengan Adam sudah dekat, dia begitu sabar menemaniku mempersiapkan semuanya, bahkan dia terus menemaniku ketika pekerjaannya sudah selesai.
Sebelum pernikahan adalah hal yang sangat amat membuatku Stress, apalagi mama yang sama sekali tak membantu, dia sibuk bahagia karena akan mendapat menantu kaya.
Dan Adam selalu ada untukku, memelukku ketika aku menangis di tengah malam, memijat kakiku ketika aku benar benar lelah seharian.
Dia begitu baik.
“Aku menunjukkan sebuah Villa yang di jual oleh kenalanku, dan sangat amat kebetulan dia datang ketika kalian akan berangkat ke Tokyo, aku sudah mengatakan kalau surat-suratnya akan ku urus sementara kalian bulan madu, namun dia dengan keras kepalanya menolak” aku menundukkan wajahku, menatap meja kayu yang di pernis licin dan cantik.
“Dia pamit ke Bandara setelah mendapatkan kunci Villa dan telah menandatangani serah terima villa itu, aku ingin mengantarnya,temanku yang dari Jepang itu tidak mungkin aku tinggal”
Aku bahkan sempat merajuk pada Adam ketika dia ingin memberiku sebuah kejutan yang manis.
Adam.
“Maaf, Briana”
***
Author POV
Will menatap Briana yang masuk ke dalam apartemen tanpa menatap mereka yang tengah duduk berbincang di ruang keluarga.
“Ada apa dengan wanita itu?” Will bergumam seolah bertanya pada dirinya sendiri, bahkan pria itu masih menatap pintu bercat putih yang tertutup rapat.
“Sepertinya kau bisa kami tinggal” kata Ryo pada Will yang tengah menatap pintu yang masih tertutup itu.
“Ya, tak apa Dad” kata Will.
“Tapi Briana tampak tidak baik baik saja, mau Mom bantu naik ke ranjang?” Tanya Dina pada anak sulungnya itu.
“Tidak usah Mom, aku akan berusaha sendiri” Dina tersenyum lalu mengusap puncak kepala Will dengan lembut.
Dia baru bisa mengunjungi Will saat ini karena kondisi tubuhnya tidak memungkinkan, dari cerita Ryo selama ini, Will tampak kurang memiliki semangat untuk sembuh.
Namun Dina bersyukur, melihat Will sudah sedikit banyak mau berinteraksi dengan mereka seharian ini.
“Cepat sembuh Will, Mom menunggumu di Rumah”
.
------Sebenarnya sudah di siapkan sejak pagi, tapi karena emang hari ini agak 'sibuk' jadi baru bisa post sekarang.
Semoga kalian suka part ini.
Happy Reading and Enjoyyyyyt
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIANA ✔
أدب نسائيMasa lalu adalah Momok menakutkan bagiku. -Briana- ----------------------------------------- Start : 1 Februari 2019 Fin : 3 April 2019