BRIANA - 12

6.4K 872 36
                                    

Suara benda terjatuh terdengar keras, aku langsung berlari ke kamar William, karena suara itu berasal dari sana.

“William” aku menyerukan namanya dengan keras, dan suara erangan terdengar dari kamar mandi yang pintunya sudah tertutup.

“Ya Tuhan” aku berteriak panik ketika melihat William terjatuh dari kursi rodanya.

Ketika bangun tidur tadi, Will meminta agar dia mandi sendiri, sudah semingu belakangan William selalu meminta itu, dan aku akhirnya menyerah.

“Will, Ayo berdiri” Aku membantu Will agar dia bisa kembali duduk di kursi rodanya, namun Will semakin mengerang kesakitan.

Suara Rey terdengar di luar sana, memanggil namaku beberapa kali.

“Rey, bantu aku” teriakku keras, suara langkah kaki tergesa terdengar mendekat.

“Ya Tuhan” suara Rey sama paniknya ketika mendapati Will terduduk lemas di lantai kamar mandi yang bahkan masih kering.

“Apa yang terjadi?” tanyanya sambil mencoba mengangkat Will dari lantai.

Aku membantunya mengangkat Will sebelum menjawab pertanyaannya.

Will memejamkan matanya ketika Aku dan Rey meletakkan tubuh besarnya di atas ranjang kamarnya.

“Aku akan menelfon dokter Ridwan” kata Rey sambil berjalan keluar dari kamar Will, membiarkan pintu kamar terbuka lebar.

“Will” aku menyentuh lengannya, aku cukup panik tadi.

Dia membuka matanya, dan aku menyodorkan segelas air putih yang ada di nakas samping ranjangnya.

“Apa yang terjadi Will?” tanyaku padanya setelah dia mengembalikan gelas yang sudah kosong padaku.

Dia kembali merebahkan kepalanya di bantal.

“Ketika menahan tubuhku, tanganku tergelincir, apakah keningku berdarah” aku mendekatkan wajahku, meneliti keningnya yang baru ku sadari terlihat merah keunguan.

Mataku bertemu dengan matanya.

Sial…. Jantungku, ada apa dengan jantungku?
Aku menjauhkan wajahku, begitu juga dengan tubuhku, sejak Kematian Adam, aku tak pernah berdekatan dengan pria dengan tanda kutip.

Dan baru kali ini aku merasa kalau jantungku bermasalah ketika mataku bertatapan langsung dengan Mata William.

“Tidak… tapi keningmu lebam, aku akan mengambil es untuk mengompresnya” tanpa menunggu jawaban dari William aku segera keluar dari kamarnya.

Di depan pintu kulkas, aku termenung.

“Adam… Maafkan aku”

Aku tidak bodoh untuk mengenali perasaan yang baru saja muncul, aku tak akan mengangap ini sebuah penyakit jantung atau penyakit lainnya.

“Ana” suara Rey menyentak lamunanku.

Aku menoleh sebentar lalu mengambil Es batu dengan handuk kecil untuk mengompres keningnya.

“Untuk apa?” Tanya Rey.

“Will, sepertinya kepalanya terantuk sesuatu” Rey mengangguk.

“Rey, bisakah kau membeli sarapan, aku belum sempat memasak tadi” rey mengiyakan dan segera berlalu setelah mengatakan kalau dokter Ridwan sudah hampir sampai.

***

“Dia tidak apa, mungkin gerakan keras membuat kakinya sedikit sakit, tapi dia baik baik saja” aku mengangguk ketika Dokter Ridwan menerangkan kondisi William.

“Lain kali, kau harus mengawsinya sebelum meninggalkannya, Ana” aku mengangguk merasa bersalah.

“Maaf dok” kataku dengan rasa bersalah, biasanya aku tak pernah mengalami hal seperti ini.

“Tak apa, Mungkin William akan tertidur selama beberapa saat, aku sudah memberinya obat pereda rasa nyeri, nanti kalau sudah bangun berikan obat yang biasanya” aku mengangguk mendengarkan dengan seksama arahan dokter Ridwan.

Sekalipun aku sudah merawat orang selama bertahun-tahun, namun aku tetap mendengarkan arahan dokter terlebih dahulu sebelum bertindak.

Dokter Ridwan keluar dari kamar William terlebih dahulu, aku membenarkan posisi bantal dan menyelimuti Will.

Ku tatap wajahnya yang tampak damai seperti bisanya sebelum akhirnya aku menghela nafas panjang.

Aku tak boleh jatuh pada pesonanya.

-------

Selamat sore......

Semoga kalian suka part ini.
Happy Reading and Enjoyyyyy

BRIANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang