Mereka mengobrol sampai tengah malam, aku memilih memasuki kamar terlebih dahulu setelah mengambilkan air minum dan cemilan untuk teman mereka mengobrol.
Will sempat memperkenalkanku dengan Darius. Kata William, Darius adalah salah satu salabatnya yang paling dekat.
“Chelsea terus menanyakan kabarmu” tanganku yang hendak membuka pintu kamar mendadak berhenti, benakku bertanya Tanya, siapa Chelsea?
“Ohhh… apa kabar gadis kecil itu?” pertanyaan William Nampak terdengar datar dan biasa saja, seolah itu bukanlah hal yang penting untuk di bahas.
“Dia bukan gadis kecil lagi Will, kau pasti tau kalau diam-diam dia menyukaimu” aku berhenti menguping dan keluar dari kamarku, melangkahkan kakiku ke dapur untuk mengisi gelasku yang sudah kosong.
“Briana… kemarilah, mengobrol dengan kami” aku tersenyum tipis pada William dan Darius.
“Ini sudah malam, aku lelah, kau juga harusnya istirahat, besok kau harus terapi Will” bukannya mengurus Darius secara halus, namun itulah kenyataannya.
Besok William harus bertemu dokter Ridwan untuk mengkonsultasikan kakinya, sebelum dia pulang ke Negara asalnya.
“Baiklah Will. Aku juga harus kembali ke Hotel, besok aku akan ikut menemanimu terapi” Darius memeluk William singkat, nampaknya mereka sangat akrab.
Aku berinisiatif mengantar Darius sampai pintu depan.
“Kau nampaknya menyukai pria itu” aku menoleh ke arahnya, Darius tengah menatapku serius.
“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.
“Sinar matamu menunjukkan ketertarikan padanya” katanya dengan nada yang begitu yakin.
Benarkah?
“Aku harus kembali ke Hotel, senang bertemu denganmu Ana” dia tersenyum singkat sebelum akhirnya melangkah menjauh dari pintu apartemen.
Aku hanya menatap punggungnya yang kian menjauh.
***
William Nampak termenung menatap langit luar, sejak kembalinya dari rumah sakit dia tampak diam, padahal Dokter Ridwan mengatakan kalau kondisi William sudah jauh lebih baik, bahkan mungkin dalam beberapa hari bisa kembali ke negaranya, dan hanya akan melakukan beberapa pengecekan dengan dokter yang akan di rekomendasikan oleh dokter Ridwan nanti.
“Ada yang mengganggu fikiranmu?” tanyaku seraya menyodorkan segelas jus mangga untuknya, dia sedikit terkejut dan mendongak ke arahku.
“Aku hanya berfikir bagaimana aku hidup di tempat dimana aku harus kehilangan Olivia” mungkin karena memang hanya aku dan Rey yang berinteraksi dengannya setiap harinya, Will jadi tidak canggung mengatakan keresahannya padaku.
Aku duduk tak jauh darinya.
“Kau hanya harus menerimanya Will” kataku yang mengikuti arah pandangnya.
Ku dengar William menghela nafas pelan dan tak ada lagi suara di antara kami. Kami larut dalam fikiran kami masing masing hingga beberapa saat.
“Kau akan menikah lagi?” aku menoleh terkejut ke arahnya.
“Kenapa kau bertanya seperti itu?” tanyaku padanya, dia hanya menggedikkan bahunya pelan.
“Aku hanya penasaran”
Aku menghela nafasku pelan, jujur saja aku tak terlalu memikirkan hal itu.
Apalagi ibu yang selalu meminta uang padaku.
Mulai saat itu aku hanya berfikir untuk terus bekerja membiayai hidupku dan membiayai hidup ibuku yang terlalu berlebihan itu.“Entahlah, mungkin tidak” jawabku.
“Kenapa?”
“Aku hanya merasa kalau semuanya percuma, aku masih mencintai mendiang suamiku bahkan setelah bertahun tahun. Aku tak tau apakah aku bisa mencintai orang lain atau tidak” aku menoleh ke arahnya, dia tengah menatapku aneh.
“Kau mengatakan kalau hidup terus berjalan, kenapa tau tak memilih untuk menikah lagi, dan setahuku kau masih sangat muda kan?”
“Umurku sudah 30 Will, aku hanya perlu terus bekerja untuk menghidupi diriku sendiri”
-END-
-----------------
Semoga kalian suka part ini.
Happy Reading and Enjoyyyyyy
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIANA ✔
ChickLitMasa lalu adalah Momok menakutkan bagiku. -Briana- ----------------------------------------- Start : 1 Februari 2019 Fin : 3 April 2019