"Lo tidur dimana dua hari ini?" tanya Kevin pertama kali saat matanya terbuka di pagi hari. Kevin terbangun karena mendengar pintu terbuka, dia takut ada maling, tapi ternyata Gracia yang masuk membawa kopernya kembali setelah dua hari tidak pulang.
Gracia tidak menjawab. Cewek itu membuka kopernya dan memasukkan kembali baju ke dalam lemarinya.
"Woi, itu kuping atau pajangan?!" Kevin geram sendiri melihat kelakuan perempuan aneh ini. Padahal dari kemarin Kevin sudah bersikap baik tapi tetap saja tidak ada perubahan sama sekali.
Kevin bangkit dari tempat tidur, menghentikan pergerakan tangan Gracia. "Lo tidur dimana semalem?"
"Bukan urusan lo!" jawab Gracia menyentak tangannya.
"Urusan gue lah. Lo tanggung jawab gue."
"Nggak usah ngomongin tanggung jawab, kayak lo ngerti aja maknanya."
Ya Tuhan, kenapa Kevin harus tinggal dengan wanita ini? Apa benar mereka akan menghabiskan sisa hidup ini bersama? Itu adalah hal paling menakutkan.
"Jangan pernah gunain Anin buat nyari keberadaan gue," kata Gracia setelah selesai memasukkan semua pakaiannya ke dalam lemari. "Dia temen gue. Jangan ikut campur urusan gue dan jangan kepoin gue!"
Kevin melipat tangannya di depan dada. "Siapa sih yang kepo sama lo? Nggak ada tuh."
"Berhenti hubungin Anin kalau cuma mau tau tentang gue. Lo boleh terus hubungin Anin bahkan pendekatan sama dia, tapi jangan anggap dia sebagai GPS gue."
"Kalau lo nggak mau gue manfaatin temen lo buat cari tau posisi lo, harusnya lo itu pamitan sama gue. Gue ini suami lo, harusnya lo punya sopan meskipun sedikit." Kevin mengatakannya dengan sangat santai.
Gracia sangat kesal mendengar kata 'suami' keluar dari mulut Kevin. Sampai saat ini Gracia tidak merasa bahwa dirinya sudah menikah. Meski terkadang beban itu ada, Gracia tetap menganggap dirinya adalah remaja biasa yang hanya dilarang berpacaran oleh orang tuanya.
"Nggak usah berharap gue bersikap sopan kalau lo sendiri aja nggak bersikap baik sama gue."
"Kurang baik apa gue sama lo? Gue nggak ganggu hidup lo sama sekali kan selama ini."
"Iya memang. Sayangnya gue berharap lo nggak ganggu hidup gue selamanya! Udah minggir sana, ini kamar gue!"
"Ini juga kamar gue karena ini kamar lo."
"Enggak! Kalau lo emang mau tinggal di rumah ini, lo pakai kamar di lantai satu, jangan di sini!"
"Enak aja! Ini rumah beli pakai duit gue, kok lo yang ngatur."
"Jadi lo nggak ikhlas? Nggak masalah, gue akan tinggal di rumah orang tua gue dan bilang kalau lo udah ngusir gue!"
Kevin hampir meledak, tapi dia sadar bahwa ledakan tidak akan membuat api padam, malah semakin membara. Helaan napas Kevin terdengar panjang, itu adalah caranya menyabarkan perasaan yang bergejolak.
Lelaki itu langsung mengambil barangnya yang sudah dibereskan di kamar itu lantas membawanya ke kamar sebelah. Kevin tidak akan menggunakan kamar di lantai satu karena itu kamar tamu.
*****
Meski satu rumah, mereka tidak banyak bicara. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang, waktunya makan siang. Kevin keluar dari kamarnya karena merasa kelaparan. Tadi pagi juga tidak sempat sarapan.
Dari lantai dua, dia bisa melihat Gracia sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memangku laptop. Tangannya menari di atas keyboard, pandangannya fokus ke arah layar, dan senyumnya mengembang. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk membicarakan banyak hal tentang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comeback (KSS) ✔
Fiksi PenggemarTentang mereka yang bingung pada perasaan sendiri Tentang mereka yang bingung harus mempertahankan atau melepaskan Tentang mereka yang menjalani hidup berdua dalam status yang serius