Mungkin, rindu ini memang tak akan pernah berhenti. Dan aku rasa aku akan belajar menerima kenyataan bahwa aku harus hidup dengan sebuah kegelisahan permanen dalam hatiku. Mungkin aku akan terbiasa dengan tidur yang tidak selalu nyenyak. Mungkin aku akan terbiasa dengan harap yang terkadang muncul, atau keyakinan yang tiba-tiba mengisi pagiku dengan semangat. Namun aku juga akan terbiasa dengan sengatan kekecewaan atau serangan putus asa.
Mungkin, rindu ini memang tak akan pernah berhenti. Dan hidupku pun seperti itu. Hidupku pun tak akan pernah berhenti dengan segala usahaku mencapai mimpi. Menjadikan sosok yang lebih baik lagi, meski akan selalu diikuti memori.
Mungkin, rindu ini memang tak akan pernah mau untuk berhenti. Begitu juga sama dengan rasa ini. Begitu juga dengan kesendirian yang aku alami saat ini. Begitu juga dengan sama halnya seperti penantian selama ini.
Entah mengapa, seakan-akan kamu adalah pusat dari pikiranku. Apa pun yang aku lihat dan dengar seakan-akan ditangkap oleh otakku sebagai implus listrik yang direspon cepat dengan segala memori tentangmu.
Seandainya kamu tau, tidak pernah mudah bagiku untuk merasakan ini. Aku masih saja memikirkanmu, masih saja ingin memilikimu, sementara kamu sudah berkelana entah kemana. Hatiku tak tau kemana lagi harus berlabuh, sudah begitu banyak hati yang aku abaikan, karena hati ini masih saja berbicara tentangmu, masih memanggil namamu. Kamu tidak pernah tau, mencintaimu benar benar merubahku. Bertahan dengan rasa ini, merusak seluruhku.
***
Desember telah hadir, desember selalu punya cerita sendiri. Entah cerita yang akan baru dimulai atau yang sudah usai. Kini ku lihat kamu semakin nyaman dengannya, telah banyak cerita yang sudah kamu ciptakan bersamanya. Sudahlah aku mundur perlahan saja biar ku bunuh perlahan rasa ini. Meski berat tak apa, dari pada harus berharap pada yang tak aku dapat.
Pesan semalam pun tak kunjung kamu baca baca, semakin memperkuat dugaanku saja. Bahwa kamu sudah semakin dekat menjadi sepasang kekasih. Bahkan tak jarang saat aku sedang duduk didepan warkop si babeh tempat biasa aku menghabiskan waktu malam. Kamu lewat bersamanya, seakan tak ada yang terluka dari kisahmu dengannya.
Tragedi itu sontak membuat sobatku membuat candaan baru. Seperti memecahkan lamunan tentang lara hati. Mereka serentak berteriak mengucapkan kata "pemadam pemadam". Mereka paham bahwa saat itu hatiku sangat terbakar oleh api cemburu, melihat kau bergandengan tangan seperti orang yang akan menyebrangi jalan raya.
Hilang semua rasa nyaman yang telah aku dapatkan dari suasana nongkong tadi. Dengan rasa penuh penasaran ku buka langsung aplikasi instagram pribadiku. Seraya ingin mengetahui pulang dari mana meraka berdua?.
Cukup terdiam sejenak aku melihat postingan instastorynya, Nampaknya mereka baru pulang nonton film di bioskop. Tak pernah kuingat apa judul film yang mereka tonton tadi, karena itu hanya akan menambah sakit hati saja.
Aku memberi tahu temanku bahwasanya mereka selesai nonton. "Akhirya dia menemukan kebahagiaan di hidupnya bersama dia, karna jika dia masih bersamaku dia mungkin tak akan nonton film tersebut. Buat makan aja susah ini lagi mau ngajak doi nonton " ucapku dengan tujuan menenangkan hatiku sendiri yang sedang tidak beraturan ini. Mendengar ucapanku tadi semua temanku tertawa terbahak bahak, akhirnya aku pun ikut tertawa bersama mereka.
Mereka berdua masih saja sering melintasi pikiranku, sangat merusak suasana. Meskipun mencoba mengalihkan pembicaraan tetap saja mereka tak mau pergi dari otakku. Diam-diam kuberdoa dia yang bersamamu mati saja. Andai saja aku yang bisa berjalan beriringan denganmu kala itu. Mungkin aku sangat menikmati malam itu.
***
Setiap hari aku menyaksikan mereka semakin dekat, semakin sakit pula hatiku. Tuhan kenapa engkau tempatkan aku dimana harus memilih teman kelas ku atau wanita yang ingin aku miliki. Ah tak ada hal menarik lagi yang ingin kulihat di kampus.
Semakin aku giat pergi kampus semakin aku harus menahan sakit. Karna terlalu seringnya aku melihat mereka berdua, kini aku sudah mecapai titik bosan. Aku pun tak perduli dengan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Bermodalkan semuanya penyesalan, kuhampiri kamu dengan dia yang sedang asyik bercanda ria. Tanpa menghiraukan lingkungan disekitar langsung saja, kutarik dirinya sedikit menjauh darimu dengan alasan ada urusan penting.
Tanpa pikir lama langsung saja ku ucapkan padanya
"tolong jaga dia baik baik, jangan sampai dia sedih apalagi kudengar dia meneteskan air mata ".
"lu tau kan, siapa orang yang pertama bakal gua cari, kalau sampe dia nangis !! " sambungku dengan sedikit tegas.
Tanpa menunggu jawabannya darinya, aku tinggal saja mereka berdua kembali.
Aku lambaikan tangan untuk terakhir kalinya padamu, sebelum aku benar benar pergi dan aku janji tidak akan mengusik kehidupan kamu lagi. Semua beban dihati akhirnya pergi setelah aku melakukan hal itu. Hilang semua tenaga ku kala itu,sampai sampai sangat sulit untuk berjalan menjauh dari keberadaan mereka berdua.
Ku bakar rokok yang ada dalam tasku mencoba menenangkan diri. Duduk terlemas di trotoar saat aku tahu memilikimu hanya akan menjadi angan. Beri tahu aku jika, kamu disakiti oleh pria lain.
Agar dia menyesal telah membuat air mata mu terjatuh. Dimana aku begitu menjaga agar air matamu tak pernah keluar dari kedua bola mata indahmu.
Berpura pura didepan dirimu seakan semuanya baik-baik saja, tidak ada yang terlaku. Mungkin aku harus belajar seperti itu. Karna aku akan selalu melihatmu bersamanya selama kalian berdua masih satu kelas denganku. Sulit memang, tapi tak ada lagi yang harus aku lakukan. Kalian berdua sama seperti aktor FTV, dan akulah pengikut setia serial itu.
Hingga akhirnya saat seisi rumah sudah terlelap, balasan pesan darimu nyatanya belum juga kuterima. Esok maupun lusa, kabar darimu masih tak kunjung ada. Hari-hari kulalui tanpa menerima pesan dari siapa pun. Membiarkan handphone yang bergetar di dalam laci meja. Kurasa ia lebih baik di sana, tergeletak dalam kesunyian, menyelamatkanku dari sebuah penantian.
Kini malam terasa semakin sepi dan sunyi, saat tak ada lagi pesan masuk darimu. Hanya memutar music bergenre hard rock dengan volume kencang, yang bisa aku lakukan. Aku benci hari esok, lagi lagi aku harus bertatap muka dengan kalian berdua. Tapi kini, malam terasa amatlah sangat panjang bila harus kunikmati sendiri.
Malam pergantian tahun, sebentar lagi tiba. Mendadak aku tak ingin menyaksikan pergantian tahun di kota ini. Aku memutuskan pergi bersama para sahabatku ke kota kembang.Tengah malam kami berangkat meninggalkan kota ini, dengan menggunakan mobil yang telah aku sewa tadi siang, dari kaka tingkatku. Adzan subuh di kota Bandung menyambut kedatangan kami. Bergegaslah kami mencari masjid terdekat didaerah tersebut.
Jl.Asia Afrika tempat yang pertama kami datangi hanya untuk sekedar singgah dan menghirup udara dingin di kota ini. Udara saat itu memang cukup dingin, tapi bagiku masih terlalu dingin sikap dia terhadapku akhir akhir ini. Keinginanku dulu berada disampingmu sambil menyaksikan pergantian tahun.
***
Memang cukup sederhana keinginanku, namun keinginan yang sesederhana itu saja tidak bisa aku rasakan apalagi aku harus menginginkan yang lebih dari itu. Kamu kini mungkin sedang asyik bersamanya, entah di kota mana ? entah melakukan apa ?. Yang pasti aku cemburu.
Langit gelap di kota Bandung mendadak berubah menjadi berwarna dan disertai suara nyaring dari petasan yang orang-orang bakar. Cukup indah, meski tak ada kamu saat ini disampingku.
Selamat tahun baru teruntuk kamu disana yang sedang merayakan, tanpa aku ketahui dimana letaknya. Terima kasih luka dipenghujung tahun ini, aku menikmati. Tenang saja aku tak akan bisa untuk membencimu sampai kapan pun itu.
Bagaimana caranya seseorang begitu mudah jatuh hati tetapi sulit melupakan. Bukan karena kenangan yang terukir atau durasi waktu yang dilalui begitu lama. Tapi menurutku, karena aku percaya kamu cinta sejatiku.
Iya, rumahku. Tempat dimana aku menaruh hati dan sejauh apapun aku pergi, aku kembali, padamu. Tapi, ternyata aku salah, aku membangun rumah itu sendirian. Menempatkan rumah itu sementara dan meninggalkannya kala sebentar.
Saat aku kembali, pemiliknya bukan lagi diriku. Pemiliknya yang baru, menggantikan aku yang sudah membangun. Kini ia hanya tinggal merawat, dan menempati rumah tersebut. Dan kini aku sadar, mungkin aku memang benar-benar harus pergi, tanpa pernah kembali. Walau aku selalu menyambut dan menunggumu untuk pulang kerumahmu, di sini.
Aku menyadari ketidak beranianku untuk menjadikanmu kekasih, ternyata itu membuka peluang besar bagi orang lain untuk mengisi hatimu,tak terkecuali teman sendiri. Logika saja tak cukup untuk memahami kejadian ini. Semoga saja aku bisa cepat baeranjak dari fase dimana aku hidup di titik terendah.
***
Aku adalah luka, yang tetap memanggilmu sayang. Izinkan aku bercerita tentang diriku yang sering kali, tidak dipandang berarti. Tapi, selalu terikat dengan kata bertahan. Ialah aku yang lukanya justru lebih dalam dari sang pemeran utama.
Ialah aku yang ingin pergi tapi langkah kaki selalu terhenti dan berbalik padamu kembali. Ialah aku yang berjuang sendirian, tapi tak pernah lelah menunggu kepastian. "Kenapa aku bisa sesabar itu?"
Tak perlu kamu tahu bagaimana rasanya mempertahankan disaat bersamaan kamu juga berusaha ingin membuangku. Jika kamu tak cukup menghargai keberadaanku. Maka cobalah untuk pelik perihal memberi perhatian pada hati yang bukan aku.
Meski terasa sekali menyiksa. Tapi, demi harapan yang pernah kamu janjikan dari awal. Aku ingin tetap bersikeras menaruh harapan padamu, karena aku percaya dan aku berhak bahagia.
Sekecil apapun kemungkinannya, karena bertahan punya alasan masing-masing. Dan untuk kata maaf yang kamu ucapkan kemarin untukku. Sebenarnya itu tidak perlu, karena kamu selalu kumaafkan.
***
Setelah pergimu kemarin, ada hati yang harus aku tata kembali. Hati yang terluka ini harus susah payah aku sembuhkan. Kamu tahu? Bahwa rasanya seperti retak, hancur berkeping-keping. Yang terparah adalah aku seperti mati rasa.
Ada ketakutan-ketakutan didalam hatiku kini. Ketakutan untuk kembali jatuh cinta. Ketakutan untuk kembali mempercayakan hati. Biarkan untuk saat ini, aku menutup hati. Dalam upayaku menyembuhkan segala patah hati ini. Tanpa harus menerima kehadiran siapapun dulu.
Dan bila nanti sudah lebih baik, mungkin saja aku akan siap untuk jatuh cinta kembali dengan seseorang yang baru atau mungkin kembali denganmu. Karna memang sejujurnya aku masih mencintaimu. Tetapi untuk saat ini, biarkan aku menata hati ini, seiring aku berusaha memperbaiki diri.
Untuk lebih hati-hati dalam menaruh hati, untuk lebih bijak dalam memberikan hati. Untuk lebih bijak dalam mengorbankan segala apa yang aku punya nantinya. Karena sejujurnya menata hati kembali tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Aku harus bisa merelakan dan mengikhlaskan.
Ini sungguh berat.
***
"ketika malam, semua berkumpul dalam kepala, lebih berwarna, lebih hidup. Ya, dan rindu mejadi sesuatu yang lebih mendesak ketika bisu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
P E R N A H
RomantikDalam buku ini bercerita; Bagaimana 'aku' sebagai penulis, yang merangkap juga sebagai korban rasa, dan 'kamu' sebagai sebab utamanya. Perkenalan, kasmaran, patah hati, dan dipaksa mengikhlaskan adalah siklus siklus yang aku rasakan, yang aku coba s...