Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Melelahkan jika berjuang seorang diri, tahu diri jika memang keberadaanku tidak kamu inginkan. Kamu yang mudah datang dan kemudian pergi. Membuatku terlatih untuk tertatih-tatih.
Ada tunggu yang tak kamu gubris, hingga hati terasa teriris. Aku sulit melupa karena pernah berhagia. Sukar mencari pengganti, meski dirimu tak bisa kubuat kembali.
Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Aku tak siap jatuh cinta seorang diri. Rasa-rasanya, ingin menyelamatkan diri dari ketidakpastian ini. Karena di matamu, sebuah masa lalu masih terlihat lebih penting dibandingkan kehadiranku.
Dan akhirya tugasku selesai. Melepasmu untuk membuatmu bahagia, meski bukan bersamaku.
Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Dirimu yang tak pernah mampu menerima kehadiranku. Terpaksa ini kulakukan, untuk menyelamatkan diri. Karena aku tahu, hatiku tak pernah kamu minati.
Karena menetap pun tak menghasilkan apa-apa, selain kecewa.
Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Kita butuh ruang untuk intropeksi diri. Karena dirasa sudah tak serah lagi. tak rela jika ada dua penghuni di dalam satu hati.
Sikapmu ynag seperti tak ingin aku tinggal, mengisyaratkan bahwa ada rasa yang sudah tak lagi sama.
Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Tugasku untuk mencintaimu sudah selesai. Caramu mengusirku begitu lembut, sampai-sampai aku tak sadar bahwa ada rasa sakit yang berlarut-larut.
Untuk sebuah akhir,
Bukan bermaksud untuk pergi, hanya saja...
Aku lelah dianggap tidak ada.
***
Sesekali, jadilah mataku;
Yang selalu melihatmu sebagai sesuatu yang indah,
Meski di matamu aku selalu tampak salah.
Sesekali, jadilah telingaku;
Yang selalu bersedia mendengar setiap cerita,
sekalipun kamu tidak ingin berbicara.
Sesekali, jadilah tanganku;
Yang selalu bersedia menggenggammu erat,
meski bukan denganku hatimu terpikat.
Sesekali, jadilah kakiku;
Yang selalu bersedia menemanimu melangkah,
Meski untukku, kamu selalu berbalik arah.
Sesekali, jadilah bibirku;
Yang selalu merapal doa untuk baik-baikmu.
Meski dalam doa baikmu, tidak pernah ada namaku disitu.
Sesekali, jadilah aku;
Yang masih berharap dengan yakin.
Meski nyatanya harapanmu ada pada orang lain.
Aku pergi bukan karena sudah tidak sayang, tetapi mungkin tak kerasan. Sebab, hubungan layaknya rumah, kadang membuat enak tinggal dan betah, kadang juga menjadikan hidup terkekang dan tidak nyaman.
Penyebabnya pun macam-macam, bisa karena banyak aturan dan larangan, bisa juga tidak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sangat tidak menyenangkan.
Salah satu hal yang paling menyakitkan dari perpisahan adalah yang dulunya sangat dekat sekali, berubah menjadi sepasang asing seperti tak saling mengenal sebelumnya. Aku terlanjur mengukir segala tentangmu di seluruh sudut ruang ingatanku. Sehingga, satu satunya cara melupakanmu, barangkali aku harus amnesia terlebih dahulu.
Pada akhirnya, kamu yang selalu kugenggam harus kulepas. Aku sudah tak kuat lagi. hatiku kamu sakiti lagi dan lagi. Aku sudah tak mampu dengan sikapmu yang seolah-olah menganggapku tak berarti apa-apa.
Kamu kulepas. Hatiku sudah benar-benar tak kuat lagi. Aku sudah cukup lelah untuk selali memaafkan kesalahan yang kamu lakukan berkali-kali. Aku lelah untuk terus mengertimu yang tak pernah mengerti aku.
Aku hanya ingin melepasmu, bukan melupakanmu. Aku juga sedang berusaha melepaskan diri darimu, bukan menghilang darimu. Sebab itu, ketika kamu tahu aku tak lagi sendiri lagi, itu berarti aku mampu untuk berdiri, tanpa bayangan kamu. Tanpa hati yang tidak untukku, tanpa kamu yang tidak menerima semua aspek pribadiku.
Menjauh dari apa yang membuat rapuh, adalah langkah awal untuk sembuh. Ketika hati terlalu lelah untuk bersabar, disana akan kutemui jalan keluar. Sebab dari segala rasa sakit, aku harus bangkit.
Mungkin sudah saatnya aku pamit, rasanya kehadiranku sudah tidak lagi kamu harapkan segala perhatianku tidak lagi kamu butuhkan. Sepertinya kini kamu sedang berhahagia dengan dia.
Jika begitu, semoga dia mampu memberikan kasih dan cintanya kepadamu dengan tulus. Maafkan aku yang tidak bisa membuatmu yakin bahwa aku bisa menjagamu. Dan maafkan aku yang juga tidak bisa membuatmu merasa nyaman untuk tetap tinggal bersamaku.
Sekarang aku pergi, meninggalkanmu dan segala tentang perasaanku padamu yang aku miliki, berjuangku cukup sampai disini. Karena lebih baik aku berhenti ketika aku selalu ada untuk kamu, namun kamu tak pernah menghargai itu.
Jika suatu saat nanti kamu lemah dan lelah berjuang untuk orang lain, percayalah, aku pernah berjuang lebih keras dari pada kamu, aku juga pernah mencintai lebih dari kamu, dan aku pernah kecewa lebih dari yang kamu tahu.
Mungkin menyenangkan bagimu bercanda seriusnya perasaan seseorang. Tapi kelak, kumohon ingat hari ini baik-baik.
Hari dimana kamu tertawakan tulusnya seseorang.
Hari dimana kamu buang kerasnya juang seseorang.
Hari dimana tak lagi kamu hargai hadirnya seseorang.
Dan jika kamu baca ini, ini adalah pesan terakhirku yang berjudul pamit untukmu.
Selamat ya, kita telah berakhir. Cinta yang kamu idam-idamkan redup. Cinta yang kamu damba-dambakan senyap, kini telah senyap. Rasa yang kamu abaikan juga tak lagi mengharapkan sebuah balasan.
Terima kasih untukmu, atas kisah indah yang pada akhirnya bertemu pisah. Aku hanya berharap yang terbaik untukmu. Dan semoga saja, ditengah perjalanan hidupmu nanti penyesalan tak hadir menghampirimu.
Dan tentang perasaanku untukmu? Tenang saja, biar kubunuh perlahan. Lagi pula, rasa ini memang layak untuk dikubur. Karna denganmu, ia tak pantas untuk tumbuh subur. Jaga dirimu baik-baik, ya.
Untukmu;
Pesan ini ku tulis dari hati,
Yang tak lagi kamu perlakukan dengan hati.
***
Hei, kamu.
Iya, kamu.
Terima kasih banyak atas cerita-cerita indahnya.
Juga terima kasih atas pahit-manis nya.
Kamu tahu ini;
Semua tak lagi sama, dibanding kala itu, kamu benar-benar berbeda. Sejak dirimu betah dengan sebuah pengabaian, aku semakin mengerti bahwa aku bukanlah sosok yang diharapkan. Semakin kamu memilih untuk dingin, semakin pergi menjadikanku ingin, ini bukan pertanda menyerah, hanya saja dirimu yang memaksa untuk berhenti melangkah.
Kamu pasti tak tahu ini;
Andai sekali saja kamu melihat kearahku. Mungkin kamu akan haru sebab kerasnya rasa ini untukmu. Tapi sayangnya, kamu berlalu.
Yang padahal;
Selama langkah kakiku masih menjejak. Selama jantungku massih tetap berdetak. Walau sekalipun kita berpisah jauh oleh jarak, seharusnya rasa ini milikmu.
Ini milikmu
Andai kamu mengerti itu.
Namun tak lagi, untuk sekian deretan pengabaian yang telah kamu suguhkan;
Jujur, itu pahit.
Itu sakit.
Dan yang terakhir,
Aku pamit.
***
" cukup hatimu yang kamu kunci media sosialmu jangan, sebab hanya foto foto itu yang bisa aku tatapi "
KAMU SEDANG MEMBACA
P E R N A H
RomanceDalam buku ini bercerita; Bagaimana 'aku' sebagai penulis, yang merangkap juga sebagai korban rasa, dan 'kamu' sebagai sebab utamanya. Perkenalan, kasmaran, patah hati, dan dipaksa mengikhlaskan adalah siklus siklus yang aku rasakan, yang aku coba s...