Gleiy pov
Di ruang kerja yang menjadi tempat paforitku saat membuat sesuatu hal, selain fotografer aku selalu membuat puisi yang sampai saat ini belum ada keberanian dalam diriku untuk di berikan pada penerbit.
Pingganggku yang terasa pegal dan pantat yang kebas akubat terlalu lama duduk, bayangkan saja dari jam 7 malam sampai sekarang setengah 10 aku belum beranjak dari kursi kebesaranku.
Clek
"Hubby."
Kepalaku mendongak melihat istriku muncul dari balik pintu membawa secangkir kopi yang mungkin bisaku tebak, dia tersenyum berjalan ke arahku dengan santai.
"Masih lama? Nih aku buatin kopi."
"Dikit lagi, cie perhatian banget." Jawabku membereskan kertas yang berserakan memberikan tempat kosong untuk kopi buatan istriku tercinta.
"Yaudah, aku tingguin disini ya?" Arina berjalan untuk duduk di sofa setelah meletakan gelas cangkir di mejaku, jika melihat bodynya dari belakang yang errr... kayak model beneran.
Mataku masih tertarik dengan objek pemandangan indah yang tidak akan pernah berdosa jika aku terus melihat dan mengaguminya, ku tutup laptopku secara perlahan mengikuti arina yang sudah terduduk di sofa.
"Kamu sexy banget sih honey." Arin menatapku bingung karena tiba-tiba saja datang dan mengatai sexy.
"Apaan sih hubby!" Dia merona saat aku mendekatinya, semakin kucicil jarak diantara kami berdua sampai arin ku tindih di atas sofa.
"Aku mau."
Arina pov
"Aku mau." Ucap gleiy parau sambil menatapku, selalu saja jantungku berdebar seperti ini saat gleiy meminta gaknya pada hal ini sudah beberapa kali kami lakukan.
Cup
Cup
Cup
Berkali-kali gleiy mengecup bibirku tanganku terkunci di bawah kendalinya, matanya yang mulai sayu meraup bibirku dengan rakus sampai tidak ada oksigen yang bisa ku hirus.
Brak
"Mom.. dad!" Dengan reflek aku mendorong tubuh gleiy yang belum tersadar, kedatangan eina yang secara tiba-tiba membuatku tak karuan untuk berpikir.
"Shit!"
"Dad apain mom? Tetian mom di bawah!" Teriak eina histeris.
"Daddy ngapain talir-talik bibil mom pate bibil daddy?!!!" Eina memukul-mukul gleiy yang masih saja terdiam di atasku, seakan durasi waktu kami berdua terhenti tidak bergerak sama sekali.
"Gleiy! Turun!!"
Masih saja tangan mungil milik eina memukuli gleiy yang kini mulai bangkit dan tersadar, aku ikut terduduk membenarkan pakaianku yang sempat kusut.
"Kenapa gak bilang kalau eina belum bobo."
"Aku lupa." Jawabku tak kalah membisik, eina naik ke atas sofa duduk diantara kami berdua melirikku dan juga gleiy satu persatu.
"Tenapa pada diam? Ei da suta liat mommy di bawah tadi!!!" Rajuknya menatapku dengan mata bulat indahnya, ku usap kepala kecil berrambut kriting dan tipis itu dengan lembut.
"Bobo yuk? Udah malem." Eina geleng kepala itu tandanya ia masih bituh penjelasan dariku mengapa gleiy menindihku.
Masa iya aku harus bilang lagi ciuman? Bisa-bisa anakku dewaa sebelum waktunya karena tau apa makna dari aktivitas kami tadi, aku menatap gleiy yang masih terdiam menatap eina mata kami saling bertemu.

KAMU SEDANG MEMBACA
tak selamanya ada
Roman d'amourMemberikan kebebasan pada seorang istri hingga berakibat perpecahan dari rumah tangga, Antara melepas dan mempertahankan Penasaran langsung baca