Bram pov
"Tasya, kamu saya tunggu di ruang utama lantai bawah."
"Ada apa pak?" Loh! Ini bukan suara rasya? Terdengar seperti suara pak hano asisten cadanfanku.
"Siapa yang berani-beranunya mengangkat telpon saya selain tasya?!!" Tidak bisi di pungkiri ini sangat tidak sopan.
Brak
Setelah pintu ruangan tasya ku buka pak hano berdiri dari kursi yang selalu duduki tasya, amarah fdi dadaku ingin segera ku luapkan melihat dengan lancangnya pak hano terduduk di sana.
"Lancang sekali!!"
"A..da apa pak?" Guratan ketakutan di matanya memancarkan dengan penuh kehirmatan menatapku.
"Kemana tasya? Dan kenapa anda yang duduk disini hah?!!!" Teriakan yang ku lontarkan di depannya mampu membuat para OB dan juga OG berhenti dari kegiatan kerjanya.
"Sa..saya, kemarin bapak yang menyuruhnya."
"Setelah surat pengunduran milik tasya dikirim bapak memerintah saya untuk menggantikannya sementara." Astaga! Benarkah itu? Aku lupa jika kemarin adalah hari terakhir tasya bekerja disini. Tanganku memijit pangkal hidung lebih tepatnya untuk menahan malu dan juga rasa kesal.
Stupid! Bedabah! Kenapa gue jadi kayak gini? Arghhh!!! Ini semua gara-gara kejadian kemarin-kemarin yang membuat pikiran gue gak waras.
"Bukannya kemarin saya menemani bapak ke luar kota." Peringat pak hano padaku mulai tidak ada ketakutan melainkan sedikit kekehan yang ku dengar.
Gue disini bukan seorang CEO yang dingin seperti pada umumnya, kata para kalangan kariawan kaum hawa gue di juluki si mata teduh yang mampu membuat siapa saja meluluh.
"Lanjutkan kerja kalian, jangan berdiam saja!" Tegasku membubarkan para kariawan yang mengumpul.
"Kalian!! Ngapain masih di sini?" Geram gue menegur kariawan yang masih saja menatapku terheran-heran.
Bukannya menuriti para kariawanku malah bergosip menatapku terheran-heran, seakan-akan aku menjelma sebagai orang lain dari pada yang lain.
"Pak bram kenapa jadi pemarah ya?"
"Biasanya dia ramah senyuman dan paling gak bisa bentak kariawan yang gak terlalu salah."
"Semenjak tasya ngundurin diri pak bram jadi banyak uring-uringan gak jelas."
"Gak ada tasya yang selalu di salahin dan di marin kali ya? Jadi ngimbasnya sama kita."
Perkataan yang terakhir mampu menuhok ulu hati gue, ternyata perubahan dari dalam diriku disadari banyak para kariawan.
"Tasya! Lo kenapa ngundurin diri sih?" Tiap hari selalu ngebatin.
-
Rainka pov
Tut....tut....tut...
"Halo."
"Halo daf, kamu masih di sana?"
"Ya."
"Kapan pulang?"
"Gak tau!"
"Masih marah?"
"Sama siapa? Gak ada hak gue!" Bisa dilihat saat ini? Ucapan dafa selalu tajam saat dia marah, terutama masalah kak bram yang selalu buat dia terus saja mengumpat.
"Kenapa bicaranya kayak gitu?" Tanyaku dengan suara yang mulai serak bergetar.
"Kenapa? Mau nangis? Terus peluk lagi dia?" Tidak ada dewasanya! Dafa selalu saja seperti ini saat marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
tak selamanya ada
RomansaMemberikan kebebasan pada seorang istri hingga berakibat perpecahan dari rumah tangga, Antara melepas dan mempertahankan Penasaran langsung baca