part 5

5 0 0
                                        

2 tahun kemudian

Gleiy pov

2 tahun sudah putri ku berusia dan  hingga tak terasa kini eina bisa berjalan ke sana kemari, satu hal yang berkesan dalam hidupku adalah saat eina bisa memanggilku dengan sebutan daddy meskipun belum lancar sepenuhnya eina memanggilku.

"Mommomy!!!"

Baru saja aku ceritakan sepintas putriku sudah terbangun dari tidur siangnya, aku bangkit dari kursi kebangganku tempat di mana aku bekerja saat di rumah, menghampiri kamar eina yang ada di sebelah ruang kerjaku.

Clek

"Dad, mom!!" Ucapnya yang siap akan menangis,kumenghampiri putriku yang tertidur di kasirnya yang bermotif kuda pony.

" priencess daddy udah bangun??"

"Mom....!!!" Tangisnya pecah saat ku hampiri eina yang terduduk di atas kasur, dia sangat dekat dengan arina saat terbangun arina adalah orang pertama yang eina cari dan saat tertidur arina adalah orang yang mampu membuat eina tertidur.

"Mommy lagi di bawah sayang, yuk sama daddy dulu." Tanganku terulur untuk meraih tubuh mungil putriku tapi sia tepia kasar dan membelakangiku sambil memanggil manghil mommy.

"Mom!!!Aaaaaa....mom."

"Hey..hey... jangan teriak, ayo daddy anter ke mommy." Bujukku mulai panik, aku tau ini gak akan berhasil tapi setidaknya memcoba lebih baik bukan? Dari pada mwmbiarkannya menjerit-jerit.

"Mom!!!....huahhh!!! Mom."

Clek

"Hey, kenapa jerit-jerit?" Syukurlah arina kemvali di saat waktu yang tepat, sepertinya dia sehabis berkebun saat kulihat ada bekas tanah di keningnya.

"Kamu lagi, kenapa biarin eina jerit-jerit sih!"

"Gimana gak jerit-jerit, orang yang dia cari aja kamu bukan aku." Belaku lalu ikut duduk di tepi ranjang.

"Mom...dad dahat."

"Lah! Kok jadi daddy yang di salahin sih ei?" Gini nih kalau jadi bapak, di samperin salah gak di samperin apalagi di bilang katanya gak sayang anak.

Aku mendekat pada anak putriku yang sudah perbaring di ranjang eina, di umurnya yang masih 2 tahun eina masih saja belum bisa di lepaskan dia masih menyusui di arina.

"Ei, miminya pake dot aja ya? Nanti daddy beliin yang gamar pony." Bujukku menoel-noel pipi cubbynya die tepis mungkin merasa risih.

"Nanti malam ada undangan pesta, kamu ikut tapi eina kita titip ke mama."

"Emang pesta apa?"

"Pesta farty doang, tapi katanya harus bawa pasangan." Untuk yang pertama kalinya aku membawa arina ke pesta tidak pernah sekalipun aku membawanya hanya dengan alasan eina yang tidak bisa di lepas dari arina.

"Terus gimana kalau eina rewel? Kamu tau sendirikan by kalau ei gak bisa jauh-jauh." Aku tersenyum sambil berpikir bagaimana caranya agar eina bisa di lepas untuk satu malam saja, sangat sulit bagi eina untuk jauh dari arina.

"Kan di rumah ada rainka selain sama kamu eina juga suka nempel saat rainka ada di dekatnya." Jelasku dan aku melihat guratan di kening arina seperti sedang berpikir menimbang-nimbang.

"Terus?"

"Kita berangkatnya dari rumah mama supaya eina gak curiga." Berkali kali putri kecilku melirik diriku dan juga arina, gak tau dia mengerti atau tidak dengan ucapanku yang jelas saat nanti di rumah mama eina tidak bisa lepas juga dari rainka.

"Yaudah kalau gitu berangkat sekarang aja biar bisa nyantai dulu di rumah mama." Kata arina sambil mencoba melepas putingnya di bibir eina yang masih saja menempel.

tak selamanya adaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang