2

461 19 0
                                    

Seperti janji semalam yang gue buat sama Rio, seharian ini full sama dia.

Kayak pagi-pagi dia udah ke rumah terus nganterin ke kampus, di kampus waktu gue belajar dia gak pulang, malah nunggu di taman kampus sambil baca komik kesukaannya.

Sebenarnya gue udah nyuruh dia pulang, ntar baru jemput gue waktu gue udah selesai.

Tapi dia ngotot pengen nunggu, Rio dan Dilla itu sebelas dua belas lah keras kepalanya.

"...gue gak tau, Celliqa. Beneran deh."

Yap, jam kuliah gue udah berakhir, dan sekarang gue lagi di jalan menuju tempat Rio dan lagi teleponan sama Celliqa.

Atau lebih tepatnya Celliqa yang nelpon gue.

"Ya lo cari tau dong!" tukas Celliqa ngegas.

Untung sepupu gue, kalau enggak mungkin udah tinggal nama.

"Emang kenapa sih? Kok lo kepo banget?" balas gue. Masalahnya Celliqa itu kepo, si Yaya perutnya udah ada isi atau belum.

"Gue kepengen cepat-cepat punya ponaan lo tau."

"Lo kira punya anak segampang punya baju apa?"

Gak habis pikir sama Celliqa, semenjak di tinggal Fa--duh lupakan aja, lagian itu masalalu Celliqa.

"Gak gitu, Bel. Bayangin udah tiga tahun 'kan mereka nikah? Okelah waktu SMA nunda punya anak, lah? 'Kan udah kuliah, gak apa dong."

"Yaya masih muda kali."

"Pokoknya gue gak mau tau, buat Yaya hamil secepatnya."

"Lo gila."

"Bell!" tuhkan gue di bentak.

"Lagian elo emang gak waras beneran, minta Yaya hamil ya bilang ke abang lo. Bukan ke gue."

Gue berusaha gak mencak-mencak.

Gue udah sampai di taman, dan sekarang tinggal nyari Rio.

"Lo gak tau seberapa buasnya Bhilly."

Kok gue merinding ya dengarnya?

"Udah deh gue mau nyari Rio, bye!"

Tut.

Gue matiin sambungan telepon secara sepihak.

Gak peduli kalau di sana Celliqa pasti lagi maki-maki gue, poor Celli.

Hm, sekarang harus nih keliling taman nyari Rio?

Taman di UNP gak kecil, malah bisa di bilang luas. Dan bisa legal kaki gue kalau ngitarin taman di sini.

Heels yang gue pake runcing lagi, hihi.

Plok.

Gue ngerasa ada yang nepuk pundak gue, reflek gue kaget dan langsung berbalik badan.

Eh ternyata Rio yang lagi masang muka bete-nya.

Gue mengernyitkan dahi dengan heran, dan dia langsung ngasih kode dengan matanya menunjuk ke belakang.

Gue langsung mengintip apa yang terjadi di belakang.

Dan dengan mata terbelalak--lebay lagi--gue melihat apa yang di belakang Rio.

Bayangkan segerombolan cewek baik itu seangkatan dengan gue maupun senior gue lagi natap Rio dengan tatapan memuja.

Dan gue berbalik natap Rio dengan prihatin. Wajahnya tambah bete waktu gue gituin. Hihi Rio lucu deh.

Lova BellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang