4

383 16 0
                                    

Sejak hari pertukaran cincin dengan tunangannya, Rio sama sekali menyibukan dirinya dengan berkeliling kota. Kemana pun ia akan pergi, yang penting bukan ke rumahnya.

Ia masih ingat jelas ketika ayahnya memberitahu bahwa ia akan segera bertunangan dengan gadis yang tak ia kenal.

Lantas emosinya tak terkontrol. Memangnya ia hidup di zaman apa?! Marahnya.

Pantas Dilla terlihat emosi ketika berbicara ataupun melihat kedua orang tuanya. Dan terjawablah alasan kenapa Dilla merasa tidak senang dengan Ferdi dan Valery.

Bahkan saat acara pertunangan berlangsung, Rio mendengar bisik-bisikan dari para tamu kalau si tunangan pria terlihat kusut.

Dan hal itu tak Rio pedulikan sama sekali.

Sudah berkali-kali panggilan telepon dari Ferdi tak Rio gubris.

Bagaimana pun ia berhak marah dengan ayahnya itu, siapa yang sudi di jodohkan? Tidak ada.

Ini panggilan ke 79 kalinya, tetap tak Rio gubris.

Kalau sekali lagi ada telepon, gue buang beneran.

Dan Ferdi tak bosan-bosannya menelepon Rio, dengan geram Rio melemparkan ponselnya dalam kolam air mancur yang ada di hadapannya.

Sejak itulah ia merasa tenang. Tak ada gangguan.

"Kamu marah sama ayah kamu?" suara yang sedang tak ingin Rio dengar muncul.

"Bukan urusan kamu." jawab Rio tak bergeming.

"Aku minta maaf." ucapnya lagi sambil menundukan kepalanya dalam-dalam.

"Kalau begitu batalkan pertunangan ini." balas Rio acuh.

Cewek itu, Lena namanya langsung menoleh ke arah Rio dengan tatapan kaget.

"Aku gak bisa." tolak Lena dengan gugup, takut Rio marah.

"Jangan minta maaf."

Lena menghela nafasnya dengan berat, "Kamu sama seperti adik kamu."

Rio tersenyum miring, "Kalau kamu tau kenapa masih di sini?"

"Emang kenapa?"

"Mau di bikin malu kayak waktu itu?"

Rio ingat, saat keluarganya datang ke kediaman keluarga Lena, ibunda Lena menyinggung Dilla mengenai pakaian yang Dilla pakai yang menurutnya agak kecowokan.

"Dilla penampilannya kayak cowok ya, untung rambutnya panjang. Jadi masih ada sisi ceweknya."

Dilla yang sedang emosi saat itu pun langsung menimpalinya, "Eh? Iya tante, saya emang lebih nyaman kayak gini. Saya gak suka pake baju ketat dan kurang bahan kayak yang di pake sama kak Lena, saya gak mau tubuh saya jadi bahan tontonan para pria. Apalagi kalau ke club gitu tante, enakan pake baju kayak gini. Selain nyaman juga aman. Coba tante tanya sama anak tante, dia make baju yang kayak gimana waktu pergi ke club? Yang pernah saya lihat sih kak Lena pake baju yang lebih parah dari yang sekarang, untung aja pulang bajunya masih lengkap."

Rio saja kaget waktu Dilla ngomong sepanjang itu. Dan ia juga sempat melihat wajah Lena menunduk menahan malu.

"Maksud kamu apa? Perkataan Dilla sama sekali tidak benar." Lena menyuarakan argumentasinya.

"Bilang gitu ke bonyok lo." jawab Rio kesal.

Lalu bergegas meninggalkan Lena.

"Rio." panggil Lena.

Rio menghentikan langkahnya, tanpa berbalik badan.

"Aku minta maaf atas pertunangan ini, tapi aku gak bisa ngebatalinnya. Ada alasan yang gak bisa aku kasih tau ke kamu. Dan--"

Lova BellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang