Persidangan Benny Luzardian sudah di tutup sejak beberapa menit yang lalu. Kasusnya belum juga terselesaikan, padahal sudah hampir sebulan pihak aparat mencari bukti-bukti.
Bella keluar dari ruang persidangan bersama kedua sahabatnya, sementara sang Ibunda masih tinggal di dalam.
Ia menghela nafas panjang, di dalam tadi ia sulit untuk bernafas dengan tenang. Karena ia terasa sesak saat melihat Ayahnya yang duduk di bangku tersangka.
"Gue yakin bokap lo cuma di jebak." tukas Yaya yang ini pertama kalinya ia membahas kasus Ayah Bella.
"Siapa yang ngejebak bokap gue? Presiden?" tanya Bella mendengus dengan nada meremehkan. "Gak mungkin. Masih banyak tugas yang lebih penting daripada harus ngebuat bokap gue hancur."
"Jadi siapa?" tanya Yaya.
Bella hanya mengendikan bahunya, di satu sisi ia percaya kalau Ayahnya hanya di jadikan tumbal tapi di sisi lain, ia takut jika ternyata Ayahnya memang terlibat kasus korupsi.
***
Rio mendatangi apartemen Lena, ia memang harus mendengarkan penjelasan Lena tentang kehamilan wanita itu.
Ia berani bersumpah kalau ia tidak pernah melakukan hal sekeji itu pada wanita yang belum menjadi istrinya. Jadi bagaimana mungkin Lena bisa hamil.
"Kamu mabuk, Yo." satu kalimat yang Rio dengar dari Lena membuatnya masih tak percaya.
"Gue gak bakal mabuk, gue tau, karena sebanyak apapun gue minum gue bisa nahan." bantah Rio.
"Kamu juga manusia 'kan? Mana kungkin ada orang yang udah ngabisin 3 botol wine bisa bertahan." balas Lena yang kini matanya sudah berkaca-kaca. "Aku gak mau gugurin anak ini, kalau kamu nyurih aku begitu."
Yang benar saja? Mana mungkin Rio menyuruh Lena melakukan hal itu. Setidak terimanya Rio akan kenyataan, ia akan bertanggung jawab, sebisanya.
Tanpa banyak omong lagi, Rio segera berjalan menjauh Lena dan keluar dari apartemen Lena dengan pikiran berkecamuk di benaknya,
Bantingnya stir mobil dengan keras, melampiaskan emosinya.
Bahkan ia sudah melamar Bella. Tapi mengapa rencananya berubah sedemikian rupa? Apa salahnya?
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, tanda nama Bhilly tertera di monitor ponsel mahalnya itu.
"Yo?"
Rio menggumam lemah, rasanya ia ingin pulang ke Indonesia lalu mencurahkan semuanya di depan sahabatnya itu.
"Gue bisa nyewa jet buat jemput lo, kalau lo mau." tawar Bhilly kepada Rio.
Rio menghela nafasnya, "Gak, Bhill. Keadaan udah beda."
"Maksud lo?"
"Lena hamil, anak gue."
Bhilly mendengus kasar, "What the hell are you doing?!" marahnya.
"Gue gak tau. Gue--"
"Gue kenal lo, Yo. Lo gak mungkin--argh! Lo udah ngebuat kesalahan yang amat fatal."
"Gue tau." balas Rio, "Makanya pern--"
"Oh shit. Kapan?"
"Dua minggu lagi."
Di sana, Bhilly menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, "Lo tamat, Yo."
"Gue lebih baik bunuh diri kalau kayak gini."
Bhilly tertawa membahana, "Cmon. Hidup lo mendramalistir banget! Jangan jadi orang bego lah. Percuma lo sekolah tinggi, jadi CEO, tapi karena masalah kayak gini lo lebih milih mati. Stupid bastard."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lova Bell
Teen FictionIa pikir semua yang sudah di aturnya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Tapi, yang terjadi tidak ada dalam agendanya. Tentu, karena manusia bisa merencanakan dan Tuhan Yang Maha Esa lah yang menentukan. *** Hi, ini cerita ku. Bella.