12

325 11 4
                                    

Bella terbangun dari mimpinya dengan keringat di pelipis. Di helanya nafas, hanya mimpi. Pikirnya.

Ia melihat jam di nakas yang terletak di samping tempat tidurnya.

Sudah jam 10.00, dan ia kuliah siang jam 13.00.

Tiba-tiba pintu kamarnya di buka oleh Sang Ibunda.

"Udah bangun ternyata." ujar Lala sambil berjalan mendekat ke arah anak semata wayangnya itu.

Bella tersenyum, ia senang karena Mama-nya sudah kembali ke rumah setelah mengurus banyak pekerjaan.

"Kamu kuliah siang 'kan?"

Bella mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari Ibunya, "Kenapa, Ma?"

Lala menarik nafasnya lalu di hembuskan secara perlahan, "Mau ikut jemput Papa?"

Bella berusaha mencerna apa yang di tawarkan ibunya, ia rasa ini hanya mimpi karena tadi mimpinya adalah bahwa Ayahnya di bebaskan karena ada seseorang yang baik hati yang membantu Ayahnya.

Bella berpikir ia tidur kembali lalu mimpinya terlanjutkan secara otomatis.

"Bella mau ikut?" sentuhan hangat tangan Lala menyadarkan Bella kalau ini bukan mimpi.

Di tatapnya mata Ibunya dengan tatapan tak percaya, "Papa--"

Bella tak sanggup melanjutkan ucapannya, ia senang sampai ia rasa air mata haru sudah jatuh ke pipinya.

Lala langsung memeluk anak semata wayangnya berusaha membagi rasa senangnya kepada sang anak. Ini bukan mimpi, ini nyata, dan nyata itu benar-benar terjadi.

Tadi, pagi-pagi sekali pihak kepolisian mengabarkan bahwa Benny di bebaskan karena ada seseorang yang mengantarkan bukti berupa berkas yang menerangkan bahwa Benny tidak bersalah, melainkan hanya di jebak.

Sempat tak percaya, Lala mencari kebenaran yang lain dan Regard, sang kakak-lah yang mebjelaskan sedetail-detailnya.

Lala bukan main senang saat itu, sanpai ia ingin beteriak sekencang-kencangnya. Yang untunglah tak jadi karena ia tau ia sedang dimana dan berapa umurnya sekarang.

"Bella mandi dulu, Ma." ucap Bella semangat sembari melepaskan pelukannya.

Di tatapnya Lala yang sedang tersenyum, lalu mengangguk.

"Bella udah gak sabar buat ngelihat Papa di rumah."

***

Bhilly menatap pantulan cermin yang menggambarkan sosoknya. Di singsingkannya lengan kemeja berwarna putih sampai ke siku.

Menurutnya, semua berjalan terlalu cepat, seperti cahaya kecepatannya.

"Ayah Bella bebas." ucap Bhilly saat Yaya masuk ke kamar mereka.

Yaya yang baru masuk langsung menoleh ke arah Bhilly dengan tampang heran, "Ayah apa?" tanya Yaya.

"Ayah Bella bebas." jawab Bhilly sambil memberikan dasinya kepada Yaya.

Yaya mengambil dasi kerja Bhilly, lalu di pasangkannya di kerah kemeja Bhilly.

"Oh ya?" balas Yaya sambil menatap mata Bhilly yang memancarkan artian yang Yaya sendiri tak bisa mengetahuinya.

"Semuanya kayak cahaya, Ya. Kamu tau 'kan? Cepat banget." racau Bhilly lagi.

"Kita sama-sama tau, Bhil. Om Benny gak bersalah, jadi wajar kalau dia di bebaskan." tambah Yaya yang masih dengan aktifitasnya. Memasangkan dasi sang suami.

"Aku tau. Setelah Bella bahagia, Bella bakal sedih lagi nanti."

"Apalagi? Masalah Kak Rio? Aku pikir Bella udah mulai membiasakan dirinya."

Lova BellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang