Bangun tidur gue langsung ngecek hp. Berharap ada pesan dari Rio.
Dan ternyata emang benar.
Aku pergi ya, Bel. Sampe ketemu lagi, love you.
Huh ternyata dia udah terbang toh, rencana pengen anterin ke bandara. Tapi gue gak ke bangun hehe.
"Sayang sama lo juga, Yo." gumam gue tanpa gue sadar.
Gak perlu gue balaslah pesannya ya, lagian dia pasti masih di pesawat.
Dengan langkah gontai, gue beralih ke kamar mandi yang ada di kamar gue. Mandi. Dan cus ke kampus.
Gak perlu lama-lama gue udah selesai, dan langsung sarapan. Walaupun sekarang udah jam sembilan pagi, yang penting namanya masih pagi hehe.
"Pagi, Bel." sapa nyokap gue. Dia udah rapi sejak subuh tadi, gue yakin.
"Pagi juga, ma." balas gue sambil duduk di kursi yang ada.
"Kamu sarapan ya, mama mau ke resto dulu." pamit nyokap gue.
For your information, nyokap emang punya usaha sendiri. Dia buka restoran, dan berkembang pesatlah. Cabangnya juga sekarang ada dimana-mana.
Gue ngangguk lalu ngambil sepotong roti tawar yang ada di atas meja.
"Hati-hati ma." ucap gue.
"Bye sayang."
Beliau nyium puncak kepala gue. Lalu pergi menuju garasi.
Tinggalah gue sendiri di sini, dengan roti tawar yang udah gue olesi selai cokelat dan segelas susu putih di pagi hari.
Tiba-tiba gue jadi kangen Rio.
Duh belum nyampe sehari aja udah segini kangennya, gimana kalau dua minggu ke depan?
Rio cepetan balik ke sini ya.
***
Gak tau kenapa gue gak konsen dengan pelajaran yang di jelaskan sama dosen.
Semacam gue butuh tidur, dan tempat tidur tentunya.
"Sstt.."
Gue denger desisan dari orang yang duduk di belakang gue.
Dengan malas gue nyandarin punggung ke sandaran kursi.
"Apa?" tanya gue jutek.
"Nih."
Dia--Riski--ngasih gue permen.
Gue mengerutkan dahi, "Buat apa?" tanya gue sedikit berbisik.
Takut dosennya dengar.
"Supaya lo gak ngantuk." jawabnya enteng.
Gue pun menerima pemberian Riski. Lalu membuka bungkusan permen itu, dan memasukan permen berwarna biru terang ke dalam mulut gue.
"Thanks." ucap gue karena gue ngerasa permen pemberian Riski ada manfaatnya.
Buktinya gue jadi segar gini.
Riski gak balas, tapi gue bisa lihat kalau dia senyum.
Setengah jam kemudian dosen itu keluar karena jam udah selesai.
Gue pun bergegas keluar, pengen isi perut di cafetaria.
"Lo mau kemana?" gue ngerasa ada yang ngecegah gue.
Ternyata Riski, lagi.
"Cafetaria." jawab gue enteng, "Mau ikut?"
Gak apalah, gue cuman nawarin ini. Gak ada maksud apa-apa kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lova Bell
Teen FictionIa pikir semua yang sudah di aturnya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Tapi, yang terjadi tidak ada dalam agendanya. Tentu, karena manusia bisa merencanakan dan Tuhan Yang Maha Esa lah yang menentukan. *** Hi, ini cerita ku. Bella.