6

367 15 0
                                    

Gue menumpukan kaki gue di meja yang ada di ruangan gue. Like a boss.

Ruangan gue, ya, lo gak tau gue punya toko bakery? Now you know.

Dan mata gue tiba-tiba mandang foto ketiga sahabat gue dan tentunya di foto itu ada gue.

Dengan Yaya tersenyum se-elegan mungkin, Celliqa bak model yang berusaha menjaga image-nya, Dilla yang cuman senyum tipis yang dengan senyuman tipisnya itu bisa ngebuat semua cowok berlutut di depan dia. Dan gue, di sana gue terlihat ceria. Seceria hati gue sekarang.

Di samping foto gue dan ketiga sahabat gue, ada foto gue dan Rio.

Well, gue gagal move on.

Sebenarnya hubungan gue sama Rio sungguh-sungguh tidak jelas. Dia belum ngejelasin apapun ke gue, dan gue belum bisa buat keputusan apapun.

Percayalah, apapun yang Rio jelasin. Kalau emang hubungan gue sama dia udah gak mungkin bisa berhasil, lebih baik gue berusaha mengikhlaskan dia sama tunangannya.

Yo, cepat balik. Gue butuh penjelasan lo.

Hanya itu yang gue harapkan sekarang, gue gak bisa di gantungin.

Ini rasanya, suck!

***

Pernah ngerasain saat dimana, doi yang lo tunggu, yang lo harapkan datang tapi tak kunjung datang? Malah orang lain, yang bisa di katakan stranger, yang lebih sering ada buat lo.

Apalagi, orang itu, stranger itu selalu memperhatikan lo di setiap detail yang ia lihat? Yang khawatir kalau lo kenapa-napa, yang--akh gue sendiri gak tau apa yang gue jabarkan.

Riski, udah seminggu belakangan ini, dia selalu ada di samping gue. Di kampus, maupun di luar kampus.

Bahkan, peran Yaya agak tersingkirkan karena dia.

"Ki, lo tau tentang gue?" tanya gue karena gue udah gak tahan buat nanya pertanyaan ini.

"Tentang lo apa?"

"Gue, dan pacar gue." jawab gue, dan gue langsung ngelihat perubahan air mukanya.

"Kenapa sama pacar lo?" tanya Riski, dia tau atau pura-pura gak tau?

"Gak kenapa-napa sih." jwab gue berdusta. Tuhan maafkan Hamba-Mu.

Riski langsung menghentikan aktifitasnya, ia natap gue dengan teramat intens, "Gue tau, dan apa masalahnya?"

Nafas gue tercekat, "Lo tau kalau pa--"

"Dia udah punya tunangan, Bel. Lo bukan pacarnya lagi." potong Riski yang ucapannya masih butuh gue cerna.

"Tapi--kenapa lo tau?"

Riski tersenyum, senyumnya yang cute itu bisa bikin cewek-cewek pada melting, "Kenapa gue tau, itu sama sekali gak penting. Yang penting lo gak ada apa-apanya sama pacar lo lagi."

"Gue masih pacar dia!" bantah gue langsung, reflek.

Gue lihat Riski menautkan alisnya, "Oh ya?"

Gue bingung mau ngejawab apa, pertanyaanya emang gak bisa gue jawab dengan baik dan benar 'kan?

Karena gue sendiri gak tau kalau gue sama Rio masih atau udah enggak.

"Gak bisa jawab 'kan?" tanya Riski dengan tatapan yang seintens mungkin yang sukses ngebuat gue deg-degan.

Gue diam tak berkutik, entahlah tiba-tiba mulut gue serasa beku.

"Kalau dia ngehargai hubungan kalian, dia gak bakal ngegantungin lo kayak sekarang ini. Serumit apapun penjelasan yang bakal dia jelasin ke lo, pasti bakal dia hadapi. Sekarang gue tanya sama lo, sampai kapan lo bisa nunggu lagi?"

Lova BellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang