NISAN Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar di pemakaman kesultanan Ssamudra Pasai periode II, Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara. Huruf-huruf kaligrafi Arab pada bagian menyebut nama dan gelarnya terukir dengan bentuk gelombang laut selaras makna gelarnya: penguasa/penakluk gelombang.
Sedangkan terjemahan dari nisan di atas;
PADA batu nisan makamnya terdapat inskripsi yang pada bagian menyebut namanya, seniman pemahat membentuk
huruf-huruf seperti gelombang. Ini tampaknya dituju agar sepadan dengan makna gelarnya, Ra-Ubabdar, yang berarti
penakluk gelombang.Sebagaimana terdapat pada epitaf nisannya, ia adalah Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih. Secara garis keturunan, Zainal 'Abidin adalah putera dari paman Nahrasyiyah yang bernama Ahmad. Tidak diketahui persis sebab peralihan kekuasaan kepada saudara sepupu Nahrasyiyah ini, namun dapat dipastikan ia memerintah sampai dengan wafatnya pada 841 H/1438 M.
Samudra Pasai dalam masa itu, paroh pertama abad ke-15 M, tampaknya memang sedang berada di era paling gemilang. Gelar Ra-Ubabdar, penakluk gelombang, itu pun bukan tidak berarti apa-apa. Diperkirakan dalam masa itu, Zainal 'Abidin telah melakukan perluasaan wilayah kekuasaan-nya sampai semenanjung Melayu, membuka kota Mulaqat (Mulaqat berarti tempat perjumpaan kapal-kapal dari Timur dan Barat, Melaka), dan mendudukkan puteranya Manshur untuk memerintah di sana. Karena itu, Samudra Pasai benar-benar menjadi tuan atas selat Melaka yang ramai. Zaman tersebut adalah zaman keemasan bagi Samudra Pasai.
Makam dari marmer untuk mengenang Sultan Zainal Abidin Ra-Ubabdar berdampingan dengan makam puteranya
Khoja Sultan Al-'Adil Ahmad (kanan) di komplek pemakaman kesultanan Samudra Pasai periode II, Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara.Selain bergelar Ra-Ubabdar, Zainal Abidin juga bergelar Al-Malik Azh-Zhahir, sebagaimana terdapat pada inskripsi nisan salah seorang keturunannya. Para sultan Samudra Pasai sampai dengan tahun berakhirnya kerajaan ini adalah anak dan cucu keturunannya. Karena itulah pada setiap dirham yang dicetak oleh para sultan disebutkan Malik Azh-Zhahir setelah nama mereka untuk memaksudkan bahwa mereka adalah anak-cucu keturunan Zainal Abidin.
Kaligrafi ayat Al-Qur'an, surah Al-Mu'minun: 12-16 pada dinding makam terbuat dari marmer untuk mengenang Sultan Zainal 'Abidin Ra-Ubabdar di Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara. Ayat-ayat Al-Qur'an tersebut menjelaskan proses penciptaan manusia dan kemudian ia akan mati dan dibangkitkan pada hari kiamat.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinggalan Sejarah Samudra Pasai (Terbit) ✓
Non-FictionPERTENGAHAN abad ke-14 M, Ibnu Baththuthah, penjelajah terkenal asal Maghrib (Maroko), mengunjungi kota kesultanan Samudra Pasai yang disebutnya dengan Sumuthrah kemudian ia mencatat dalam laporannya: "Sumuthrah adalah sebuah kota besar dan indah, d...