EPITAF pada nisan makamnya sudah tidak terbaca lagi. Cuma satu-dua kata saja masih tampak jelas seperti kata: "Ahmad". Namun, dari inskripsi ayat-ayat Al-Quran yang terdapat pada makam, begitu pula ornamen serta motif-motif, selain juga terbuat dari marmer, semua itu menunjukkan makam tersebut dibuat untuk mengenang seorang sultan besar. Di antara bagian inskripsi yang masih terbaca ialah sebaris doa: "Khalladahullah mulkahu, Amin" (semoga Allah melanggengkan kerajaannya, Amin). Doa semisal ini tentu diperuntukkan untuk seorang penguasa yang kuat, dan kerajaannya telah mencapai suatu tingkat kestabilan yang paripurna. Tapi, hanya dari keletakan makam di sisi barat makam Malikah Nahrasyiyah-lah yang membuat kita dapat meyakini bahwa makam tersebut diperuntukkan untuk mengenang Sultan Zainal Abidin bin Sultan Ahmad.
Makam terbuat dari marmer untuk mengenang Sultan Zainal Abidin bin Sultan Ahmad bin Sultan Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih, di Gampong Kuta Krueng, Samudera Aceh Utara.
Sultan Zainal 'Abidin mulai memerintah setelah Samudra Pasai melewati masa-masa yang redup -yang sampai kini masih misterius- di paroh kedua abad ke-14 M. Permulaan abad ke-15 M, Sultan Zainal 'Abidin, diyakini, berhasil bangkit dan kembali mempelopori jalan yang pernah dirintis oleh kakeknya, Sultan Malik Ash-Shalih. Ia membuka lembaran baru bagi sejarah Samudra Pasai.
Makam-makam terbuat dari marmer dan bersimbolkan kandil yang bermakna penerang muncul pada masa ia memerin-tah. Tokoh-tokoh yang dimakamkan itu adalah mereka yang telah berperan dalam menyebarkan Islam dan memperluas negeri kaum Muslimin di Asia Tenggara. Sultan Zainal Abidin memimpin gerakan da'wah yang besar itu, yang kemudian dilanjutkan oleh puterinya, Nahrasyiyah serta para penguasa Samudra Pasai berikutnya. Dan karena itulah ia pantas digelar dengan Asy-Syahid (yang syahid di jalan Allah) sebagaimana terdapat pada epitaf makam puterinya, Malikah Nahrasyiyah.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinggalan Sejarah Samudra Pasai (Terbit) ✓
Non-FictionPERTENGAHAN abad ke-14 M, Ibnu Baththuthah, penjelajah terkenal asal Maghrib (Maroko), mengunjungi kota kesultanan Samudra Pasai yang disebutnya dengan Sumuthrah kemudian ia mencatat dalam laporannya: "Sumuthrah adalah sebuah kota besar dan indah, d...