Part 1

2.5K 45 10
                                    

Marji, itulah nama yang diberikan kedua orang tuanya sejak ia masih bayi, tapi entah mengapa nama itu ia ganti dengan sebutan nama Marni.

Ya, sejak kecil Marji lebih suka memainkan boneka atau mainan perempuan lainnya, ketimbang mainan anak laki-laki pada umumnya. Padahal ke tiga saudara semuanya semua berjenis kelamin laki-laki. Marji Anak ke dua dari empat bersaudara. Tapi tingkah prilakunya berbeda dengan kakak dan adik-adiknya.

Mungkin emaknya Marji saat hamil dulu, menginginkan anaknya nanti berjenis kelamin perempuan atau mungkin juga tidak mengucapkan, "Amit-amit," saat melihat banci yang sering lewat di depannya.
Yang jelas Marji, berjenis kelamin laki-laki, tapi berjiwa seperti perempuan.

Tingkah gemulainya sering sekali menjadi bahan ejekkan teman-temannya. Tapi Marji tak pernah marah atau malu, asal Marji bisa bermain dengan teman-temannya baginya sudah lebih dari cukup. Semua berawal dari keisengan teman-temannya.

"Ayo cepat, Restu dan Panji, kalian pegang tangan kiri-kanan si Marji. Sedangkan kamu Tarji dan Danu, kalian pegang kakinya sebelah-sebelah."

Rojali yang jadi pemimpinnya saat itu, melepaskan celana dan menjejekkan kakinya tepat di kelamin cowok gemulai itu.

Restu, Panji, Danu, Tarji dan Rojali, tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Marji yang sedang menggeliat. Entah merasa kesakitan, atau apa. Yang jelas Marji hanya mendesis, "awh ... jangan!" itu terus yang dia ucapkan sambil merem melek.

Hingga seterusnya, Marji menjadi terbiasa bertingkah layaknya seorang perempuan.

Suatu ketika Marji di mintai teman-temannya sebagai pengantin wanita. Ia di dandani layaknya pengantin wanita. Memakai lipstip, bedak, pinsil alis, bahkan kerudung dan kain punya ibunya ia pakai, tanpa sepengetahuan ibunya.
Setelah acara nikah-nikahan, Marji di mintai temannya untuk berperan sebagai wanita hamil yang akan melahirkan. Ia begitu senang melakoni peran tersebut.

Giliran Marji, dimintai temannya berperan sebagai bapak-bapak, ia akan langsung menolaknya, karena cowok gemulai ini lebih suka berperan sebagai seorang perempuan.

Marji akan marah, bila teman-temannya menyebut dia banci. Karena dia lebih suka di panggil cantik atau cewek gemulai.

****

Marji, terlahir dari keluarga miskin. Sejak usia sepuluh tahun, sang ayah meninggal karena sakit parah.
Sebagai seorang anak miskin, ia sadar kalau Marji harus banting tulang, memberikan uang tambahan kepada ibunya, untuk biaya makan sehari-harinya.

Marji menjadi seorang kuli panggul ikan asin pada pamannya yang berprofesi sebagai seorang pedagang ikan asin.

Jika pamannya pulang dari toko membawa beberapa macam ikan asin yang ada di kardus, maka Marji akan membawa kardus berisi ikan asin itu dengan pantat bergeol melenggak-lenggok seperti model. Setelah selesai, barulah Marji akan diberi upah sebagai bayarannya.

***

Pada usia delapan belas tahun, tingkah Marji semakin menjadi. Kini ia tak merasa malu memakai baju perempuan. Emaknya Marji sering marah-marah melihat tingkah laku anaknya yang tak wajar seperti itu.
Saking kesel emaknya Marji mengusirnya dari rumah, berharap Marji bisa berubah dan menjadi pria sejati.

Tapi jiwa perempuannya, tak bisa ia rubah. Meski emaknya sudah mengusirnya, Marji masih tetap berdandan ala wanita. Hingga emaknya pun merasa kewalahan.

"Emak ... jangan paksa Marji jadi laki-laki, karena Marji sebenarnya perempuan. Marji berjiwa perempuan yang terjebak di raga laki-laki."

"Istigfar, Nak! kamu itu laki-laki. Emak tahu betul sejak kecil, Emak sering perhatikan kalau kamu lagi tidur pulas, senjata kamu itu bisa hidup."

Jangan Panggil Aku BanciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang