Part 15

740 27 3
                                    


Mas, aku punya kejutan buat kamu!" ucap Nayma sambil memegang sebuah amplop coklat.

"Kejutan apa sayang?" tanya Marji yang saat itu sedang fokus di depan laptop.

"Emh ... kamu merem dulu dong," jawab Nayma sambil menyembunyikan amplop coklat yang ia pegang di belakang punggungnya.

"Ish ... kejutan apa sih? bikin aku penasaran aja deh."

"Pokoknya kamu harus merem dulu."

"Ya sudah, aku merem sekarang."

Nayma membuka isi dalam amplop dan mendekatkan kertas itu kearah pandangan Marji.

"Sekarang Mas buka matanya, deh! tarraaa ...."

"Kertas apa itu sayang?"

"Ini hasil pemeriksaan dari dokter, Mas. Aku positif hamil ternyata sudah lima minggu."

"Serius, Sayang?" tanya Marji setengah tidak percaya.

"Serius lah, Mas. Masa aku bohong. Akhir-akhir ini aku merasa pusing terus, dan aku telat nggak haid satu minggu, aku iseng tespeck hasilnya garis dua. Karena aku lihat kamu sibuk terus, aku meminta di antar ibuku untuk pergi ke dokter kandungan, dan ternyata benar aku positif hamil."

"Alhamdulillah ... pantas saja kemarin-kemarin aku pengennya makan rujak terus, ternyata aku ngidam," desis Marji sambil memeluk dan mencium kening Nayma.

"Lho ... bukannya aku yang hamil, tapi kok kamu yang ngidam, Mas?"

"Aku juga nggak tahu, hehe ...."

"Oh ya, Mas. Aku kangen deh sama ibu kamu."

"Maksud kamu, emak?"

"Iya, ibu kamu yang di kampung. Nanti kita ke sana, yuk! lagian kamu kan sudah lama nggak jenguk ibu," rajuk Nayma.

"Pulang kampung? no ... aku nggak mau!"

"Kok nggak mau? memangnya kenapa, Mas?"

"Kalau ke sana aku pasti ketemu banci itu lagi," tolak Marji sambil terus fokus pandangannya ke laptop.

"Maksud kamu mbak Beti?"

"Iya, dia."

"Bukannya mbak Beti itu dulunya sahabat kamu, Mas."

"Eits ... sembarangan aja kalau ngomong. Pokoknya aku enggak mau pulang ke kampung. Kalau kamu kangen sama emak, mending kita suruh emak aja ya, yang datang ke sini."

"Tapi aku maunya kita yang ke sana, Mas! aku ingin menghirup udara desa. Mau ya, ini keinginan si jabang bayi lho," rajuk Nayma lagi sambil mengelus-elus perutnya yang masih kelihatan rata.

"Haduh ... harus ya?"

"Iya, harus."

"Ya sudah nanti hari sabtu kita ke kampung, ya Sayang."

"Beneran, Mas? asyik ... alhamdulillah, si dedeknya nggak jadi ngecesnya."

****

Esok harinya, Marji dan Nayma bergegas ke kampung halaman Marji di antar sopir. Nayma terlihat bersemangat. Sementara Marji terlihat lemas. Di sepanjang perjalanan beberapa kali Marji muntah-muntah, tapi saat memakan rujak, ia terlihat segar kembali. Makanya setiap kali mobil yang di kendarainya melewati pedagang rujak, pasti Marji merajuk ingin beli. Nayma sampai geleng-geleng kepala, melihat suaminya yang terus saja makan rujak.

"Mas, apa nggak asem? itukan mangga muda," tanya Nayma heran.

"Enggak kok, enak. Kamu mau coba, Nay?"

Jangan Panggil Aku BanciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang