Part 13

678 25 3
                                    

Marji berlari ke arah jalan raya, ia lupa kalau Bagas sejak tadi menunggu di parkiran. Pikirannya
kalut, tak tahu harus berbuat apa. Saat ia berlari ala banci hendak melintasi jalan raya, Nayma ternyata mengejarnya. Marji semakin mempercepat larinya.

"Mas Marji, tunggu ...!"

Marji menoleh ke arah suara Nayma. Sementara di sebrang sana, ada mobil pengangkut sampah sedang melintas ugal-ugalan.

Tin ... tin ... tiiiinnnn ....

Suara klakson berbunyi beberapa kali, sang sopir mencoba me-rem mobilnya, tapi sayang, remnya blong.
Mobil semakin dekat kearah Marji, tapi ia diam terkesima dan malah menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tak mengira kalau mobil sampah itu terus berjalan.

"Awas, Mas ..." pekik Nayma, ingin mencegah Marji, tapi ia tak tahu harus berbuat apa.

"Arrrggggg ...."

Brruuukkk ....

Mobil sampah itu, tiba-tiba menabrak tubuh Marji. Ia terpental sejauh lima meter. Darah berceceran di mana-mana. Mobil truk sampah terguling, dan menghantam pohon beringin. Sampah yang diangkut menjadi berserakan di mana-mana.

Seperti ayam yang baru saja di sembelih. Tubuh Marji kejang-kejang, matanya melotot dan tak lama kemudian sudah tak bergerak lagi.

Nayma berlari mendekati Marji yang sudah tak berdaya tergeletak di tengah jalan, "Mas Marji ... ya Allah, Mas. Bangun ..." pekik Nayma sambil memeluk erat tubuh Marji.

Orang-orang yang melihat, bergerumun mendekati Marji dan Nayma.

"Ya ampun ... kasihan sekali," desis salah satu warga yang melihat Marji sudah tak sadarkan diri, dan Nayma menangis histeris.

"Ada apa, Pak? kok rame-rame gitu," tanya Bagas.

"Itu, Mas. Ada kecelakaan. Banci ketabrak mobil pengangkut sampah."

"Apa???"

Bagas kaget mendengar salah satu mahasiswa disana menjelaskan. Bagas bergeming, "Banci? jangan-jangan ...."

Bagas segera berlari kearah orang bergerumun tadi. Dan setelah ia lihat dengan seksama, benar saja firasatnya, kalau orang yang tertabrak itu adalah Marji.

"Astaghfirullah hal adzim, Non Nayma, apa yang terjadi dengan Mas Marji?"

"Tolong Mas Marji, Bang!" ucap Nayma lirih.

Jalanan menjadi macet total, karena banyak kerumunan orang menghalangi jalan.

"Ya sudah, kita langsung bawa Mas Marji ke rumah sakit."

Bagas segera berlari kearah mobil Avanzanya, dan segera memasukkan Marji ke dalam mobil. Beberapa orang ada yang membantu mengangkat Marji. Pakaian Nayma penuh dengan darah, ia terus saja terisak tangis.

"Maafkan Nayma, Mas. Gara-gara Nay, Mas jadi seperti ini. Bangun, Mas...!"

Nayma terus saja menguncang-guncangkan tubuh Marji, berharap sang suami membuka matanya kembali.

Tapi usaha Nayma sia-sia. Marji tetap hilang kesadarannya.

****

Sesampainya di rumah sakit, Marji langsung di bawa ke ruang UGD.

"Dokter ... tolong suami saya, Dok!" lirih Nayma.

"Sabar, Mbak. Dokter akan segera memeriksa pasien," ucap sang perawat, sambil mengelap darah yang masih mengucur di pelipis dan juga tubuh Marji.

Nayma dan Bagas terlihat panik.

Tak lama kemudian, dokter datang memeriksa tubuh Marji. Pertama sang dokter mendengarkan detak jantung Marji menggunakan alat. Dokter itu menggelengkan kepalanya ke arah suster, kemudian memegang pergelangan tangan Marji, terakhir menempelkan jarinya ke arah hidung Marji.
Dokter berbisik ke arah suster, dan kemudian berbicara.

Jangan Panggil Aku BanciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang