Siete

730 101 68
                                    

Apakah jika seorang laki-laki menangis itu artinya ia adalah salah satu derajat manusia paling rendah dimata dunia?

Apakah ketika seorang laki-laki membiarkan satu tetes air mata mengalir di wajahnya dengan lancang membuatnya menjadi orang paling lemah didunia?

Tidak.

Tidak ada yang salah dengan menyerah akan sebuah tangisan.

Bahkan  seorang yang mempunyai derajat setinggi langit pun tidak akan menjadi rendah ketika ia menangis.

Sebuah tangisan itu bukan ukuran, tapi sebagai bentuk gambaran. Dan juga sebagai penyalur ketenangan dan menjadi obat.

Orang bilang, ketika hatimu terluka maka basahi dengan air mata. Walaupun tak bisa menutup luka tersebut, setidaknya air mata dapat menyingkirkan duri-duri yang menancap disana. Dengan begitu, rasa sakitmu akan berkurang.

Dan itulah yang Minho lakukan sekarang, ia menyerah akan dirinya sendiri. Kesunyian yang ikut menyaksikan dan ikut merasa tersayat ketika mendengar isakan dari bibirnya membuat hati Minho makin terluka. Dan kini, kesunyian itu memeluknya yang tengah meringkuk pilu di sudut ruangan itu. Tubuhnya masih basah, namun ia tak peduli. Ia terlalu kalut untuk sekedar peduli tentang dirinya sendiri.

Otaknya tak berhenti menayangkan kejadian yang baru saja terjadi hingga membuatnya begitu muak dan merasa mual. Minho ketakutan, kini otaknya mengambil alih kesadarannya.

Tak bisa Minho bayangkan, jika tadi pria bernama Seo Changbin itu tak lagi membuka matanya ia tak tahu harus berbuat apa.

Ia yakin ia tidak akan bisa hidup, ia mungkin akan hidup dalam penyesalan di sisa kehidupan yang sia-sia.

Walaupun ia tak bisa memiliki Changbin, setidaknya ia harus bisa melihat senyum di bibir pemuda itu selama yang ia bisa.

Ya, sebegitu pentingnya seorang Seo Changbin bagi dirinya. Entah apa yang pemuda itu berikan padanya, dan yang Minho tahu pasti. Pemuda mengambil alih sebagian kehidupannya.

Perasaan Minho itu tulus, namun berbahaya.

💧


Hyunjin dan Changbin keluar dari ruangan dokter itu dengan tenang. Yah, mungkin Hyunjin tidak. Pemuda itu memang tenang, namun raut wajahnya benar-benar jauh dari kata tenang.

Ia memeluk Changbin posesif seakan takut jika laki-laki yang paling ia sayangi di dunia itu akan hilang jika ia melepaskan pelukannya.

Melihat itu, mereka yang menunggu di lobi -selain Minho-  merasa khawatir karena Changbin terlihat begitu aneh dengan ketenangannya itu. Apalagi Hyunjin.

"Changbin nggak kenapa-kenapa kan jin?", Chan bertanya dengan tidak sabaran bahkan ketika Hyunjin dan Changbin belum mendekat padanya.

Saat mendengar pertanyaan dari ayahnya itu, raut wajah Hyunjin berubah. Ia menghela nafas. Lalu melepaskan pelukan pada Changbin, dan kini Changbin diambil alih oleh Woojin yang tengah khawatir.

"Gawat ini yah, gawat", Hyunjin menggeleng dramatis, ia memijit batang hidungnya seakan ia tengah berpikir keras.

"Gawat kenapa? Changbin nggak apa-apa kan?", Woojin memperhatikan Changbin dari atas sampai bawah, memeriksa setiap inci tubuh Changbin takut jika sang anak terluka.

"Nggak apa-apa kok! Ay, kamu jangan jahil deh", Changbin beralih dari Woojin lalu langsung mencubit perut Hyunjin, membuat sang empunya merintih sakit.

"Aw aw aw, iya-iya.. aduh sakit ay", Hyunjin mengaduh, lalu selanjutnya ia bersikap seperti tak terjadi apa-apa.

"Kenapa sih?!", Jisung mulai kesal, pasangan dihadapannya itu benar-benar suka bertele-tele. Apalagi si memble.

Hyunjin acuh, ia memasukkan kedua tangannya didalam saku celana pendek yang ia pakai. Yah, mereka masih dalam keadaan memakai pakaian pantai. Dan seperti orang gila berkeliaran di rumah sakit.

Ia lalu mengibaskan rambutnya sombong seakan baru saja melakukan sesuatu yang menakjubkan.

"Kerja keras gue tiap malam akhirnya berhasil. Bentar lagi, kalian semua bakalan ada keponakan dan cucu lucu"

Perkataan Hyunjin itu mendapatkan reaksi yang beragam, dari senang, haru, dan segalanya jadi satu.

"Lo serius Jin? Kak Changbin?", Felix masih tak percaya, dan Hyunjin dengan sombongnya mengangguk. Ia bangga pada dirinya sendiri, sedangkan Changbin menggeleng jengah. Biasakah Hyunjin bersikap normal?

"Iya, kata dokter tadi usia kandungan baru masuk dua minggu", lagi-lagi Hyunjin mengibas rambut nya dengan dramatis. Baiklah, anda benar-benar hebat Tuan Hwang.

"Anjir! Anjir! Anjir! Gue bakalan punya keponakan dong!! Hyunjin sialan!!", Jisung histeria, ia dengan gemas malah berhambur memeluk Changbin.

Chan tersenyum bangga pada Hyunjin, ia menepuk pundak anaknya.

"Selamat ya, mulai sekarang tanggung jawab kamu bukan cuma Changbin doang. Jaga baik-baik", Hyunjin memberikan hormat pada Chan.

"Asshiiapp", lalu dilanjutkan dengan tawa bahagia dari keduanya.

"Semoga dedek bayi nanti kelakuannya nggak sebobrok lu yang Jin", Jeongin, yang sudah lupa memanggil Hyunjin dengan embel-embel 'kak' itu secara tidak langsung ikut mengucapkan selamat.

"Semoga aja! Jangan lagi ada Hyunjin kedua di dunia ini. Mudah-mudahan mirip gue", Seungmin ikut bergabung dengan Jisung yang menempel gemas pada Changbin.

"Selamat ya sayang, kamu jadi calon ibu sekarang", Woojin mengusak surai Changbin gemas.

Entah, kenapa aura Changbin begitu menyenangkan dan menggemaskan. Apakah seorang ibu hamil biasanya begitu? Entahlah, tapi Changbin suka ketika semua orang begitu banyak memberikannya kasih sayang padanya.

Hyunjin melihat wajah Changbin yang tengah tersenyum, kini ia benar-benar bisa dikatakan sebagai suami yang sebenarnya. Hey, siapa yang tidak bahagia ketika sebuah keajaiban indah diberikan padamu. Dan begitulah apa yang Hyunjin rasakan sekarang.

Walaupun masih terasa seperti mimpi, tak bisa ia elakkan jika ia tak bisa berhenti mengulas senyum bahagia. Demi Tuhan, semua yang menyangkut apa yang ia sayangi begitu membuat hidupnya benar-benar berarti.

"I'm so fucking awesome, right?"

"Yeah, you're so fucking goblok"



💧



"Gue harus apa?"

"Nyerah! Lo udah kalah telak"













-To Be Continued-

[3]Lo Siento (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang