Tres

829 114 56
                                    

Minho menarik kopernya untuk masuk kedalam kamarnya. Ia tersenyum ketika melihat kamar lamanya masih utuh, tidak ada yang berubah. Pun kamar-kamar yang lainnya. Tidak ada yang diubah sama sekali.  Setelah memasukkan kopernya, ia melihat pada Woojin yang berdiri dibelakangnya dengan tatapan sendu.

"Kenapa sih Bun, ngeliatin nya gitu banget", Minho tersenyum melihat Woojin yang menggeleng lemah, ia sadar kalau Woojin mengetahui sesuatu tentang dirinya.

"Kamu pasti bisa dapet yang lebih baik kok, tinggal tunggu waktunya", Woojin kembali memeluk Minho untuk yang kedua kalinya. Jika pelukan pertama sebagai tanda ia merindukan anak tertuanya, kali ini sebagai tanda jika ia ingin menyemangati Minho.

"Aku baik-baik aja kok Bun, nggak usah khawatir", Minho membenamkan wajahnya di bahu Woojin, ia mati-matian menahan perasaannya. Didepan Woojin ia tak akan bisa berbohong, maka dari itu ia mencoba sebisa mungkin menghindari menatap Woojin. Hatinya akan mudah luluh kala mata bundanya itu menatap matanya.

Woojin mengelus punggung Minho pelan, sepintar apapun Minho menyembunyikan kebenarannya. Woojin adalah orang pertama yang menyadari akan hal itu. Woojin tahu Minho tidak sekuat itu, anaknya itu telah lama rapuh.

"Bunda mau kamu janji sama bunda. Jangan pernah ganggu Hyunjin sama Changbin, mereka udah bahagia. Changbin mungkin ditakdirkan bukan buat kamu, kamu harus terima. Jangan berlarut-larut kayak gini, bunda nggak mau kamu sakit", Woojin melepaskan pelukan nya, ia memegang kedua sisi pundak Minho. Sedangkan Minho menundukkan kepalanya tak berniat memandang Woojin.

"Bunda ngomong gini biar kamu sadar Minho, nggak semua yang kamu suka harus jadi milik kamu. Jangan maksain sesuatu yang bukan punya kamu, kamu nyakitin diri sendiri namanya. Bakalan ada waktunya kamu bahagia, percaya sama Bunda", Woojin tahu jika yang ia katakan bisa membuat hati Minho sakit, namun ia harus membuat Minho sadar. Jika tidak semua perasaan harus diperjuangkan.

Minho yang menundukkan kepalanya itu perlahan mendongak. Ia tersenyum pada Woojin begitu lebar, lebih lebar dari senyuman yang biasa.

"Iya, Minho nggak apa-apa", bukan jawaban ini yang Woojin harapkan. Melihat wajah tersenyum Minho membuat Woojin terluka, ia merasa bersalah.

"Minho capek Bun, mau istirahat", masih dengan senyuman lebarnya, Minho melepaskan tangan Woojin yang berada di pundaknya. Ia berbalik lalu masuk kedalam kamarnya tanpa menoleh pada Woojin.

Minho bersandar pada pintu ketika ia menutupnya, senyum nya perlahan pudar. Berganti menjadi ringisan perih. Tangannya mencengkram erat sudut atas tubuhnya, ia merasa seakan jantungnya diinjak oleh seseorang tanpa bekas kasihan hingga membuat nya kesulitan bernafas.

Pandangannya mengabur akibat air mata yang menumpuk di matanya. Ia berusaha kerasa menahan agar cairan itu tidak jatuh dari tempatnya, namun hal itu malah membuat jantungnya terasa makin sakit. Minho jatuh  terduduk, sebelah tangannya masih ia gunakan untuk menekan jantungnya sendirii, berharap rasa sakit itu hilang. Namun sia-sia, semakin ia menahan isakan nya, semakin sakit pula rasanya.

"Gue baik-baik aja", kata itu selalu ia gumamkan walau tak berpengaruh pada apapun.

💧

Changbin tengah menunggu Hyunjin memakai pakaian nya, agar mereka bisa bersama-sama turun untuk sarapan. Karena ia tengah berada dirumah ChanWoo, maka ia tak perlu memasak. Toh, saat ia menawarkan bantuan pada Woojin, bundanya itu selalu menolak.

Alih-alih memperhatikan Hyunjin, Changbin malah sedari tadi terdiam.  Bahkan tak mengeluarkan suara sedikitpun membuat Hyunjin menatap aneh pada pasangan nya itu.

Hyunjin yang telah selesai berpakaian itu menghampiri Changbin yang duduk diatas ranjang, Hyunjin lalu memeluk Changbin dari samping,  bergelayut dipundak Changbin.

Jika biasanya Changbin akan memeluk Hyunjin balik, kali ini istrinya itu hanya diam saja. Seakan ia tak ada disana.

"Ay kenapa sih?", Tanya Hyunjin, namun Changbin hanya terdiam. Hyunjin merasa terabaikan.

"Oh jadi kamu sekarang gitu ya? Mulai nggak peduli sama aku?", Ujar Hyunjin dengan wajah yang ia buat sedih. Changbin menggeleng jengah, sebenarnya ia mendengar Hyunjin hanya saja ia tidak ingin bicara.

"Berisik", kesalnya pada Hyunjin, membuat Hyunjin mendelik tidak suka pada Changbin.

"Kamunya kenapa sih?diem mulu daritadi. Ditungguin sama yang lain tau nggak", omel Hyunjin, kini kenapa ia bertingkah seperti Changbin ketika marah.

"Aku tuh cuma kepikiran Kak Minho", jawaban Changbin itu membuat Hyunjin melembut, ia kembali mendekat pada Changbin.

"Kenapa lagi?", Ia menarik wajah Changbin agar menatapnya. Menunggu jawaban dari Changbin.

"Salah nggak sih menurut kamu aku minta Kak Minho pulang? Aku ngerasa nggak nyaman aja. Kayak sesuatu yang buruk bakalan terjadi" Hyunjin tersenyum karena perkataan Changbin itu, ia mengelus kepala Changbin sayang.

"Udah ribuan kali kamu nanya gini ke aku, kamu masih ragu? Gapapa sayang. Semuanya bakalan baik-baik aja. Kak Minho itu orang baik", Changbin menatap aneh Hyunjin, membuat Hyunjin salah tingkah sendiri.

"Kamu kalo tahu kak Minho baik kenapa dulu dimusuhin?", Hyunjin menyengir mendengar pertanyaan Changbin.

"Hehe, itukan dulu ay. Sekarang kan kamu udah jadi milik aku, jadi aku ga bakalan takut", Changbin menggeleng jengah pada Hyunjin, membuat pria-nya itu lagi-lagi tersenyum bodoh.

Jika dulu saat mereka masih berstatus sahabat, Hyunjin akan menjadi seorang yang tak bisa ditundukkan oleh siapapun termasuk Changbin. Ia yang akan membuat Changbin tunduk, dan Changbin akan menjadi orang yang paling menuruti Hyunjin. Karena ia tahu dulu emosi Hyunjin selalu meluap-luap, dan sulit dikendalikan.

Namun sekarang setelah menikah, Hyunjin lah orang yang paling tunduk pada Changbin. Ia nyaris tak pernah marah pada Changbin dan selalu menuruti perkataan Changbin. Definisi budak cinta yang sebenarnya adalah Hwang Hyunjin ini.

Tok...tok..tok...

Suara ketukan dari luar pintu kamar Changbin itu membuat keduanya menoleh.

"MOHON MAAF YA BUAT DUA MANUSIA YANG LAGI MEMPRAKTEKAN PELAJARAN BIOLOGI BAB REPRODUKSI...", suara melengking dari luar kamar itu membuat Changbin dan Hyunjin saling pandang.

"KALIAN KALO LAGI DISKUSI MEMBUAT KESEBELASAN HWANG DIMOHON JANGAN DISINI! INGET TEMPAT, DITUNGGUIN ORANG-ORANG DIBAWAH TUH!! DASAR!!",

"JISUNG BERISIK!!", Changbin tak tahan dengan teriakan Jisung itupun ikut berteriak. Dari luar sana terdengar kekehan penuh kemenangan dari Jisung.

"Ayo ay, turun! Laper", Changbin ingin segera bangun, namun tangannya ditahan oleh Hyunjin.

"Aku mau praktek langsung pelajaran biologi bab reproduksi nya ay! Belum paham soalnya", Changbin hanya bisa menghela nafas panjang. Ia menatap Hyunjin datar.

Bughhh.....

"Ngawur kamu!", Setelah menendang Hyunjin dengan tidak manusiawi hingga suaminya itu tersungkur ke lantai, Changbin dengan segera pergi keluar kamar. Tidak memperdulikan Hyunjin yang tengah mengelus pantatnya yang terbentur lantai.















Kira-kira bakalan sad atau happy ending?
Silahkan mengira-ngira mulai sekarang

[3]Lo Siento (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang