GUNCANGAN (Flash Fiction)

203 23 18
                                    

Rasanya sakit genggaman ini karena begitu kuat memegangi permukaan besi itu. Jantungku sudah berpacu tak karuan. Sementara tubuh sudah terdorong maju, lalu mundur hingga pundak terhempas ke kaca jendela. Terdengar lelaki berpenampilan kasar itu terkekeh.
  
Detik kemudian seiring bunyi berdecit, terpaksa kakiku menjejak untuk menahan jatuh. Tubuh sempat oleng ke depan, membuat pinggangku sakit karena menahan agar jangan terjerembab. Karena gaya dorong dan tarik, aku nyaris terhambur ke dekat punggung lelaki yang mengepulkan asap rokok itu. Sekejap bau keringatnya terendus, membuat hidung berkernyit.
  
"Pegangan, Neng!" Ia berkata singkat. Ada nada mengejek di suaranya yang terdengar kasar itu.
  
Aku yakin kaki lelaki tadi sengaja berjejak lebih dalam, dan itu membuat hentakkan tiba-tiba dan lagi-lagi tubuh ini terdorong ke depan. Aku menjerit kecil. Terdengar bahak lelaki itu sekilas.
   
Sudah cukup!!!, batinku. Segera saja mengetuk atap bermetal kuat-kuat, dan berkata tegas, "Stop kiri, Bang! KIRIII!!!"
  
Buru-buru aku keluar dan membayarkan ongkos perjalanan. Nyaris kulempar saja lembaran lima ribu rupiah itu ke hidung si supir.
  
Dasar supir angkot edan! Begitulah adat mereka kalau sudah tinggal satu penumpang dan masih mengejar setoran. Mending aku jalan kaki, daripada berakhir di rumah-sakit!
  
(selesai)

 Mending aku jalan kaki, daripada berakhir di rumah-sakit!   (selesai)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FLASH FICTION & FIKSI MINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang