04 : Loz Feliz Village

162 25 34
                                    


          Seungcheol menepuk pelan ujung sepatunya dengan telapak tangan, menghilangkan debu-debu halus yang menempel di sana. Sama seperti biasanya, panas yang ia rasakan setiap kali datang ke Los Angeles. Berbanding terbalik dengan suasana di Seoul yang saat ini sangat dingin. Dari bandara dia diantar ke tempat yang diperkiraannya adalah tempat tinggal Joshua sekarang, diantar supir taksi tentunya. Ah, Seungcheol tiba di LA sekitar pukul satu siang, dan ia menempuh setengah jam perjalanan dari bandara ke pemukiman Los Feliz.

"Kenapa tempat ini seperti kota mati." ucapnya bergumam sambil mengamati sekitar. Rumah-rumah berjejer rapih di sisi kanan dan kiri jalanan, beberapa pohon besar berdiri kokoh seolah sengaja ditanam untuk tempat berteduh. Tapi tidak banyak orang berkeliaran di sekitarnya, membuat tempat ini terasa menyeramkan. Hingga saat ini Seungcheol belum menemukan seseorang yang bisa dia tanyai, tempat ini benar-benar mengerikan, seperti tak ada kehidupan, berapa kali pun disebutkan tetap mengerikan.

Kring...

Suara lonceng sepeda dari belakang punggungnya terdengar berbunyi nyaring, ia berbalik dan langsung melambaikan tangannya.

"Excuse me.... Eum, do you know..... Korea here?" Seungcheol berusaha mati-matian, tapi hanya sebatas itu kemampuan bahasa inggrisnya. ia bingung bagaimana cara menyebutkan orang Korea dalam bahasa inggris.

Pria di atas sepeda itu mengerutkan kening.

"What are you talking about?" tanyanya tak mengerti. Seungcheol merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya untuk memakai penerjemah.

"I got to go now, sorry i can't help." sambungnya kemudian pergi dengan sepedanya. Seungcheol mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa kau pergi? Hei! Apa yang dia katakan tadi? Ah aku tidak mengerti." katanya geram.

Seungcheol melepaskan pegangan kopernya, kemudian meremas-remas tangannya yang terasa keram karena menarik-narik koper sejak tadi. Tubuhnya juga terasa sangat pegal, dia belum sempat istirahat karena belum menemukan hotel dengan satu kamar kosong di sekitarnya.

Dari tempatnya dia mendengar suara, seperti beradunya sepatu dengan tanah sangat keras, bukan suara orang berjalan, tapi seperti dilompati. Matanya berkeliling mencari sumber suara, di sanalah asalnya, di bawah sebuah pohon, seorang gadis melompat-lompat berusaha meraih balon merah yang tersangkut di atas pohon itu. Mata Seungcheol enggan beralih, ia terus memperhatikan gadis di sebrang jalan sana.

Rambutnya yang dikucir kuda di belakang, ikut bergoyang seiring dengan lompatan anak itu. Lompatannya semakin lama kian meninggi, hingga kakinya salah mendarat dan tergelincir. Ia jatuh terduduk di tanah. Seungcheol terhenyak kaget melihatnya, rasanya pasti sakit, pikir Seungcheol. Ia menebak tak lama lagi anak itu pasti akan menangis.

Namun meleset, anak itu bangun dan langsung membersihkan pakaian sekolahnya, beberapa saat setelah dia berdiri, dia melihat ke arah Seungcheol. Seketika Seungcheol memalingkan wajah, dan berpura-pura tidak peduli.

"Entah aku yang sensitif, atau memang anak itu mirip dengan Joshua." gumam Seungcheol sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Excuse me, sir." suara itu menganggetkan Seungcheol, belum lagi tarikan tangan kecil pada bajunya. Seungcheol menoleh dan mendapati gadis kecil tadi sudah berada di sampingnya. Gadis itu menatap koper yang dibawanya.

"Eseukupseu? Apa itu?" tanya anak itu, ia menengadah menatap Seungcheol yang jauh lebih tinggi darinya. Seungcheol mengerutkan kening.

"Kau bisa bahasa Korea?" balas Seungcheol. Dia mengangguk sebagai jawaban.

"Ibuku orang Korea." jawabnya pendek.

"Siapa namamu?" tanya Seungcheol, dia berfirasat kalau gadis ini adalah anak Joshua dan Nari, selain wajahnya yang mirip Joshua dia juga bisa berbahasa Korea.

Forgone [Joshua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang