"Kau yang akan menjadi perwakilan perusahaan ke Kuala Lumpur." ujar lelaki bersetelan rapi itu membuatku tercengang. Kata-kata itu terngiang di telinga, menciptakan kekecewaan mendalam dalam hatiku.
"Bukankah Rose yang akan pergi kesana? CEO Kim sendiri yang menyuruhku mengurus pertemuan di Bangkok." sanggahku merasa ada yang salah dalam pembicaraan kami.
"Rose yang akan menggantikanmu pergi ke Bangkok. Sebaiknya kau pergi ke Kuala Lumpur karena pertemuan ltu cukup singkat. Jadi kau bisa segera kembali bekerja dan menyelesaikan proyek kita." paparnya membuatku semakin tidak tahu jalan pikirnya. Padahal ia sendiri yang memutuskan semuanya beberapa minggu lalu. Aku menghela napas hingga akhirnya hanya bisa mengiyakan dan pamit keluar dari ruangannya. Jangankan menyanggah lagi, mendengar CEO Kim bicara panjang lebar saja sudah seperti sebuah berkah. Mengingat dia sangat jarang bicara pada semua karyawan.
Klinggg..
Aku keluar ruangan disambut sahabat baik ku. Dia tampak sangat antusias bertanya bagaimana keputusan final CEO Kim. Aku hanya menghela napas dan tidak menanggapinya karena malas membicarakan masalah ini. Konyolnya, Rose terus mengikutiku hingga sampai ruangan. Dan tentunya dia tak berhenti menanyakan keputusan CEO Kim tentang kepergian kami berdua. Sejenak aku merasa egois karena enggan memberitahunya tentang masalah keputusan CEO Kim mengingat ini juga melibatkannya. Tapi disisi lain aku malas membahas masalah ini karena hasilnya sangat mengecewakan untukku. Melihat Rose masih saja merengek meminta penjelasan akhirnya aku memutuskan untuk mengatakannya sebelum pulang ke kontrakan kami berdua."Gue yang pergi ke Kuala Lumpur." ungkapku dengan lesu seakan tidak punya nafsu membahasnya.
"What? Apa artinya gue ga jadi pergi? Yah, padahal gue ngarep bisa pulang pergi ke luar negeri kayak elo." ungkapnya kecewa. "Sialan banget sih tuh bujang lapuk. Bisa-bisanya buat orang terbang terus dihempasin ke jurang." omel Rose mulai tak terkendali.
"Kita tetep pergi."
"What? Elo lagi gak boongkan?" tanyanya dengan mata berbinar.
"Engga." jawabku singkat.
"Asik. Artinya kita bisa jalan-jalan berdua dong di Kuala Lumpur. Bisa dong entar kita shopping-shopping gitu." ujarnya kegirangan.
"Mana bisa. Kita tukeran tugas. Elo yang bakal dikirim ke Bangkok." ucapku sembari memasukkan beberapa berkas ke tas. Tak selang beberapa detik, ku dengar suara sorakan dari manusia itu.
"Wah, gue ga nyangka bisa ke sana meski tanpa elo hahaha. Akhirnya bisa ke luar negeri. Tapi.. "
"Tapi apa?" tanyaku penasaran saat Rose menggantungkan kalimatnya.
"Gue kan gak lancar bahasa Inggris. Gimana dong? Ga mungkin kan kalo gue batalin semua." tanya Rose tiba-tiba panik.
"Ya entar kan ada si Joe."
"Entah kenapa gue ngerasa ini bukan pertemuan kerja deh kalo sama Joe?"
"Terus?" tanyaku tanpa menatap ke arahnya.
"Honeymoon." baiklah kali ini aku dibuat menganga mendengar kata-kata Rose. Tapi inilah kenyataan menggelikan yang pernah ada. Dimana aku berteman dengan gadis tak tahu malu sepertinya. Kalau saja aku tidak ingat ini kantor, pasti aku sudah memukulnya habis-habisan.
Manajer..
Aku dan Rose refleks melirik ke arah sumber suara karena merasa terpanggil. Mengingat kami berdua punya posisi yang sama yaitu manajer, hanya saja pada bagian yang berbeda. Rupanya orang yang baru saja kami bicarakan muncul. Pemuda tampan, jangkung dengan kulit bersih masuk ke ruanganku, membawa atmosfer baru di sekitar karena Rose mulai bersikap aneh saat bersama pemuda bernama Joe itu. Kami berdua masih terpaku karena tidak tahu siapa manajer yang Joe sapa. Disisi lain, ku lirik Rose yang mulai ke gr an karena berpikir pasti Joe sudah mengetahui semua, maka dari itu dia menjemputnya. Namun tak lama, semua imajinasi Rose runtuh saat Joe buka suara."Manajer, bisakah kita bicara?" Ungkap Joe menatap serius kearahku membuat Rose kesal.
"Boleh." sahutku sembari memberi isyarat pada Rose supaya keluar dari ruanganku. Awalnya Rose menolak, namun setelah aku memberinya tatapan tajam, ia berlalu pergi tanpa pamit pada kami berdua. Aku hanya bisa menghela napas melihat sifat kekanakannya. "Duduklah." ujarku mempersilakan Joe duduk. "Katakan, apa yang ingin kau sampaikan?"
"Ku dengar anda tidak jadi pergi ke pertemuan di Bangkok. Apa itu benar?" tanya Joe membuat kedua ujung bibirku sedikit tertarik membentuk sebuah senyum tipis.
"Itu benar. Rose yang akan menggantikan ku."
"Tapi kenapa begitu, manajer? Bukankah kita sudah mempersiapkan semuanya dan kenapa pergantiannya sangat mendadak?"
"Pertemuan di Bangkok memakan waktu sekitar 2-3 minggu sedangkan aku harus menyelesaikan proyek disini. Mungkin itu alasan CEO Kim mengubah semua rencana awalnya." ungkapku dengan opiniku sendiri.
"Ah, jadi begitu. Tidak bisakah anda tetap bergabung dengan tim kami?" tanya Joe dengan tatapan penuh harapan karena pertemuan ini menentukan karirnya ke depan.
"Aku menginginkannya, tapi maaf aku tidak bisa."
Thx udah mampir, jangan lupa vote ya 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided [COMPLETE]
FanfictionMungkin ini akan menjadi kisah terkonyol yang pernah kalian dengar. Aku menikah dengan seorang pemuda asing yang sama sekali tidak ku kenal karena kejadian aneh yang mengharuskan kami menikah. Ini bukan karena perjodohan, kupikir itu terlalu klasik...