Seharusnya, sebuah rapat pembahasan konsep pemotretan tidak akan memakan waktu selama ini, atau demikian setidaknya bagi Xiaojun. Seharusnya, rapat ini bukanlah suatu perkara besar yang perlu ia pikirkan, bukanlah suatu kegiatan yang membuatnya harus duduk dengan perasaan gusar ataupun mata yang tidak dapat fokus ke satu titik. Xiaojun bukanlah pria yang dapat dengan mudah kehilangan sikap profesional miliknya semendesak apapun urusannya.
Namun, kehadiran pria bermata tegas yang beberapa saat lalu diperkenalkan sebagai fotografer untuk proyek kerja yang melibatkannya membuat Xiaojun sempat menahan nafas. Tentu saja ini adalah reaksi wajar ketika mendapati sebuah hal yang tak terduga datang tanpa aba-aba apapun, menyambut dengan sapaan mengejutkan dan membuat segala besitan pemikiran yang bahkan masih tertahan hilang bagaikan buih tanpa jejak. Yang tersisa hanya kekosongan, efek karena rasa keterkejutan.
Huang Hendery.
Pria tersebut jelas merupakan pria yang sama dengan sosok yang pernah memorak-porandakan pikiran Xiaojun setahun silam. Sosok yang telah membuat Xiaojun gusar dalam tiga hari pertemuan singkat mereka. Sosok yang ia coba lupakan sekeras mungkin meskipun justru seluruh visual dari sosok itu semakin terjerembab lebih jauh kedalam pikirannya—baik dengan ataupun tanpa kesadarannya.
Kini, mereka berada dalam satu ruangan yang sama, bahkan dalam satu meja yang sama. Duduk saling berhadapan dalam sebuah garis lurus. Dengan sesekali netra mereka bertemu seperkian detik meskipun tanpa reaksi berarti selain Xiaojun yang beralih dengan guliran canggung.
Memangnya apa yang Xiaojun harapkan? Hendery yang menyapanya seolah mereka teman lama yang bertemu dalam situasi tak terduga?
Hendery mungkin hanya bersikap profesional dengan sedikit mengabaikan kehadirannya, atau mungkin lebih tepat jika dikatakan Hendery mungkin saja menganggap Xiaojun tidak lebih dari sekadar manajer dari model yang akan ia bidik dalam salah satu proyek kerjanya.
Kemungkinan lainnya adalah Hendery mungkin saja telah melupakannya.
Mereka memang telah bertemu sebelumnya, tepatnya satu tahun silam. Namun, mereka hanya bertemu dalam kurun waktu tidak lebih dari tiga hari. Tidak ada hal spesial diantara mereka selain fakta jika mereka sempat berciuman di tengah suasana matahari terbit, dan mungkin, hanya Xiaojun yang terlalu bodoh menganggap ciuman itu salah satu hal yang tak bisa ia lupakan bahkan setelah kesibukan gila dan objek pelampiasan lain datang kepadanya.
Sekali lagi, Xiaojun menatap Hendery. Mengamati bagaimana ekspresi pria itu ketika mendengarkan dengan raut serius salah seorang staf yang tengah mempresentasikan konsep pemotretan—yang astaga, sangat seksi di mata Xiaojun.
Kala itu, tanpa sengaja mata mereka bersitatap untuk yang ketiga kalinya semenjak mereka berada diruangan itu. Xiaojun tak memungkiri jika ia sedikit berharap untuk sekadar mendapatkan senyuman tipis dari Hendery.
Alih-alih mendapatkan apa yang diharapkan, ia justru mendapati guliran netra dari si pria Macau yang seolah enggan menatapnya lebih lama.
Sekali lagi, apa yang sebenarnya Xiaojun harapkan?
🔸️Seoul City🔸️
“Xiao Dejun.”
Xukun bahkan ikut menoleh ketika nama sang manajer tiba-tiba terpanggil oleh sebuah suara familier dari arah samping kanan. Ia tak menyadari bagaimana ekspresi Xiaojun berubah menjadi kikuk ketika pria yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu berdiri di hadapan mereka. Xukun menernyit, terheran dan menatap dengan penuh penilaian akan si fotografer itu.
“Hendery..” Xiaojun bergumam tanpa sadar, sama sekali tak membalas senyuman dari Hendery karena pikirannya masih tidak habis pikir. Ia jelas tak menyangka Hendery akan menemuinya setelah pria itu bahkan tak menganggapnya ada saat rapat tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Book 2] Seoul City ▪ HenXiao ☑️
FanficKota Seoul menjadi saksi bagaimana pertemuan tanpa disengaja mereka perlahan menciptakan letupan afeksi penuh ambiguitas yang terus menggerayangi selama dua kali pergantian malam secara berturut. Kota Seoul pun menjadi saksi atas perpisahan yang me...