Pt.11 : No One is Left by My Side

1.8K 365 118
                                    

Mereka duduk saling berhadapan dalam keterdiaman panjang. Cangkir berisi americano dan green tea latte yang sebelumnya mengepul karena suhu perlahan mendingin tanpa bekas tegukan. Lantunan lagu dengan bahasa asing sama sekali tak mereka hiraukan, teralih sepenuhnya oleh pemikiran masing-masing terkait permasalahan yang lebih genting. Baik Na Jaemin maupun Huang Hendery sama-sama tidak mengerti bagaimana memulai pembicaraan sementara suasana yang melingkupi keduanya terlanjur canggung.

Beberapa waktu kemudian, Na Jaemin membuka inisiatif karena tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi. Meskipun sorotnya masih menghindar untuk bertemu langsung dengan pria di depan.

"Sejak kapan?"

Hendery tidak segera menjawab, kata-katanya sukar terutarakan meski pikirannya menginginkannya.

"Jadi... satu tahun ini, aku berkencan dengan bingkai kosong?"

"Tidak Jaemin. Jangan menyimpulkan segalanya begitu mudah. Aku hanya..." Hendery membasahi bibir, bola matanya tak berhenti bergerak dengan gelisah. "...aku bahkan tidak sedikitpun tahu jika aku akan bekerja bersamanya. Kau tahu kita kembali bertemu dalam suatu kebetulan."

"Kau menyimpan dengan baik semua fotonya, bahkan menyembunyikannya dariku. Dan sekarang, kau bahkan tak mengelak jika kau memiliki perasaan terhadapnya. Apa aku salah?"

Hendery kembali terdiam. Kehabisan kata-katanya.

Jaemin tersenyum sinis, membuang pandangan dengan sarat kesal sebelum berdesis. "Kau tahu kita harus berakhir kan?"

"Ya." Balasan itu terlalu lemah, tak ada lagi kalimat defensif apapun yang terlontar. Hendery, setidaknya ia sadar diri jika dirinya pantas untuk menerima perlakuan ini.

"Aku bahkan tidak pantas untuk pengampunanmu."

"Setidaknya kau tahu itu, hyung." Jaemin merasa muak, lalu dengan cepat menyambar tas miliknya yang tergeletak begitu saja di kursi kosong samping kanannya. Kursi yang ia tempati berderit nyaring ketika Jaemin berdiri dengan cepat. Tatapannya lurus, tertancap pada sorot bersalah Hendery yang bahkan tak menahannya sama sekali. "Terima kasih untuk selama ini. Tapi kuharap kita tidak akan bertemu lagi."

Langkah pemuda itu begitu panjang, menjauh dari Hendery yang termenung dengan secangkir kopi mendingin. Dalam tunduknya, penyesalan itu begitu besar, membentuk sebuah beban beratus ton pada kedua pundaknya--menekannya kuat agar ia semakin terperosok.

Pada akhirnya, keegoisan Hendery membuatnya kehilangan.

🔸️Seoul City🔸️

Johnny menarik nafas panjang, lalu membuangnya kasar begitu gelas kosong itu kembali terbanting oleh pria didepannya yang telah menghabiskan tiga botol soju seorang diri.

"Hei, Huang Hendery! Kau bisa mati jika minum lebih banyak! Berhenti, oke?! Apa kau akan mengubah kebiasaan malam harimu menjadi seperti ini?"

Hendery tak mendengarkan sama sekali. Ia justru memainkan botol terakhirnya sejenak sebelum kembali ia tuang pada gelas. Sepasang matanya telah sayu sejak beberapa lama, penampilannya acak-acakan, bahkan orang yang hanya melihat sekilas akan langsung mengerti jika pria itu seratus persen dibawah kendali alkohol.

"Oh? Kenapa ini kosong?"

Johnny untuk yang kesekian kalinya menghela nafas panjang-sarat akan kejengahan, lalu merebut botol yang memang telah kosong itu sebelum ia letakkan sedikit jauh dari Hendery. "Kau seperti ini karena Jaemin? Ayolah, jangan membuat dirimu menjadi menyedihkan. Faktanya, Jaemin yang seharusnya menangis meraung di sini."

[Book 2] Seoul City ▪ HenXiao ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang