"Kenapa Om gak suka dijodohin?"
"Karena saya tidak mau menikahi wanita yang tidak saya cintai."
"Hemm.. Memangnya cinta itu apa sih om? Di gak ngerti deh. Om mau ajarin Di gak?"
"Boleh, tapi kamu harus tumbuh besar dulu."
"Oke, tapi Om janji mau nunggu Di? Di juga janji mau nunggu Om."
"Saya janji."
****
Diandra menatap layar laptop, membaca dengan teliti kata demi kata yang tertulis pada halaman website berupa syarat dan aturan untuk mendaftar ke salah satu universitas swasta di Jakarta. Karena tidak lulus SBM, mau tak mau Diandra harus merelakan mimpinya untuk berkuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Kecewa dan sedih sudah pasti dia rasakan, tapi jika berkabung terlalu lama, Diandra bisa tak ikut kuliah tahun ini.
Lagipula berkuliah di universitas swasta juga tidak terlalu buruk seperti kata orang-orang. Mau sebagus atau sejelek apapun institusi pendidikan tersebut, keberhasilan seorang pelajar tetap bergantung pada usaha pelajar itu sendiri. Jika dia gigih meraih kesuksesan, dia pasti akan mendapatkannya di masa depan.
"Duh mau Bahasa Inggris atau ADM ya. Galau." Diandra menggaruk kepalanya, bukan karena gatal tapi ini kebiasaannya saat bingung memilih sesuatu-atau saat kepergok berbuat salah.
Memilih jurusan kuliah saja bingung, apalagi memilih jodoh? Eh kalau Diandra bukannya bingung milih jodoh, tapi bingung mau milih antara pasrah atau berjuang nolak untuk menerima calon suami dari pilihan orang tuanya. Nasib anak berbakti.
Pintu kamar Diandra diketuk beberapa kali dan ketukannya berbunyi heboh. Tanpa melihat siapa dalangnya, Diandra sudah tahu itu pasti ulah adik-adiknya.
"Masuk! Bisa roboh pintu Kakak ntar kalian pukulin gitu." Diandra sedikit berteriak, dan tak lama dari itu, Kirana dan Cecilia, adik-adiknya merebak masuk ke kamarnya.
Kirana, adik Diandra yang saat ini kelas delapan di SMP Nusa Bangsa, memiliki kepribadian yang supel dan tak bisa diam. Rambutnya pendek, hanya sebatas telinga, memilik sifat agak tomboi, dan pemberani. Dia aktif belajar karate sejak kecil.
Sedangkan adik bungsunya, Cecilia, masih berusia sembilan tahun, kelas empat sekolah dasar. Sifatnya ceria dan ramah, tapi berbeda dengan Kirana, Cecilia sedikit kalem dan feminim.
"Kak Di, ajarin Kiran PR Math dong." Kirana naik ke ranjang dengan cepat dan memeluk lengan Diandra.
"Eh biasanya kamu ngerjain PR malem-malem. Kok tumben siang gini mau pegang buku," kata Diandra terheran-heran.
Cecilia juga membawa buku tulis di tangannya dan Diandra menduga itu juga PR-nya.
"Cecil juga?" tebak Diandra. Cecilia mengangguk sambil cengir kuda tak jelas. Dia mengunyah permen karet dimulutnya sehingga susah bicara.
Cecilia menaruh bukunya di dekat laptop Diandra. Di depan sampul buku itu tertulis PR Matematika. Kenapa bisa Kirana dan Cecilia sekompak ini?
"Siang ini Kakak bantu Kiran dulu ya, nanti malem baru Cecil." Diandra mengambil buku Kirana dan menyuruh adik-adiknya untuk turun ke lantai. Karena di lantai, mereka bisa menulis dengan benar, tidak seperti di ranjang yang empuk.
Selain ada alas lembut seperti ambal tebal, Diandra juga menyiapkan meja belajar kayu lipat untuk digunakan oleh Kirana. Mereka memang sering meminta tolong pada Diandra untuk diajarkan belajar.
"Kata Mama tadi, Kak Di harus ajarin kami berdua sekaligus, soalnya nanti malem kita mau pergi." Cecilia mengusap sudut bibirnya karena masih ada remahan kue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Om-Om!! [TAMAT]
RomansaProlog langsung baca di bagian satu. Hanya cerita mainstream bertema age-gap perjodohan Copas from @gadisbaper_ (akun keduaku yg sudah dihapus) DILARANG MENJIPLAK SATU ATAU BEBERAPA BAGIAN DALAM CERITA INI ❌🚫 PLAGIAT JAUH-JAUH 🚯