Dua Puluh Tiga (17+)

118K 9.8K 1.3K
                                    

"Ya ya. Tentu saja. Kami belum merencanakan bulan madu. Soal itu, saya mau berdiskusi dengan Diandra dulu."

Guntur terus menyunggingkan senyum formalnya kepada beberapa sanak saudara dari keluarga jauh Diandra yang tinggal di Kalimantan. Seharusnya ia memanfaatkan waktu sebaik mungkin malam ini untuk memanjakan dan memberi kenikmatan pada istrinya itu. Astaga, sampai kapan mereka menahannya untuk masuk ke kamar? Padahal Diandra sendiri sudah istirahat sejak makan malam berakhir.

Bukan hanya itu, Guntur menduga bahwa Giga, ayah Diandra, sengaja untuk mengobrol panjang lebar seolah dia dilarang untuk berduaan saja bersama istri. Ia jadi menyesal kenapa tidak langsung memesan kamar hotel setelah acara resepsi selesai.

"Italia mantap tuh. Atau Prancis juga romantis buat honeymoon," komentar Farah, Bibi pertama Diandra.

"Prancis udah mainstream kali. Ke Norwegia aja, banyak pemandangan. Terus dingin pula karena deket Rusia," imbuh Jana, bibi kedua Diandra.

Dingin? Boleh juga buat anget-angetan. Guntur setuju kalau acara bulan madu nanti ditempat bersuhu rendah. Ia bisa memeluk Diandra seharian.

"Lho ngapain jauh-jauh ke luar negeri? Indonesia juga gak kalah kok soal pemandangan. Nusa Lembongan, Jimbaran, Canggu, Ubud. Duh keren semua itu," ucap Wisman, Paman termuda Diandra.

Selepas mandi sebelum waktu maghrib dan sampai pukul sembilan malam, Guntur masih disibukkan dengan obrolan remeh-temeh seperti ini. Rasanya, jiwa dan raganya sudah meronta untuk mencari Diandra sekarang juga, tetapi dia tak bisa pergi begitu saja.

"Saya sih terserah Diandra mau kemana." Guntur berharap ada yang menolongnya. Namun jika mengharapkan Diandra, sepertinya tidak mungkin. Gadis itu tidak kunjung keluar dari kamar sejak makan malam.

Jangan-jangan, Diandra tidur duluan?!

Tidak!

Tepukan ringan dipundak kanan mengagetkan Guntur hingga ia menoleh spontan ke belakang. Ternyata ibu mertuanya datang sembari membawakan senampan kopi dan teh ke atas meja. Heni tersenyum kecil padanya seakan tahu bagaimana penderitaan Guntur yang diserbu oleh keluarga besar mereka.

"Temenin Diandra sana," celetuk Heni, membuat senyum sumringah sontak terbit diwajah Guntur. Tanpa ditutup-tutupi, Guntur tampak gembira diusir dari perbincangan itu.

"Ya ampun. Iya ya, kasian adek ditinggal sendirian. Pasti capek banget seharian."

Setelah itu, bibi dan paman Diandra turut mengucapkan kalimat sejenis. Guntur pun mendesah lega dan ancang-ancang pergi dari sana. Namun belum satu langkah dia berjalan, Giga menahan lengannya dengan cepat.

"Sebentar lagi, kakek buyut aja baru gabung," katanya dengan suara pelan. Guntur mengembuskan napas berat dan hanya bisa menuruti ucapan mutlak sang mertua. Tetapi syukurlah, mertua satunya lagi yang berhati malaikat kembali menolongnya.

"Udah gak apa-apa. Kakek juga cuma mau ngopi bareng. Mana bisa dengar si kakek omongan kalian." Heni mengusir Guntur dengan gerakan tangannya. Tanpa perlu berpikir dua kali, Guntur segera pamit dengan yang lain dan meninggalkan ruang keluarga dengan langkah cepat.

Sepertinya Guntur akan menolak gagasan Giga untuk tinggal dirumah ini selama seminggu ke depan. Meskipun hanya sementara, dia merasa tidak nyaman menumpang dirumah mertua. Dia akan mengajak Diandra untuk pindah ke rumah baru mereka besok lusa. Mau tak mau, pokoknya Diandra harus mau.

Ketika Guntur membuka pintu, perhatian Diandra yang semula tertuju ke layar sentuh ponsel mendadak berubah haluan ke sosok gagah dan tampan yang kini menjadi suaminya. Diandra sedang bersandar dipunggung ranjang, dengan menekuk kedua lutut, dan sibuk memainkan sosial media di gadget. Akun sosmed miliknya ternyata penuh tagging dari teman sekolahnya saat resepsi tadi siang.

Jodohku Om-Om!! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang