Sembilan

120K 13.1K 665
                                    

Kecupan singkat disudut bibir itu terasa seringan bulu kemoceng yang baru dibeli, namun efeknya begitu dahsyat hingga membuat beberapa pengunjung kafe terpelongo. Bahkan Nela, sahabat Diandra sendiri, berusaha kuat untuk tidak meneteskan air liurnya ketika melihat adegan manis dari Om-Om ganteng bernama Guntur Pranaja.

Berbeda dengan semua orang, reaksi Diandra justru sebaliknya—pucat, kaku, dan gemetar. Ya, seluruh tubuhnya bergetar hebat seperti habis melihat hantu di atas pohon.

"Mati.. Mati.. Mati.. Mati," gumam Diandra berkali-kali saat tangan Guntur merangkul pundaknya. Sekarang dia berharap memiliki kekuatan Elsa Frozen supaya bisa membekukan Guntur jadi patung es!

Tangan Guntur sedikit menyentak pundak Diandra seolah ingin memberitahu gadis itu bahwa dia sedang marah, "saya sudah di sini," ucapnya sambil tersenyum ramah.

Diandra meneguk ludah melihat ekspresi menyeramkan dari calon suaminya ini. Mungkin bagi orang lain ketampanan Guntur bertambah dua kali lipat saat tersenyum seperti itu, namun baginya justru pertanda malapetaka.

Diandra meringis pelan saat Guntur semakin menguatkan rangkulannya, "bu—bukan aku kok yang kirim pesan tadi ke kamu, tapi Nela."

Apakah Guntur langsung pergi setelah membaca pesan tantangan 'gak bakal dateng ke kafe' itu? Sepertinya iya sih. Lihat saja penampilannya. Setelan slim fit hitam—jas dan celana—lengkap dengan dasi plus jam tangan Richard Mille yang harganya selangit.

Terus potongan rambutnya yang pendek disisir rapi ke belakang yang sialnya menambah daya tarik pria itu. Diandra heran, bagaimana bisa cogan nyebelin seperti ini akan jadi suaminya? Rezeki atau musibah?

"Oh?" Guntur tidak sadar jika ada teman Diandra di depan mereka. Sebelah alisnya terangkat ketika melihat Nela yang matanya masih berbinar-binar melihat Guntur, "saya tidak sadar ada teman kamu."

Diandra menggerakkan-gerakkan pundaknya seolah ingin melepaskan rangkulan posesif dari Guntur, namun tubuhnya yang pendek ini bukan tandingan si tiang listrik.

"Kamu yang kirim pesan ke saya?" tanya Guntur dengan nada sinis. Dia tidak perlu memberikan kesan yang bagus pada Nela, karena peran gadis ini tidak akan memengaruhi pernikahannya nanti.

Bak disiram air dingin, Nela gelagapan dan salah tingkah. Dia sontak menggeleng, dan menunjuk Diandra sebagai balasan, "ga—gak kok Om! Bukan aku! Mana berani aku pegang hp Diandra."

"Nela! Ish kamu bohong!" Diandra protes, dia melotot dan menggeram marah pada sahabatnya. Enak saja Nela mau melemparnya ke mulut macan?!

"Yee kamu yang bohong. Bukan aku Om, serius deh." Nela cengingisan, senang melihat Diandra terpojok. Awalnya dia marah pada Guntur yang memperlakukan Diandra dengan dingin, namun setelah melihat wajah Guntur yang memenuhi kriteria cogan idamannya, Nela pun berpindah hati.

Tentu saja artinya bukan ingin merebut Guntur dari sahabatnya, justru Nela ingin lebih mendekatkan Diandra dengan om-om ganteng itu supaya mereka jadi menikah. Dia mendukung hubungan mereka seratus persen! Nela sangat senang melihat hidup Diandra seperti kisah percintaan di novel. Maka dari itu, dia mau membuatnya jadi happy ending.

"Bukan aku Om—maksudku Mas Guntur! Serius, sumpah! Dari awal itu Nela yang chat," bela Diandra sambil memberikan dua tangannya berbentuk V pada Guntur.

"Diandra ngelak Om, bukan aku." Nela juga membantah.

"Ish Nela! Benci aku sama kamu!"

"Diam!" bentak Guntur dengan satu kalimat tegas. Dia mengerutkan dahinya melihat perdebatan remaja labil di depannya itu. Entah kenapa, Guntur merasa umurnya bertambah lima tahun saat menghadapi keadaan berisik seperti ini.

Jodohku Om-Om!! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang