Tujuh Belas

98K 11.1K 681
                                    

"Apa yang kau dapat?" tanya Guntur melalui telepon pada agen mata-mata yang dia sewa untuk mengikuti Diandra setiap calon istrinya itu pergi tanpa dirinya.

Sementara tangan memegang ponsel, kaki Guntur masih sibuk mengarahkan kain lap ke lantai bekas tumpahan kopi akibat pecahnya cangkir beberapa saat lalu. Namun, dia sama sekali tidak membereskan pecahan beling yang berserakan disekitarnya. Alih-alih mengotori tangan, dia justru berencana memanggil petugas kebersihan, sekaligus untuk membersihkan seluruh ruangan diapartemennya hari ini.

"Nona Diandra bertemu dengan sahabatnya di Starbucks PIM, Pak. Tapi yang saya lihat ada gelagat mencurigakan dari satu lelaki kepada Nona." Suara pria membalas pertanyaan itu dengan jawaban tegas dan tanpa bertele-tele.

"Apa?! Laki-laki?!" Guntur sontak mengepalkan tangan lantaran cemburu. Pikirannya mulai bercabang saat membayangkan Diandra didekati oleh pria lain. Ia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. "Seperti apa orangnya?"

Guntur menatap lirih bekas kekacauan dilantai dan ternyata itu adalah bukti kenapa tadi perasaannya tidak enak. Ternyata ada seorang pecundang yang berani ingin merebut gadis berharga miliknya.

"Sepertinya, Nona Diandra dan laki-laki itu seumuran Pak. Tingginya sekitar 175-178 dan garis wajahnya keturunan Arab. Namanya Alfian."

"Alfian?" ulang Guntur. Apakah pria itu adalah salah satu dari kelima mantan Diandra waktu SMA? Sederetan lelaki pengecut yang sungguh beruntung menjadi pacar gadisnya meski hanya sebentar?

"Ya, saya tahu namanya dari pramusaji. Selain itu, Alfian memberikan pesan melalui kertas pada Nona, tapi saya tidak bisa membaca isinya karena kertas tersebut sudah dirobek oleh Nela."

Guntur menggeram kasar, "kenapa kau tidak menyatukan kembali robekan kertas sialan itu? Dasar tidak kompeten!" Ia pun langsung mematikan telepon secara sepihak. Sial, mendengar kabar ini membuat dia ingin menghancurkan sesuatu.

Baru dua hari Guntur tidak bertemu dengan Diandra, namun sudah ada lelaki yang mencoba mendekati calon istrinya? Ternyata usaha untuk melindungi Diandra dari godaan pria brengsek tidak boleh berhenti meski hanya sekejap.

Selama bertahun-tahun, Guntur selalu ikut campur dalam pergaulan Diandra disekolah. Upaya itu pun meningkat dua kali lipat saat Diandra memasuki sekolah menengah atas. Walaupun Guntur memperbolehkan Diandra untuk pacaran, namun hubungan itu harus kandas paling lama satu bulan—Guntur harus mencari cara agar itu terjadi.

Setidaknya dari kelima laki-laki, ada satu orang yang paling berani melawannya, dan itu adalah Alfian. Lelaki itu sempat memperjuangkan Diandra sebelum Guntur menghancurkan bisnis keluarganya. Saat itulah, Alfian menyerah.

Tetapi yang Guntur tidak sangka, sekarang Alfian kembali menemui Diandra. Apalagi dia datang di saat hari pernikahannya sudah dekat.

Tidak! Guntur tidak mau menyerahkan Diandra pada siapapun. Ia bersumpah bahwa Diandra tetap menjadi miliknya hingga mereka mati bersama.

*****

"Kayaknya kamu keterlaluan deh Nel. Wajah kak Alfian sampe kaget gitu kamu tunjuk-tunjuk tadi." Diandra merasa bersalah pada Alfian. Sebagai sahabat Nela, Diandra juga harus bertanggung jawab atas sikap sahabatnya itu.

"Gak lah. Aku cuma mau dia sadar kalo gak ada kesempatan lagi buat deketin kamu. Apalagi wajah kamu tadi kayak baper gitu! Duh, gak enak aku sama Om Guntur tau gak." Nela menggelengkan kepala sambil menyetir mobil dengan kecepatan rata-rata.

Sebenarnya Diandra tidak mau diantar pulang oleh Nela karena baru kemarin Nela mendapatkan SIM A. Dia takut mereka terkena musibah dijalan. Bahkan cara mengemudi Nela masih sangat kaku, dan tak jarang mendapatkan hadiah berupa klakson dari pengendara lain. Diandra masih sayang pada nyawanya. Dia tidak mau jadi hantu perawan.

"Baperan?" Diandra tertawa kecil, "mana ada keles! Aku cuma kaget aja kalo dia minta kesempatan kedua. Btw and if you want to know, aku juga gak mau lagi sama dia. Udah masa lalu, gak penting juga."

"Wah!!" Nela spontan menoleh seraya menepuk tangannya sejenak, "wahh daebak! itu baru temen aku! Hoho... Om Guntur juga pasti bahagia banget nih."

"Bahagia kenapa?" tanya Diandra.

"Bahagia-lah karena kamu sudah cinta sama dia! Wah wah, pantes aja kamu lupa sama Alfian. Sudah kecantol om-om cogan tajir beneran." Nela sumringah membayangkan Diandra bersanding dengan Guntur diatas panggung saat resepsi nanti. Pasti lucu. Dia tidak sabar membuat Instagram Story nanti sambil cipika-cipiki. Namun ekspresinya berubah suram mengingat dirinya yang ditinggal nikah oleh sahabat, "duh bikin iri jones. Arghhh kapan aku dihalalin ya Allah!!"

Teriakan Nela yang mendadak itu membuat Diandra tertawa lepas. Ia pun menepuk-nepuk lengan Nela sambil menyuruh gadis itu supaya tabah.

"Ish beneran gak ngelak kamu ya dibilangin cinta sama Om Guntur. Makin jones deh aku."

Diandra tidak sadar bila pipinya memerah malu, "aku gak ngaku loh, tapi ya... gitu deh. Cinta sih kayaknya belum, tapi baru sayang aja."

"Uhukkk!!" batuk Nela mendramatisir, "iya yang sudah sayang mah beda. Bukannya mau diantar pulang malah belok ke apartemen si Om."

"Apaan sih." Diandra tertawa mendengar sarkas itu. Bukannya genit mau pergi ke tempat pria, dia hanya penasaran bagaimana kondisi dan suasana apartemen Guntur yang kata Om Rega—eh Papa Rega dan Mama Ajeng, Guntur tinggal di sana selama beberapa tahun akhir setelah memutuskan untuk hidup mandiri.

Awalnya Nela memarahinya habis-habisan dan menceramahi Diandra soal pria dan wanita yang berdua saja di bawah atap yang sama—takutnya ada setan yang menghasut mereka buat melakukan yang tidak-tidak. Tetapi Diandra berhasil meyakinkan Nela kalau dia akan baik-baik saja, bahkan ia bersumpah akan menjaga keperawanannya sampai titik darah penghabisan. Saat itulah, Nela baru mau mengantar Diandra.

"Oh ya apa Om Guntur tau kamu ke apartemennya?" tanya Nela.

Diandra mengangkat bahu, "aku gak kasitau sih."

"Bagossss!! Kamu grebek aja dia, mungkin dia lagi bareng si nenek lampir—siapa tuh namanya, Tiana." Nela menggeram marah setelah mengingat cerita Diandra soal bibit pelakor itu. Untung saja Guntur tidak memberi harapan lebih.

"Gak mungkin lah. Aku rasa dia lagi beres-beres apartemennya." Diandra melihat layar ponselnya sejenak. Ia membuka aplikasi unik yang dia temukan saat iseng mengotak-atik iPhone barunya itu. "Sekarang aku tau kenapa Guntur seperti cenayang hebat."

*****

Bersambung

Mohon maaf hr ni padat dan singkat karena lagi sibuk bgt menjelang lebaran wkwk insya Allah hari Rabu aku update lagi. Rabu dan Kamis jadinya dobel update.

Boleh?

Jodohku Om-Om!! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang