Bagian #9 : Penyelesaian

52 13 6
                                    

Hanya hembusan angin yang terdengar di telinga gadis yang tengah terduduk di balkon kamarnya itu. Ssbenarnya ia tengah tidak sendiri di sana, namun karena adanya kecanggungan yang membuat sepasang anak remaja itu yang membuat semuanya terasa tidak begitu kondusif.

Beberapa kali Hanny menolehkan kepalanya ke arah samping untuk melihat raut wajah kakaknya yang satu itu. Terlihat lebih dingin dari biasanya.

Sebenarnya Hanan bukan merupakan tipe orang yang dingin, hanya saja tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain. Berbeda memang dangan orang yang bersikap dingin, cenderung tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan di sekitarnya, tentu saja Hanan tidak seperti itu. Ia peduli terhadap lingkungan sekitarnya di mana pun ia berada, hanya saja tidak menunjukkan reaksi yang menonjol.

Hanny kembali teringat akan hal terakhir yang mereka bicarakan pada malam itu, yang membuat keadaan hingga seperti ini.

"Dari mana aja lo tadi?"

Raut wajah Hanan menampilkan raut kecemasan. Wajar saja ia cemas, sejak pulang sekolah ia menunggu kembarannya tersebut namun hingga hampir gelap kembarannya tersebut tidak memberikan kabar tentang keberadaannya.

Seperti yang sudah diketahui sejak awal, Hanny merupakan anak gadis satu-satunya di keluarga Han, maka dari itu para kakak dan orang tuanya sangat protektif terhadapnya.

"Pergi bentar sama temen," jawab Hanny tanpa berani menatap kedua bola mata kakaknya itu.

"Siapa temen lo itu?" tanya Hanan lagi.

"Dimas, dia kakak kelas kita," jawab Hanny lagi.

"Kok lama? Ke mana aja?" tanya Hanan lagi semakin mendalam.

"Jalan aja, Hanan. Enggak ke mana-mana kok, emang Kak Dimas nya yang bawa motor pelan," alibi Hanny.

Ada raut kekecewaan di wjaah Hanan. Bukan jawaban itu yang ia inginkan. Ia tidak mau mengatakannya secara langsung bahwa ia mengetahui ke mana sebenarnya tadi Hanny diajak oleh Dimas. Hanan menginginkan kalau Hanny yang mengatakan dengan jujur kepadanya.

Hanan sebenarnya ingin sekali menarik Hanny untuk pergi dari tempat itu saat itu. Namun ketika lamgkahnya sudah mendekati tempat tersebut, ia melihat kalau Dimas sudah menarik lengan Hanny untuk pergi dari sana. Hal itu lah yang membuat Hanan membatalkan langkahnya menuju ke tempat itu, dan membiarkan Hanny pulang bersama Dimas. Namun Hanan tidak membiarkannya begitu saja, Hanan tetap mengikuti derap motor yang dikendarai Dimas itu, dan ketika motor yang Dimas dan Hanny kendarai itu terhenti sebentar di dekat jalan komplek perumahan mereka, Hanan melanjutkan untuk menuju ke rumah terlebih dahulu.

Masih belum ada yang ingin memulai pembicaraan itu. Hanny masih berusaha mengilangkan rasa canggungnya dengan berbagai cara, berbeda dengan Hanan yang terlihat lebih tenang.

"Enggak ada yang mau lo omongin sama gue?" ucap Hanan akhirnya membuka suara.

Hal tersebut tentu saja membuat Hanny bingung dengan menatap kedua bola mata kembarannya itu.

"Mau sampai kapan lo bohong?" sindir Hanan lagi.

Seketika pikiran Hanny berputar tentang obrolan malam itu lagi. Hanny mencari apa yang salah dari perbincangan malam itu?

"Gue enggak marah, cuma kecewa," lanjut Hanan lagi.

Sedikit demi sedikit, Hanny mulai mengerti maksud dari arah pembicaraan Hanan tersebut.

"Ehm," Hanny berdeham karena masih ragu untuk bagaimana menyampaikannya.

Hanny berusaha membuat posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Hanan, sedangkan Hanan masih menghadap lurus ke depan, hanya kepalanya yang ia tolehkan ke arah kembarannya tersebut.

Han's FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang