Memulai

161 24 0
                                    

Mentari telah menampakkan dirinya sejak 2 jam lalu. Namun udara dingin masih membekap seluruh kota Seoul.
Seorang namja nampak tengah berdiri di depan pintu. Dengan membawa kantong plastik yang berisi beberapa kaleng soda dan sekotak ayam goreng.
Beberapa ketukan ia berikan kepada pintu kayu tersebut, menimbulkan suara yang teratur.

Setelah beberapa kali ketukan, akhirnya suara pemilik rumah terdengar. Membuat namja itu menghentikan kegiatannya.

"Oh, Ji Min-ah?"  Pintu terbuka sempurna, bukan kesan bahagia yang terukir di wajah pemilik rumah. Namun, raut wajah kaget yang tidak dapat diartikan.

"Apa kabar Nam Joon hyung?" Sapa Ji Min dengan senyuman, namun senyuman tersebut tidak berlangsung lama. Karena, Nam Joon tak membalas senyuman tersebut.

"Apakah kehadiranku tidak diharapkan, baiklah kalau begitu aku akan kembali ke klinik." Ujar Ji Min dan segera membalikkan badannya. Ia tak bermaksud meninggalkan Nam Joon, Ji Min hanya memberi sedikit gurauan.

"Mianhae Ji Min-ah, aku tak bermaksud seperti itu." Ji Min begitu puas setelah berhasil menggoda Nam Joon.

"Ah, kalau begitu ayo kita masuk. Udara semakin dingin." Itu bukan ucapan Nam Joon, tetapi dengan percaya dirinya Ji Min mengatakan itu. Dengan langkah riang Ji Min masuk kedalam rumah, tanpa memperdulikan Nam Joon yang menatapnya tak percaya.

Rumah yang sudah cukup tua, menimbulkan suara deritan setiap kali Ji Min melangkah di atas lantai kayu. Bahkan hembusan angin juga menimbulkan deritan di jendela yang bergerak.

Manik Ji Min menyapu seluruh isi ruangan, rumah ini masih sama seperti terakhir kali Ji Min kemari. Tepatnya, ketika kelas  tiga SMA. Mungkin beberapa perabotan sudah berganti dengan yang baru, namun dari semua itu yang paling menarik perhatian Ji Min adalah, sebuah ukiran di pilar yang menyangga tepat di tengah ruangan.

JIMIN POV

Kulangkahkan kaki menuju pilar yang menarik perhatianku. Sebenarnya bukan pilar, ayolah pria macam apa yang tertarik pada pilar. Yang menarik perhatianku adalah ukiran di pilar tersebut, kuusap ukiran itu menggunakan ibu jari. Masih tertulis jelas di pilar itu 'chimy and mony' aku begitu geli melihat hal itu.

"Jim, mian aku hanya punya ini" ucapan Nam Joon hyung, mengalihkan perhatianku. Kutatap nampan yang berisi beberapa potong kue dan dua cangkir teh.

"Ah hyung, mengapa kau menyiapkan semua ini. Aku sudah membeli beberapa kaleng soda dan sekotak ayam, kurasa itu sudah cukup untuk sarapan."

"Itu memang benar Jim, tetapi kurasa akan lebih baik kita makan kue dan minum teh untuk sarapan." Memang benar yang dikatakan Nam Joon hyung, baiklah kali ini aku mengalah.

Kuanggukkan kepala dan segera duduk di sofa. Sementara Nam Joon hyung meletakkan nampan di atas meja.

Tanpa kusadari, aku sudah memakan dua potong kue bahkan teh dicangkirku kini tersisa setengah.

"Jim, kau tidak ada jadwal dengan pasien hari ini?" Pertanyaan yang dilontarkan Nam Joon hyung, membuatku meletakkan cangkir yang tengah berada di tanganku.

"Tidak ada, akhir-akhir ini aku memiliki banyak waktu luang. Hyung bolehkah hari ini aku ikut ke tempatmu bekerja?"

"Jika kau menginginkannya aku tak keberatan." Jawaban yang membuatku begitu senang. Jika kuhabiskan banyak waktu dengan Nam Joon hyung maka semakin mudah aku menyingkirkan gadis itu dari kehidupannya.

JIMIN POV AND

Kota yang begitu padat dengan berbagai kalangan. Toko-toko di pinggir jalan seakan tak pernah sepi pengunjung. Seperti halnya mini market tempat Nam Joon bekerja. Hujan baru saja turun membasahi jalanan kota. Nam Joon yang berada di dalam mini market, mengedarkan pandanganya memandang orang-orang yang sedang melintasi halaman mini market.

Beberapa kali Nam Joon ditegur rekan kerjanya, karena didapati tengah melamun dan membuat antrian pelangan di depan kasir semakin memanjang.

Setelah mini market mulai sepi, Nam Joon kembali melanjutkan aktifitasnya memandangi jalanan. Sebuah senyuman terukir di bibir Nam Joon menimbulkan lesung pipi yang menawan.

NAM JOON POV

Setelah melayani beberapa pelanggan, meja kasir tempatku bekerja kini mulai sepi. Suara deru hujan begitu menggodaku untuk melihat keluar. Banyak orang berlalu lalang di depan mini market membuatku tertarik memperhatikan mereka.

Sesekali ku lirikkan mataku kearah Ji Min yang tengah menikmati kopi di sudut mini market. Aku merasa heran dengan kelakuan namja pendek itu.

Aku tak ingin berfikir panjang tentang Ji Min. Kini fikiranku tertuju pada Eun Byul, sudah cukup gadis itu tidak menampakkan dirinya. Lebih tepatnya semenjak Ji Min sering menemuiku.

Baru saja aku memikirkannya kini gadis itu tengah melambaikan tangan kearahku, seperti biasanya ia menembus derasnya hujan tanpa mengunakan jas hujan ataupun payung. Senyuman yang begitu manis membuatku merasa nyaman.

Namun, aku tak tau apa yang terjadi. Ketika ia menatap Ji Min senyuman itu perlahan pudar, dapat kulihat tatapan tajam yang diberikan Eun Byul. Ini pertama kali kulihat gadis itu menatap dengan cara seperti itu.

Kualihkan pandangan menuju Ji Min. Sepertinya Ji Min tidak menyadari jika Eun Byul tengah menatapnya. Namja itu masih asik meminum kopinya.

Baru beberapa langkah aku meninggalkan kasir, dengan tujuan menghampiri Eun Byul. Namun, gadis itu nampak menghindar dan berlari membelah derasnya hujan.

NAM JOON POV AND



Bersambung.........

Forever RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang