6. Keras Kepala

5K 195 19
                                        

Now Playing : Tanpa Cinta -
Yovie & Nuno

💎💎💎

"Bukannya tidak mau, aku hanya tidak ingin jatuh lebih dalam"

***

"Apa?!Jadi lo harus jadi guru privatnya dia?!" tanya Mira kaget setelah mendengar ucapan Rahel barusan.

Awalnya Rahel sempat menutup telinga karena suara Mira yang begitu keras, sebelum mengangguk sambil menyantap cemilan yang ada di meja makan.

"Lo ikhlas?"

"Mau gak mau, suka gak suka, ya, harus."

Tanpa bertanya pun sebenarnya Mira sudah tahu jawabannya. Rahel pasti akan mengiyakan apa pun yang ditugaskan oleh guru, meskipun Rahel sama sekali tidak ingin melakukannya.

Kadang Mira suka kesal karena Rahel mau-mau saja diatur. Sahabatnya itu tidak bisa tegas sedikit, setidaknya untuk memberi kesempatan bagi dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang dia suka.

"Tuh, anak, ya, gak henti-hentinya buat masalah," desis Mira. Gadis itu sampai memukul meja karena kesal.

Rahel menggelengkan kepala. "Bukan salah Revan juga, Mir."

"Kalau dia gak pindah ke sini, lo gak bakalan disibukin urusin dia!" Mira menatap Rahel, masih dengan tatapan kesalnya. "Emang lo gak capek apa, di sekolah belajar, pulang sekolah ajarin orang, malamnya belajar. Hel, kita bahkan jarang banget jalan-jalan karena lo yang belajar terus!"

"Mungkin gue udah ditakdirkan sampai mati kayak gini." Rahel tersenyum kecut. Senyuman palsu itu seolah mengatakan bahwa Rahel sebenarnya tidak mau ada di posisi ini sampai mati. Rahel butuh merasakan kebebasan.

"Hel, ...." Mira memegang pundak Rahel. Kekesalannya luntur seketika saat melihat ekspresi wajah Rahel saat ini.

"Btw, lo udah tahu kalau lo ternyata tetanggaan sama Revan?" tanya Rahel mengalihkan pembicaraan.

"Hah? Tetanggaan?"

"Iya, kemarin pas gue dijemput Revan ke rumahnya, gue lewatin rumah lo. Lo satu kompleks sama dia."

"Gue gak tahu. Yang gue tahu, emang ada tetangga gue yang jual rumahnya. Gue gak tahu kalau yang beli itu orang tuanya Revan."

Rahel mengangguk paham. "Ya udah, gue mandi dulu, ya. Gerah," ucapnya seraya berdiri dari tempat duduk.

"Oke, gue juga mau pulang. Dahh," pamit Mira. Dia mengusap pundak Rahel sebelum keluar dari rumah Rahel.

"Dahh." Selepas kepergian Mira, Rahel segera masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Gadis itu menyandarkan tubuh pada tembok, lantas menutup wajah menggunakan telapak tangan.

Rahel menangis.

Untuk kesekian kalinya dia hanya bisa pasrah tanpa bisa melawan, hanya bisa mengiyakan tanpa menolak, dan hanya bisa menjalani tanpa kesempatan untuk berhenti.

Sesungguhnya Rahel lelah. Sebagai manusia biasa, Rahel ingin beristirahat sejenak. Di usia remajanya, Rahel bahkan sangat jarang have fun di luar rumah.

He is RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang