Yoonbin berkali-kali merubah arah tubuhnya namun, ia tidak kunjung bisa berada di alam mimpi. Matanya terasa susah sekali untuk terpejam. Pikirannya bahkan melayang tak tentu arah.Sesekali ia mengibaskan tangan, menepuk udara saat pikirannya melayang memikirkan gadis yang ia ketahui adalah penggemar berat Justin Bieber itu. Gadis yang akhir-akhir ini berintraksi cukup dekat dengannya.
Kamu. Iya, gadis yang dipikirkan Yoonbin saat ini adalah kamu.
Setelah dipikir-pikir kenapa Yoonbin rela melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan pada siapapun.
Yoonbin tidak sebodoh itu sampai-sampai tidak mengenal gejala apa yang dialaminya saat ini. Tanda tanya besar yang ada dibenak Yoonbin adalah sejak kapan hal itu ada?
Sejak Yoonbin memberinya coklat?
Atau jauh sebelum itu?
Yoonbin tahu kalau gadis itu adalah gadis yang ceria. Namun entah kenapa sejak kelas sebelas ia mulai jarang berinteraksi dengan teman-teman perempuan lainnya. Bahkan Yoonbin ingat, gadis itu pernah berseteru di dalam kelas saat salah seorang teman perempuan mengatainya dengan menyebutnya binatang.
Sejak saat itu Yoonbin tahu kalau gadis itu paling tidak suka mendengar umpatan kasar apalagi jika umpatan itu dilayangkan kepadanya.
Gadis itu dan kedua temannya yang menamakan diri mereka APR itu memang terkenal dikalangan anak laki-laki merupakan anak-anak yang sopan dan sangat menjaga etika ketika berbicara dengan siapapun.
Dan Yoonbin kagum akan hal itu.
Tapi, Yoonbin ragu dengan apa yang ia rasakan saat ini. Yoonbin tidak yakin dengan apa yang ia rasakan. Semuanya berjalan begitu saja. Yoonbin saja bingung dengan reaksi tubuhnya saat berdekatan dengannya.
Cklek...
Yoonbin menoleh saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan memperlihatkan sosok papanya yang masih dibalut dengan setelan jas kantor yang sudah terlihat lusuh, tak serapi saat masih pagi.
"Loh, kiraiin kamu udah tidur. Ini udah jam 12 malam, kenapa belum tidur?" Pria paruh baya itu menghampiri ranjang Yoonbin dan duduk di tepian kasur putranya.
"Gak bisa tidur, pa."
"Kenapa, hm?"
Yoonbin menggeleng, "Gak tahu."
Papa membuka sepatu beserta kaus kakinya. Tas kerjanya ia simpan di nakas samping tempat tidur. Lalu ia memposiskan dirinya bersandar pada dashboard ranjang sebelah Yoonbin yang terlentang.
"Papa pernah muda, dan pernah ngalamin fase seperti yang kamu rasain saat ini."
Yoonbin hanya mengerjapkan matanya saat papanya berbicara.
"Kemarin malam mama cerita, kamu bawa teman perempuan untuk pertama kalinya datang ke rumah. Kata mama, dia sempat kaget waktu lihat teman perempuan kamu itu. Gimana gak kaget, untuk pertama kalinya anak lelakinya yang mukanya datar mulu jarang senyum tiba-tiba bawa cewek pulang." Papa terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Yoonbin ikut terkekeh, benar kata papanya walaupun umurnya hampir menginjak sembilanbelas tahun ia baru sekali membawa teman perempuan berkunjung ke rumah. Katakan saja masa puber Yoonbin sangat terlambat.
"Kamu gak bisa tidur gara-gara mikirin dia kan?"
Yoonbin hanya diam tidak tahu harus merespon apa, ia terlalu malu untuk menjawab iya. Kenyataannya ia memang memikirkan kamu. Apa lagi saat pelajaran olah raga tadi pagi kamu tak sengaja terkena bola yang ditendang oleh Yoonbin sendiri.
"Diamnya kamu papa artikan ya. Sekali lagi papa pernah berada di fase kamu saat ini. Dimana kita bingung dengan perasaan apa yang kita rasaakan terhadap lawan jenis untuk pertama kalinya." Papa mengusap lembut kepala Yoonbin. "Mau menyatakan, takut ditolak. Tapi jika dipendam terus nyesak sendiri. Dilema pokoknya."
Yoonbin mengangguk pelan disela-sela kegiatan papa mengusap rambutnya.
"Terus kamu maunya gimana?" Papa menunduk untuk menatap wajah putranya.
"Gak tahu, Yoonbin bingung. Takut juga, kalau ini semua hanya satu pihak yang rasain."
"Jalanin aja dulu kayak gini, biar semuanya ngalir gitu aja. Tapi ingat, belajar harus tetap nomor satu. Dah, sekarang tidur udah tengah malam. Besok kan harus sekolah. Papa tidur disini aja, udah lama gak tidur bareng jagoan papa."
"Gak ganti baju dulu pa?"
"Gak, udah posisi wenak ini."
"Siap-siap aja nanti pagi kena omel sama mama."
"Gak bakal marah. Mama lagi minta dibeliin kalung, mana berani dia ngomelin papa saat ini."
Yoonbin tertawa kecil, mama memang selalu seperti itu saat menginginkan sesuatu. Untung saja beliau tidak menginginkan hal yang aneh-aneh. Dan selama hal itu masih bisa dijangkau oleh papa, akan papa usahakan untuk mewujudkannya.
"Selamat malam, Pa. "
"Malam jagoannya papa, mimpi indah."
TBC.