Advice

1.2K 139 58
                                    

Sorry for really late comeback :')

Aku tahu masih ada yang setia nunggu cerita ini meski jarang banget update. Aku tahu masih ada yang mau baca cerita ini meski aku selalu mendahulukan yang lain. Tapi jujur aku bingung sendiri sama cerita ini. Idenya ada, aku tau aku harus nulis apa dan gimana, tapi karena cerita ini direspon dengan cara berbeda dari cerita lainnya aku jadi bingung sendiri. Aku mau profesional, tapi entah kenapa ngaruh aja terus. So, maaf ... maaf banget 🙏🙏🙏


Happy reading!^^



~°~°~



Woozi diam-diam duduk di sebuah kursi taman. Masker dan kacamata menghiasi—menyembunyikan—wajahnya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri, mencoba memastikan tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa dirinya adalah seorang solois papan atas. Setelah yakin bahwa dirinya aman, ia mengeluarkan ponsel dan mengotak-atiknya sambil menunggu seseorang.

Sebuah tepukan mendarat di bahunya sehingga ia menoleh. Ia mendengus keras dan memutar bola mata, merasa kesal pada penampilan orang yang baru saja datang.

"Hya! Kenapa kau ikut-ikutan memakai masker, kacamata, dan kupluk juga?!" pekiknya tertahan.

Orang tersebut mengedikkan bahu, acuh tak acuh ketika mendaratkan bokongnya di samping Woozi. "Supaya tidak diperhatikan."

"Kalau begitu kita malah lebih diperhatikan. Kita terlihat seperti sedang transaksi narkoba," sahut Woozi ketus.

"Heh! Jangan-jangan kau pernah ya?" tuduh orang di sampingnya.

"Jun! Jangan membuatku emosi! Kau ini menyebalkan," umpat Woozi. "Sudah memintaku bertemu tengah malam, tidak menjelaskan apa-apa, sekarang mengajakku bertengkar."

Jun, pria itu terkekeh geli. Ia menyikut lengan Woozi, berusaha menggodanya. "Kalau aku tidak memakai ini juga, wanita-wanita yang lewat akan menjadikan kita pusat perhatian. Aku, kan, tampan."

"Masa bodoh, mana ada wanita mendatangi taman di tengah malam begini?" Masih dalam keadaan kesal, Woozi beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar taman. Tapi, jarak beberapa langkah ia berbalik dan melihat Jun. "Di mana kau parkir mobil? Kita bicara di tempat lain saja."

"Kalau tahu begitu, kan, aku tunggu saja di mobil," keluh Jun. Ia akhirnya beranjak dan nenyusul Woozi. Ia bahkan berjalan lebih cepat dari Woozi, meninggalkan pria itu di belakang dan mengikutinya.

Setelah masuk ke dalam mobil, keduanya memasang sabuk pengaman. Jun menyalakan mesin mobil sementara Woozi meliriknya.

"Apa yang akan kita bicarakan?" tanyanya.

Jun mengedikkan bahu. "Panjang. Kupikir kita akan sedikit bertengkar, jadi ya ... nanti saja."

"Kalau kau macam-macam aku akan memukulmu," sahut Woozi dengan tatapan tajam, mengintimidasi. Tapi, Jun tak terpengaruh. Ia melajukan mobilnya untuk mencari tempat aman bicara dengan Woozi tanpa perlu penyamaran konyol.


Ponsel Woozi berdering di tengah keheningan. Jun sempat melirik. Woozi langsung mengangkat telepon yang masuk. "Hallo?"

"Mian, aku mengganggumu malam-malam. Aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi, Jun tidak menjawab panggilan."

Woozi melirik Jun sebentar. Ia agak menjauhkan ponselnya. "Kau tidak bawa ponsel?" tanyanya pada Jun.

"Tidak. Aku meninggalkannya di kamar kerjaku. Aku saja meneleponmu lewat telepon rumah, kan?" tanyanya. "Siapa? Ada apa?"

"Aku sedang bersama Jun," ujar Woozi setelah mendekatkan kembali ponsel ke telinganya. "Ada apa? Biar nanti kusampaikan. Atau loud speaker?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sequel of GOMH [Love Story is Not Over Yet!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang