💡

28 3 3
                                    

Lantunan ayat-ayat-Nya menggema dilangit-langit ruangan. Di ruangan yang bercat abu-abu muda dibagian depan, kiri, kanan dinding, dan bercat hitam pada bagian belakang dinding. Dinding belakang yang bercat hitam itu terdapat satu barisan kota-kota putih ditengah-tengah dinding. Dengan nama kelas dilangit kota. XI Ips.

Yap, ruangan itu adalah salah satu kelas di sekolah berbasis Islam yang terdapat di pulau berhuruf K. Pulau Sulawesi. Sekolah berbasis Islam ini berada di Sulawesi Selatan tepatnya di kota Makassar. Sekolah yang di dalamnya hanya terdapat siswi perempuan tidak ada laki-laki. Sesuai dengan nama sekolah An Nisaa.

Lima puluh menit telah berlalu namun, ruangan ini masih melantunkan ayat-ayat-Nya. Dengan berbagai keributan kecil yang terjadi. Keributan itu tidak lain adalah siswi yang menolak saat namanya dipanggil untuk menyetorkan hafalan. Ada juga yang bertengkar untuk menyetor, keduanya tidak ingin mengalah.

Di tengah kesibukan yang terjadi, ada juga yang sengaja memegang Al-Qur'an agar mereka diduga sedang menghafal padahal sedang menggobrol, dan obrolan itu berhenti saat mata guru pelajaran tahfidzul Qur'an menatapnya.
Dari barisan ke empat tepatnya bangku kedua dari belakang aku sedang duduk sambil memperhatikan sekitar. Sebenarnya sedang mencari inspirasi terkait karya tulisku. Dengan menulis, aku dapat mengungkapkan segala perasaan yang aku rasakan. Termasuk tentang Dia.

💡💡💡

Aku ingat semua berawal pada 1 September 2017.

"Ti, aku mau nanya. Saat seorang telah dijodohkan, apa bisa menyukai orang lain?" tanyaku kepada temanku Istiqamah.

"Kalau telah dijodohkan, fokuslah dengan orang itu saja, jangan menyimpan perasaan pada orang lain lagi."

Aku hanya mengangguk tanda mengerti, lalu kembali fokus pada handphone.

"Memangnya ada apa kamu bertanya tentang perjodohan? kamu dijodohkan, yah?" lanjutnya.

"Yakali aku. Bukan, Ti. Ini, yah ada teman aku yang lagi minta saran. Dia itu lagi dijodohkan dan parahnya sedang menyimpan perasaan ke akhwat lain."

"Alasan tuh.. Akhwat yang dimaksud pasti kamulah, Khalila."

"Aduh, Ti. Aku? Dengar, yah aku sama dia belum sebulan saling mengenal. Lagipula kenalannya lewat sosial media juga. Dia cuman bertanya doang kok."
Istiqamah hanya mengangguk dan kembali fokus pada makanannya. Lebih tepatnya malas berdebat. Aku pun melakukan hal yang sama, lebih memilih membalas chattingan dia yang tertunda aku balas tadi.

Diantara kelebihan hadirnya selain dunia nyata yaitu dunia maya adalah mendekatkan orang yang terpisah jauh. Yang belum mengenal menjadi saling mengenal. Kelebihan itu telah aku rasakan.

Aku adalah salah satu pengguna social media diantara banyak bahkan ribuan pengguna lainnya. Sejak memasuki dunia maya, banyak orang-orang baru aku kenal. Termasuk dia yang bernama Hanan alfarezi.

Perkenalanku dengan Hanan tidak berhenti hingga kenalan biasa. Hanan selalu meminta saran tentang hal yang membuatnya bingung, termasuk perjodohan yang dia alami.

Perjodohan dengan seorang akhwat bercadar yang menurutku akhwat itu sudah sempurna. Nama akhwat itu adalah Zahrah. Sebenarnya aku bingung pada Hanan kenapa ia tidak tertarik pada Zahrah saja? Kenapa harus sama akhwat lain? Yang lebih membuatku bingung adalah akhwat itu adalah aku. Akhwat yang bernama Khalila Alfatunnisa. Tidak ada yang istimewa dariku, tapi menagapa cinta menyapanya dan membawa namaku?. Jawabannya hanya satu kata Hanan. "Aku tidak memandang fisik, La. Aku tidak terlalu memedulikan perihal fisik. Tapi, aku yakin hatimu baik, dan aku sangat yakin itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sekali Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang