[7] Nice to Meet You

329 83 9
                                        

Sesampainya di kantor pusat Woman Magazine, setelah parkir mobil di basement, gue ngikutin Fira yang sepanjang jalan terus ngajak ngobrol. Lebih ke arah tentang job Alesya aja sih selama kerja di bawah nyokap. Gue yang nggak terlalu ngerti kerjaan nyokap di butik kaya apa, jadi ya cuma bisa gue jawab seadanya yang gue tau.

Sampai akhirnya langkah Fira menuntun gue memasuki sebuah ruangan yang begitu terang karena banyak banget lighting yang nyala. Of course, pemotretan masih berjalan. Banyak orang wara-wiri yang gue yakini adalah penata busana disini. Tangan mereka sibuk bawain beberapa setel baju untuk dipakai para model. Sok tau banget gue emang.

"Nah itu, Pak! Alesya masih pemotretan." Fira menunjuk ke arah layar putih besar. Dimana disana ada cewek yang lagi berpose di depan kamera fotografer.

Sesaat, gue berhenti napas. God damn it! She's the way more beautiful as hell.

Sial! Ternyata aslinya cakep banget, man! Seriously! Gue sampe nggak bisa ngalihin pandangan kemanapun selain pada Alesya yang sekarang udah berganti pose. God! She's so cute. Boleh nggak sih gue minta nyokap buat jadiin Alesya model tetap di butiknya? Karena rasanya gue nggak rela biarin dia kerja sama orang lain lagi setelah direkrut nyokap.

"Pak Arsya kalo mau duduk, duduk disana aja. Kayanya Alesya masih lama selesainya." Kalo aja Fira nggak nyuruh gue buat duduk, mungkin gue bakal tetep berdiri disini. Mandangin Alesya yang wajahnya bikin mata gue betah ngeliatin.

"Santai, Fir. Gini aja nggak papa." Tolak gue sambil melipat tangan di dada. Kembali menatap lurus Alesya. "By the way, bisa manggil Arsya aja? Gue agak risih dipanggil 'Pak' padahal umur gue belum setua itu." Melirik Fira yang masih berdiri di sebelah gue dengan sepasang tangan mendekap sebuah map.

"Well, Arsya? Bukan Arsyad?" Tanya Fira.

Gue mengangkat kedua bahu. "Whatever. Senyaman lo aja."

"Arsyad aja ya? Takut kalo manggil lo Arsya, malah ketuker sama Alesya. Akhiran nama kalian 'kan sama-sama 'Sya'. Nanti pas gue manggil 'Sya', noleh tuh pasti dua-duanya." Fira mengakhiri ucapannya dengan kekehan.

"Iya juga ya?" Gue pasti nggak bakal ngeh kalo Fira nggak ngomong kaya gitu. "Kode alam kali, Fir." Giliran gue yang terkekeh.

Lama gue berdiri disitu. Mandangin Alesya yang sesekali ketawa waktu diarahin fotografer buat berpose. Gosh! Dia nggak ketawa aja, jantung gue lompat-lompat. Apalagi barusan pas gue bener-bener liat dia ketawa. Suer. Gue pengen liat ketawanya Alesya setiap hari. Nggak cuma bikin adem, tapi juga nenangin. Bahkan dia judes pun kayanya gue bakal tetep jatuh cinta.

Ya, guys! Arsyadian Putra for finally get interest on someone. Gue bisa akuin kalo ini jatuh cinta pada pandang pertama. Tapi untuk perasaan lainnya, gue belum bisa pastiin. Karena masih terlalu dini buat nyimpulin apa yang gue rasain.

Buat sekarang, gue cuma mau ketemu Alesya. Model di cover majalah yang bikin gue nggak tenang seminggu ini.

oOo

Gue dibawa ke private room Alesya beres dia pemotretan. Katanya, biar lebih santai ngobrolnya ketimbang ngobrol di studio yang emang penuh banget sama model dan para crew. Tadi masih ada Fira disini. Berhubung ada urusan sama orang Woman Magazine, akhirnya gue ditinggal berdua doang sama Alesya disini.

Berdua.

"Jadi yang butuh jasa saya itu Mamanya Pak Arsya?" Alesya bertanya. Suara yang keluar dari bibirnya sanggup bikin bulu kuduk gue berdiri saking lembutnya.

"Iya. Kebetulan Mama saya seorang desainer. Tiap bulannya selalu mengeluarkan rancangan terbaru, menyesuaikan dengan tema yang lagi diincer pasaran. Otomatis, pembaharuan katalog sangat diperlukan. Termasuk juga modelnya."

"Terus, kenapa akhirnya Pak Arsya milih saya buat jadi modelnya?" Alesya nanya lagi. Doi penasaran nih. "Ini diluar dari pemberitaan media tentang saya 'kan?"

"Bukan! Sama sekali bukan!" Dengan tegas, gue membantah. "Saya waktu itu nggak sengaja lihat majalah di meja sekretaris saya. Disana, di cover majalahnya, ada wajah kamu. Saya nggak tau gimana ceritanya bisa kepikiran untuk menjadikan kamu model Mama saya. Selama seminggu itu, Mama terus mendesak saya untuk mencarikan model yang beliau minta. Mungkin itu juga yang akhirnya membuat saya mencari tau soal kamu lewat asisten saya. Justru dari asisten saya, saya baru tau beritanya."

"Majalah sekretaris kamu? Really?" Alesya menatap gue nggak percaya.

"Ridiculous, right?"

"Aneh juga sih." Tiba-tiba dia tertawa. Lagi.

God! Jantung gue!

"So Alesya, kamu mau 'kan jadi model untuk Mama saya? Karena kalau kamu menolak, saya bener-bener nggak tau lagi harus nyari model kemana. Selain dikejar deadline, saya sendiri masih punya banyak urusan di kantor."

"Oh, I can feel how much your love to your mother." Alesya tersenyum. "Kalo begitu, saya juga nggak punya alasan lagi buat menolak. Fira sebelumnya sudah setuju 'kan masalah ini?"

Dengan cepat gue mengangguk. "Yeah, she did." Saat itu juga senyum gue melebar. "Terima kasih banyak, Alesya. Terima kasih karena sudah mau membantu saya juga Mama saya. Untuk jadwal dan yang lainnya, nanti biar saya bicarakan dengan Mama. Atau mungkin kalau kamu dan Fira punya waktu luang, saya bisa antar untuk ketemu dengan Mama saya. Just don't mind it too much."

"Kebetulan besok saya libur. Kalau Pak Arsya nggak keberatan, besok juga boleh."

"Ah, boleh kalau begitu. Masalah waktu, lihat besok saja ya? Tapi saya bisa pastikan nggak akan batal."

"Terimakasih kalau begitu, Pak Arsya." Dibalik senyuman yang dia buat, gue yakin ada kesedihan dibaliknya. "Ini pertama kalinya saya ambil job diluar Woman Magazine. Jujur, saya parno. Saya takut kalau mereka butuh hanya ingin mengambil keuntungan saja dari saya. Makannya saya minta Fira untuk hati-hati dalam memilah job untuk saya."

"It's okay, Alesya. I know how bad it was to feel."

"Semoga kita bisa jadi rekan kerja yang baik." Katanya. Memilih untuk mengakhiri sesi mellow yang sempat terjadi, sewaktu Alesya nyeritain kelakuan media yang semakin meradang.

Honestly, gue ikutan ngerasa simpati.

"Semoga." Gue tertawa kecil. "So, Alesya. Sebenernya saya nggak suka terlalu formal. Panggil nama aja bisa?"

"Boleh memang?"

"Kan kamu kerja buat Mama saya. Bukan saya."

"Tapi kamu anaknya."

"Technically, you work for my mother."

Untuk ke sekian kalimya, Alesya ketawa lagi. "Okay then. How would it be to call your name? Arsya?"

"Just Arsya."

"Nice too meet you, Arsya." Dia mengulurkan tangan.

Yang dengan senang hati, gue balas uluran tangannya. Sekali lagi, gue menggeram dalam hati. She has fuckin smooth skin.

"Nice too meet you too, Alesya."

Dan begitu tangan kami terlepas, gue nyeletuk.

"You're more beautiful the last time I saw you on magazine's cover. Truly beautiful."

Alesya tersenyum. Gue nggak buta untuk menyadari kalo pipinya merah. She's blusing. So lovable.


Bersambung...

votenya mayan yee, demen dah


17/03/19

Gadis SampulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang