[10] Belum Tentu

236 60 3
                                        

Selama perjalanan, lebih tepatnya menjelang mobil milik Arsya tiba di area apartemennya, Alesya memilih diam tak bersuara. Arsya sempat beberapa kali mengobrol, bertanya sesuatu yang masih bisa Alesya jawab secara general. Tapi untuk benar-benar mengobrol dimana Alesya juga terlibat aktif di dalamnya, perempuan itu menolak. Jantungnya benar-benar berdegup keras. Terakhir pertanyaan yang Alesya lontarkan, malah membuat Alesya kebingungan sendiri melihat respon Arsya yang diluar dugaan. Bahkan membuatnya mati kutu.

He thanked to me, right? But for what?

Tarikan napas lega langsung Alesya lakukan saat mobil Arsya tiba di depan gedung apartemen. Sambil melepas seat belt dan membawa barang belanjaan miliknya, Alesya akhirnya bersuara setelah tiga puluh menit memilih untuk bungkam. "Udah sampe sini aja. Makasih banyak ya, Arsya. Maaf ngerepotin."

Lalu sekilas melirik Ersya di jok belakang yang masih tertidur pulas tanpa sedikitpun merasa terganggu oleh gerakan tangan Alesya yang sibuk mengambil keresek belanjaan miliknya. Sekilas, perempuan itu tersenyum.

"Don't mind."

Alesya balas tersenyum pada Arsya yang kini wajahnya terlihat jelas di bawah lampu mobil yang temaram. "Hati-hati ya di jalannya. Good night!" Katanya, karena merasa setelah pertemuan mereka malam ini Arsya tidak akan lagi mengajaknya mengobrol ataupun bertatap muka seperti ini.

"Sya,"

Satu tangannya hendak membuka pintu mobil, tapi suara Arsya di jok kemudi menghentikan seluruh aktivitas Alesya. Apa katanya? Arsya memanggilnya apa?

"Kenapa?"

Saat Alesya menatapnya lagi, Arsya tersenyum singkat "Kalo Fira nggak bisa nganter lagi, I'm able." Lalu menyerahkan ponsel miliknya pada Alesya yang masih terlihat kebingungan. "Just put your number on my phone."

Alesya masih diam. Menatap secara bergantian pada ponsel Arsya dan pemiliknya. Perempuan itu bingung. Memilih untuk meletakan barang bawaannya pada dashboard sebelum akhirnya mengambil alih ponsel Arsya dan membuka kunci.

"Passwordnya?" Alesya mengarahkan layar ponsel yang menyala agar Arsya mengetikan password untuk membuka kunci.

"One thousand."

"Apa?"

"One thousand."

"Oh, satu kosong tiga kali maksudnya?"

Mengetahui Alesya ternyata sempat dibuat bingung untuk ke sekian kali, Arsya terkekeh geli. Extremely cute.

"Your number, okay? Jangan nomer Fira." Arsya mengingatkan. "I talked about you."

"Nih."

Arsya menerima ponsel miliknya lagi setelah Alesya menyimpan nomernya di buku kontak. Setelah itu, Arsya menekan tombol panggil lalu mematikannya saat melihat Alesya mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tote bag yang menyala terang. "Alright. You have just call me instead if no one can drive you home."

"Pasti itu bakal ngerepotin kamu, Arsya."

"No, sama sekali enggak. Sya, aku udah pernah bilang ke Fira kalo semua yang menyangkut tentang kamu, otomatis jadi tanggungjawab aku juga. My mom needs you and I'm going to make sure you'll save during this work. Just call me and I'll go ahead to your place. Ngerti?"

"Okay." We'll see.

Arsya tersenyum. "Good night, Alesya."

Sebelum benar-benar keluar dari mobil, Alesya menatap Arsya sekali lagi dan tersenyum sebagai ungkapan terima kasih yang teramat darinya.

Sungguh, Arsya sangat baik. Such a gentleman. But wait, bukankah dulu Alesya juga menganggap mantannya yang brengsek itu baik and such a gentleman too? Everyone will do it in a very first meeting. Of course they do. Tapi nanti? Belum tentu Arsya akan selalu baik begini. Ya 'kan? Biarpun rasanya tidak mungkin.

Don't expect that someone you know for a weeks can treat you nice constantly for years too. You may not change, but people do. Alesya me-warning dirinya sendiri dalam hati.

Bersambung...

Arsya dateng lagiiii
Jangan bertanya cerita lain kapan di next cuz i'm trying so hard buat ngumpulin mood nulis. Makannya sengaja rajin ngetik ini buat pancingan biar mood ngetik cerita yg lain juga muncul

Anyway, votenya banyak jg nih. Thank you yaa 🖤🖤

16/06/19

Gadis SampulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang