[3] Gotcha!

499 69 2
                                    

"Sya, gue izin pulang cepet nggak papa ya? Ada urusan nih!"

Dira, masuk jam makan siang dia izin ke gue buat pulang cepet. Gue yang seharian itu cuma diem di dalem ruangan, mendekam bersama setumpuk berkas di atas meja, sampai akhirnya Dira muncul di sela pintu yang sengaja dibuka dari luar. Sesaat gue berhenti bekerja. Melepas kacamata minus yang bertengger di hidung dan menyimpannya ke atas.

"Siang ini?" Tanya gue. Dira mengangguk. "Laporannya udah beres?"

"Udah. Tapi belum gue pindahin ke flashdisk." Dira membuka pintu ruangan gue agak lebar hingga sekarang badannya berdiri tepat di depan pintu.

"Udah lo cek lagi yang bener?" Cecar gue lagi sambil menyandarkan punggung di kursi kebesaran. "Gue nggak mau ada revisian lagi. Kalo lolos, ya gue izinin lo balik."

"Udah. Tadi gue minta Tyas sama Danan buat cek lagi laporan yang lo minta. Semuanya beres. Ya kalo ada typo dikit, bisa kali lo benerin sendiri." Dira memutar bola mata.

Sejenak, gue terdiam. "Hmm. Oke. Lo boleh balik."

Seketika wajahnya cerah, secerah wajah karyawan yang habis dapet gaji double.

"Yesss! Thank you, Pak Bos! Balik dulu ya! Lo pindahin sendiri aja kalo butuh. Ada di data D, nama filenya berkas Pak Boss. Bye!" Pintu pun kembali tertutup dan kembali menyisakan gue seorang diri di ruangan bersama tumpukan berkas.

Well, kadang gue nggak ngerti kenapa gue bisa mempekerjakan orang setengil Dira buat jadi sekretaris gue. But turns out, Dira such a competent girl. Biarpun kami akrab, Dira tau kapan harus bersikap profesional, kapan harus bersikap layaknya teman. Dan yang paling gue seneng, dia nggak pernah melihat gue sebagai anak konglomerat. Di mata Dira, gue ya Arsyadian Putra. Cowok rese yang bidabnya adalah anak orang kaya. Truth to be told, Dira teman kerja yang baik so far.

Sepeninggal Dira, gue masih berkutat lebih lama di dalam ruangan sampai-sampai gue melewatkan jam makan siang. Nyadar-nyadar udah jam 2. Laporan yang gue minta masih ada di komputer Dira. Mau nggak mau gue harus keluar ruangan, mampir ke meja Dira sekalian mindahin file laporan ke flashdisk. Tapi sebelum itu, gue minta tolong OB buat beliin gue makan siang because this noon was so busy and I'm starving.

Gue pikir akan susah buat nyari file yang Dira maksud tadi. Berkas pak boss. Nggak tau kenapa gue tersenyum tentang pemikiran aneh Dira memberi nama file tempat menyimpan laporan. Geli aja.

Karena laporan yang gue minta nggak cuma berbentuk file word doang, jadi agak lama buat mindahin ke flashdisk. Sambil nunggu, gue bersandar nyaman di kursi. Dan nggak sengaja ngelirik meja Dira yang keliatan rapi dengan laci yang sedikit terbuka. Kayanya doi lupa kunci lacinya. Mendadak gue penasaran. Ya gue pengen tau aja sekretaris gue ini nyimpen apa aja di laci meja kerjanya. Kali aja dia nyimpen sesuatu tak terduga. Kaya berlian misalnya? Biarpun kayanya emang nggak mungkin.

Gue nggak ngerti sejak kapan gue jadi kaya maling gini. Berantakin meja orang yang sebenernya nggak ada barang pentingnya sama sekali. Cuma ada tumpukan majalah dan koran harian. Dira tipikal anak yang seneng baca, sejauh yang gue kenal. Wajar sih, kalo doi seneng koleksi media cetak. Yang setelah gue cari tau, ternyata koleksi majalah dia nggak lebih dari koleksi majalah nyokap gue. Apalagi kalo bukan soal fashion. Cewek emang mostly selalu gitu 'kan?

Gue keluarin satu-satu majalah yang Dira punya. Gue curiga, ini anak kayanya langganan deh. Soalnya dia punya banyak koleksi Woman Magazine di laci meja kerjanya. Demi apapun, Sya, ini nggak penting! Tapi entah kenapa, gue penasaran. Gue liatin satu-satu majalah punya Dira. Membolak-balikannya tanpa berniat membuka apalagi membaca majalah tersebut. Yang bener aja!

Gadis SampulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang