[8] First Impression

332 74 5
                                    

Hal yang paling gue inginkan di dunia ini adalah melihat senyuman nyokap. Selama gue masih bernapas, masih bisa bikin proyek sana sini, apapun bakal gue lakuin untuk bisa dapetin senyuman di bibir nyokap sekaligus kebahagiaan yang bisa gue lihat jelas di wajahnya. Kaya hari ini.

"Sya, kenapa nggak kamu jemput aja sih modelnya Mama? Kan kasian itu kalo nggak tau jalan kesini. Kamu tuh kalo kerja suka setengah-setengah gitu. Mama 'kan nggak sabar, Sya, pengen ketemu."

Nyatanya, adegan sumringah senang kalem   dari nyokap harus berakhir begitu aja seiring kesabaranya yang mulai menipis.  Gue harus legawa saat nyokap balik ngomel lagi gara-gara model yang ditunggu nggak dateng-dateng juga.

"Sabar kali, Ma. Jakarta 'kan macet. Mending Mama minum dulu deh." Gue bangkit dari sofa ruang kerja nyokap di butik buat ngambil hape yang sempet gue taruh di meja bufet, sebelahan sama kunci mobil. "Mama mau apa? Thai tea apa green tea? Mau Arsya pesenin sekalian buat tamunya." Tanya gue sambil tap tap layar hape.

"Mama mau yang seger, Sya."

"Orange squash mau?" Sekilas ngelirik nyokap.

"Tapi nggak mau yang asem."

"Es teh gimana, Ma?"

"Kalo cuma es teh, minta dibikinin OB juga jadi, Sya!"

Gue berdecak pelan. Sabar.

"Yaudah, green tea aja ya, Ma. Lagi ada promo nih beli empat gratis satu." Kata gue menatap list menu dari atas sampai bawah sampai akhirnya nemu poster promo pembelian di bagian paling atas. Boleh juga nih promo.

Nyokap pun nyeletuk lagi. "Demen yang promo juga kamu ternyata."

Tanpa sadar gue terkekeh. "Kan nggak boleh boros, Ma."

Bersamaan dengan gue yang balik lagi duduk di sebelah nyokap, seseorang dari luar mengetuk pintu. Selanjutnya yang gue lihat, asisten nyokap menyumbul dari balik pintu yang terbuka. Seolah mau menginfokan sesuatu.

"Maaf, Bu, tamu yang katanya model dari Woman Magazine mau ketemu Ibu."

Saat itu juga wajah nyokap kembali sumringah. "Oh, langsung suruh kesini aja, Na!"

Yerina mengangguk patuh. Nggak lama setelah itu, pintu kembali terbuka lebar dengan memunculkan sosok Fira dan Alesya. Refleks, gue pun berdiri dan tersenyum untuk menyambut kedatangan mereka.

"Sini, sayang. Masuk! Duduk sini ya, cantik. Tante udah nungguin lho dari tadi. Kirain nggak bakal jadi." Nyokap menggiring Alesya dan Fira untuk duduk di sofa kosong dengan tampangnya yang super ramah. Gue sendiri nggak heran lihatnya. Nyokap emang tipikal ibu-ibu yang akan selalu ramah sama siapapun, nggak peduli itu orang asing atau bukan.

Setelah duduk di kursi, Fira yang masih kelihatan sungkan, angkat bicara. "Sebelumnya, saya Fira, sebagai managernya Alesya mohon maaf kalau kedatangan kami sedikit terlambat. Tadi sewaktu di jalan, kami terjebak macet  makannya agak lama untuk sampai kesini. Semoga Ibu mamaklumi keterlambatan kami."

"Ah! Nggak papa. Tante ngerti kok. Jakarta emang macet kan?"

Fira tersenyum malu. "Terimakasih, Bu."

"Aduh, panggil Tante aja ya, sayang. Biar akrab. Jangan terlalu formal ya kalo ngomong sama Tante. Santai aja santai. Tante malah pusing kalo formal kaya gitu. Liat suami sama anak jadi anak kantoran udah pusing. Ngomongnya kaku."

Kenapa jadi bawa-bawa gue?

"Ma.."

Nyokap cuma ngelirik. Terus lanjutin ngobrol seolah panggilan gue tadi cuma angin lalu. "Jadi, modelnya yang ini?" Menunjuk Alesya yang dari tadi cuma diem sambil senyam senyum.

"Iya, Tante. Nama saya Alesya."

"Alesya umur berapa?"

"Dua puluh empat, Tante."

"Alesya ada pekerjaan lain selain ambil kerja disini?"

"Kebetulan, saya model tetap di Woman Magazine. Tapi karena jadwal pemotretan sama disana nggak tentu, kadang full kadang kosong, makannya saya ambil juga yang disini."

"Cuma disana aja kerjanya?"

Alesya mengangguk. "Buat sekarang, cuma disana."

"Oke. Jadi gini, Alesya." Nyokap benerin posisi duduknya. "Disini, di tempat Tante, semua urusan Tante yang kontrol. Dari mulai pemotretan, baju, make up, semuanya Tante kontrol langsung supaya nggak ada miskom satu sama lain. Tapi mungkin buat meminta kamu jadi model Tante, memang Tante minta bantuan Arsya urus semuanya. Sudah ketemu 'kan sama anak Tante?"

Alesya memandang gue dengan malu-malu sebelum kembali menatap nyokap sambil ngangguk pelan. "Sudah, Tan."

"Nah, Tante juga yakin Arsya sudah jelasin semuanya. Intinya, Tante nggak akan menekan kamu harus ini harus itu. Kamu ada jadwal di tempat kerja kamu, oke, Tante izinin. Tapi saat kamu ada waktu luang, disitu kamu harus siap untuk selesaikan semua list job yang udah Tante buat. Alesya sanggup?"

"Sanggup, Tante."

Ngeliat wajah gugup Alesya, gue sedikit kasian. Nyokap terlalu excited kayanya sampe bikin anak orang tegang.

"Take it slow, Alesya. Nggak usah tegang. Mama cuma terlalu seneng ketemu model yang udah lama Mama cari buat kejar target." Kata gue, berharap Alesya melunak.

"Aduh, Tante kayanya bikin kamu gugup ya?" Nyokap peka. "Maaf ya, sayang. Tante terlalu banyak ngomong ya kayanya."

Akhirnya, Alesya mencair dan tertawa kecil. "Nggak papa kok, Tante. Saya justru terima kasih karena Tante sudah memilih saya buat jadi modelnya Tante. Sungguh suatu kehormatan buat saya."

"Manis sekali kamu, Alesya. Tante suka."

Melihat first impression nyokap yang kelewat over expectation, gue bertanya dalam hati.

Apakah ini sebuah pertanda?


Bersambung...

Tanda apasih, Sya? Tanda seru, tanda tanya, apa tanda-tanda status jomblo semakin akut?

😂😂😂

17/04/19

Gadis SampulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang