Part 8 Stages of Grief (2)

37 7 4
                                    

Perceraian kedua orang tuanya.

Verbal dan physical abuse yang dia terima dari ayah tirinya.

Kematian ibunya setelah peristiwa naas itu.

Pembebasan bersyarat ayah tirinya yang diberikan oleh pengadilan.

Kesaksiannya dianggap tidak valid karena mentalnya saat itu tidak stabil.

Dan aku masih tidak memahami bagaimana Allegra Danish bisa bertahan dengan cobaan tersebut.

Cobaan yang datang padanya seolah tak pernah berakhir.

"Bagaimana kau melakukannya?" tanyaku pada Allegra Danish ketika dia menyelesaikan ceritanya.

Allegra Danish mengerutkan kening, "Melakukan apa?"

"Bertahan hidup."

"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku tidak semata hanya bertahan hidup. Aku pernah bilang padamu bahwa aku hampir berakhir di dinding itu, kan?" Dia menggerakkan dagunya ke arah foto THE FALLEN di dinding ruangan, "Saat itu masa tersulit dalam hidupku. Aku tidak punya alasan yang kuat untuk bertahan. Semuanya terasa tidak ada gunanya. Tapi kemudian, Dad datang dan mengatakan sesuatu yang membuatku memandang keseluruhan kejadian ini melalui sudut pandang baru."

Allegra Danish berhenti.

Aku bertanya dengan penasaran, "Apa itu?"

Senyumnya perlahan mengembang, matanya berkaca-kaca. Tentu saja dia akan bersikap seperti itu, mengingat betapa besar pengaruh kata-kata yang diberikan ayahnya. Seandainya dia tak pernah mendengarkan dan memikirkan apa yang dikatakan ayahnya, maka Allegra Danish tidak akan berada di sini, duduk di depanku dan menceritakan hidupnya.

"Dia bilang padaku bahwa rasa sakit diciptakan untuk dirasakan, bahwa kita harus menerima rasa sakit itu karena rasa sakit-lah yang menguatkan diri kita." Allegra Danish menghela nafas dan melanjutkan, "It's hard. But Dad said it's okay to feel hurt. It's okay to be sad. It's okay to cry. And it's definitely okay to not be okay. Satu-satunya yang bisa kau lakukan untuk meringankan rasa sakitmu adalah menerima."

Menyadari tatapan bertanya yang kuberikan padanya, dia menjelaskan, "Acceptance selalu dikaitkan dengan gagasan bahwa kita akan baik-baik saja pada akhirnya. Tapi itu tidak benar, kan? Acceptance adalah saat kau menerima kenyataan bahwa orang yang kau sayangi telah tiada, menerima bahwa inilah duniamu sekarang dan bahwa kau harus menjalaninya. Kau harus merelakan kepergiannya. Kau harus selalu mengingat bahwa ada orang lain yang peduli denganmu dan yang akan merasa kehilangan saat kau pergi. Jadikan orang-orang tersebut sebagai alasanmu untuk tinggal, untuk move forward because life is worth living."

Life is worth living, so live another day.

Setelah mengatakan itu, Allegra Danish diam.

Aku juga diam.

Kami berdiam cukup lama dan bergumul dengan pikiran masing-masing.

Aku berdebat dengan dua sisi diriku, sisi yang sudah menyerah dan sisi yang masih ingin bertahan.

Entahlah.

Aku bimbang.

Aku ingin meninggalkan dunia ini, tapi di sisi lain aku juga ingin melanjutkan hidup.

Masih banyak hal yang ingin kulakukan.

"Kenapa kau menceritakan ini padaku?" tanyaku, memecah keheningan yang menggantung di udara.

Allegra Danish mengangkat bahu, "Bukankah itu sudah jelas? Aku menceritakan ini karena kau temanku dan aku peduli denganmu."

Teman?

Aku tertegun.

Rasanya sudah lama sekali sejak orang lain menyebutku sebagai teman mereka.

Nevertheless, it feels good.

*****

Don't forget to click the follow and the vote buttons! Komen ya bagaimana pendapat kalian:) See you in the next chapter.

ALLEGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang